TIMESINDONESIA, PADANG – Membuka program studi (prodi) baru di sebuah perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, bukan lagi sekadar mengikuti tren akademik. Ini adalah sebuah investasi besar yang menuntut perhitungan matang, jauh melampaui sekadar ketersediaan dosen.
Di sinilah Ekonomi Teknik dan Tekno-ekonomi menjadi kompas wajib, memastikan prodi baru tak hanya relevan, tetapi juga berkelanjutan secara finansial.
Mengukur Denyut Finansial Sebuah Prodi Baru
Bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN), meskipun didukung anggaran negara, efisiensi tetap menjadi kunci utama. Ekonomi Teknik bertugas membedah aspek finansial prodi baru layaknya seorang akuntan ulung.
Disiplin ini membantu merumuskan proyeksi aliran kas yang rinci. Pendapatan prodi baru bisa berasal dari Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa, dana riset dari pemerintah atau industri, hibah, hingga pendapatan dari program micro-credential.
Sementara itu, pengeluaran meliputi biaya pengembangan kurikulum, rekrutmen dan gaji dosen baru, pengadaan laboratorium atau studio, infrastruktur IT, biaya akreditasi, hingga operasional sehari-hari.
Ekonomi Teknik akan memproyeksikan semua ini selama 5-10 tahun ke depan, dengan asumsi inflasi dan perubahan regulasi pendanaan PTN, memberi gambaran kapan prodi mulai mandiri secara finansial atau mencapai titik impas.
Aspek krusial lainnya adalah perhitungan nilai waktu uang. Modal awal untuk membangun fasilitas atau merekrut dosen adalah investasi yang harus menghasilkan pengembalian.
Dengan metrik seperti Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR), Ekonomi Teknik mengevaluasi apakah prodi ini akan memberikan nilai ekonomi yang cukup signifikan bagi PTN, melampaui biaya modal yang dikeluarkan.
Meskipun profitabilitas murni bukan tujuan utama PTN, efisiensi dan keberlanjutan tetap menjadi tolok ukur penting dalam mengambil keputusan. Lebih jauh, Ekonomi Teknik juga memandu dalam analisis biaya-efektivitas.
Jika ada beberapa opsi prodi yang diusulkan, misalnya pilihan antara Teknik Nuklir atau Kecerdasan Buatan, Ekonomi Teknik akan membandingkan efisiensi biaya untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu menghasilkan lulusan berkualitas yang relevan dengan pasar kerja. Ini membantu PTN mengalokasikan sumber daya terbatas secara optimal.
Untuk Perguruan Tinggi Swasta (PTS), membuka prodi baru adalah pertaruhan yang jauh lebih besar. Tanpa sokongan dana negara yang stabil, setiap keputusan investasi harus dihitung cermat, menempatkan relevansi pasar dan profitabilitas sebagai prioritas utama.
Di sini, Ekonomi Teknik menjadi penentu kelangsungan hidup. Ia membedah potensi keuntungan dan risiko finansial dengan sangat detail. Sumber pendapatan utama prodi PTS adalah UKT mahasiswa, ditambah potensi dana dari program kerja sama industri atau pelatihan khusus.
Di sisi pengeluaran, ada biaya promosi dan pemasaran besar-besaran untuk menarik calon mahasiswa, gaji dosen dan staf yang kompetitif, investasi pada fasilitas premium, biaya perizinan dan akreditasi, serta operasional harian.
Ekonomi Teknik akan memproyeksikan semua ini secara akurat, memperhitungkan target jumlah mahasiswa baru, tingkat retensi, inflasi, dan tren biaya operasional, untuk menentukan titik impas dan proyeksi profitabilitas.
Perhitungan nilai waktu uang menjadi sangat krusial bagi PTS. Investasi awal bisa sangat besar, sehingga dengan NPV, IRR, dan Payback Period, Ekonomi Teknik mengevaluasi apakah investasi ini akan menghasilkan pengembalian yang cukup menarik bagi pemilik atau yayasan PTS dalam waktu yang rasional. IRR yang tinggi dan NPV positif adalah sinyal kuat untuk melanjutkan proyek.
Tak kalah penting, analisis sensitivitas dan risiko juga berperan. Bagaimana jika jumlah mahasiswa baru tidak mencapai target? Bagaimana jika biaya operasional membengkak?
Ekonomi Teknik membantu mengidentifikasi skenario terburuk dan terbaik, serta menghitung dampak potensialnya terhadap profitabilitas prodi, sehingga manajemen bisa menyiapkan strategi mitigasi risiko.
Menyelaraskan Visi Akademik dengan Realita Pasar
Jika Ekonomi Teknik adalah detektor finansial, maka Tekno-ekonomi adalah arsitek yang memastikan visi akademik prodi baru dapat diimplementasikan secara efisien dan berkelanjutan dari sisi pasar dan operasional. Disiplin ini merajut aspek non-finansial ke dalam kerangka evaluasi ekonomi yang holistik.
Baik bagi PTN maupun PTS, Tekno-ekonomi menjadi tulang punggung dalam studi kelayakan multidimensi prodi baru. Analisis tak berhenti pada angka semata, tetapi juga merambah ke beberapa aspek krusial.
Pertama, ada aspek akademik dan teknis: Apakah kurikulum yang dirancang inovatif dan sesuai standar internasional? Apakah fasilitas seperti laboratorium atau software terkini memadai? Dan, apakah perguruan tinggi memiliki dosen dengan kualifikasi dan pengalaman relevan?
Kemudian, aspek pasar kerja menjadi fokus utama, terutama bagi PTS. Seberapa besar permintaan lulusan prodi ini di industri? Apakah ada tren pertumbuhan pekerjaan di bidang tersebut? Analisis ini melibatkan survei kebutuhan industri dan proyeksi pasar kerja yang cermat.
Bagi PTS, ada pula aspek daya serap mahasiswa dan keunggulan diferensiasi: Seberapa besar pangsa pasar calon mahasiswa dan apa yang membedakan prodi ini dari pesaing? Apakah ada keunikan, spesialisasi, atau metode pembelajaran menarik yang bisa ditawarkan?
Tak lupa, Tekno-ekonomi juga mempertimbangkan aspek reputasi dan keunggulan kompetitif. Bagaimana prodi baru akan memposisikan diri di antara prodi serupa di PTN lain atau PTS, melalui kerja sama industri terkemuka atau fokus riset tertentu?
Kemudian, aspek operasional dan fasilitas turut menjadi sorotan. Apakah perguruan tinggi mampu menyediakan fasilitas premium dan relevan, serta bagaimana efisiensi pengelolaan fasilitas dan sumber daya manusia agar biaya operasional tetap terkontrol?
Bagi PTS, aspek pemasaran dan branding sangat krusial. Bagaimana strategi promosi prodi agar dikenal luas dan menarik minat calon mahasiswa, serta membangun citra prodi yang kuat di tengah persaingan ketat?
Terakhir, ada aspek regulasi. Bagaimana prodi baru akan memenuhi semua persyaratan akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dan regulasi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), yang bisa memengaruhi izin operasional dan penerimaan mahasiswa?
Melalui penerapan Ekonomi Teknik dan Tekno-ekonomi yang ketat, pembukaan prodi baru di perguruan tinggi dapat dianalisis dari segala sudut pandang—mulai dari profitabilitas dan keberlanjutan finansial, hingga relevansi pasar dan keunggulan akademik.
Tanpa analisis mendalam ini, PTN maupun PTS berisiko tinggi membuka prodi yang minim peminat, membebani keuangan, atau bahkan menghasilkan lulusan yang tidak siap bersaing di dunia kerja. Ini adalah investasi besar yang harus dipandu oleh data dan perhitungan matang. (*)
***
*) Oleh : Muhibbullah Azfa Manik, Dosen Program Studi Teknik Industri, Universitas Bung Hatta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.