Polemik Pemisahan Pemilu oleh MK
kumparanNEWS July 01, 2025 05:20 AM
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan harus ada jeda waktu dalam penyelenggaraan Pileg DPR, DPD dan Pilpres dengan Pileg DPRD dan Pilkada.
MK memutuskan, Pileg DPR, DPD, dan Pilpres tetap digelar secara serentak. Namun, kini ada pemisahan yakni Pileg DPRD tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota akan digabung dengan Pilkada mulai dari Pilgub, Pilbup, dan Pilwalkot.
Sebelumnya, Pileg DPRD digelar bersamaan dengan Pileg DPR, DPD dan Pilpres. Hanya Pilkada yang digelar secara terpisah.
"Amar putusan mengabulkan pokok permohonan untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan dalam sidang gugatan MK di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6).
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Shutterstock
Putusan itu dibacakan dalam sidang putusan nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU.
Gugatan dilayangkan Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dalam hal ini diwakili Khoirunnisa Nur Agustyati sebagai Ketua Pengurus Yayasan Perludem dan Irmalidarti sebagai Bendahara Pengurus Yayasan Perludem.

Respons DPR

Ilustrasi Gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Komisi II DPR bakal mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru yang merombak sistem kepemiluan di Indonesia.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, menuturkan pembahasan dilakukan dengan rapat konsultasi pimpinan DPR bersama Komisi terkait dan juga sejumlah stakeholder.
Dede mengatakan, adanya putusan MK itu secara tidak langsung akan menambah masa jabatan DPRD saat ini karena Pemilu DPRD dilakukan 2 tahun setelah Pemilu nasional. Menurutnya, hal ini akan berimplikasi pada beberapa Undang-Undang.
“Ini nanti korelasinya harus mengubah berbagai undang-undang lainnya, Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Otonomi Khusus, karena di dalam OTSUS ada DPRK gitu masalah ya, lalu kemudian juga undang-undang partai politik itu sendiri semua juga akan berubah,” paparnya, Senin (30/6).
Politisi Demokrat itu mengungkapkan, dalam pembahasannya, DPR tidak akan terlalu terburu-buru untuk membahasnya, terlebih DPR juga akan segera membahas revisi Undang-undang Pemilu.
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda. Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda. Foto: Haya Syahira/kumparan
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Rifqinizami Karsayuda mengatakan, pihaknya sudah diundang oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad untuk membahas putusan MK ini.
"Ya tadi kami baru saja diundang oleh pimpinan DPR Bapak Prof Dr Sufmi Dasco Ahmad membicarakan soal respons DPR soal putusan MK terbaru yang memberikan gambaran kepada kita bahwa Pemilu ke depan harus dilakukan dengan dua model Pemilu," kata Rifqi kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan.
Politikus NasDem ini mengatakan, belum ada sikap resmi dari DPR terkait putusan ini. Karena itu, pertemuan dan diskusi masih harus terus dilakukan.
"DPR belum memberikan sikap resmi, izinkan kami melakukan penelaahan secara serius terhadap putusan Mahkamah konstitusi tersebut," ucap dia.
Namun, Rifqi menilai, putusan MK kali ini kontradiktif. Sebab pada 2019, MK pernah menguji materi terkait permasalahan serupa namun dalam pertimbangan hukum meminta agar Pemilu dilaksanakan secara serentak.
Lebih lanjut, Rifqi mempertanyakan sikap MK dalam memutuskan perkara ini. Dia menilai, ada norma yang dilampaui MK.
Rifqi menilai, MK lahir dalam konsep negative legislature. Mereka hanya memutuskan apakah aturan ini konstitusional atau tidak. Bila tidak, diserahkan kembali ke pembuat undang-undang untuk merevisi.
"Nah sekarang MK itu memposisikan diri sebagai positive legislature. Jadi bukan hanya mengatakan bahwa ini inkonstitusional tapi dia bikin norma sendiri," kata Rifqi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/6).
"Nah kalau kemudian ini terus terjadi, maka kemudian kita kan tidak akan menghasilkan satu demokrasi konstitusional dan negara hukum yang baik," tambah dia.

Dasco Kumpulkan Mensesneg-Mendagri

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memimpin rapat konsultasi terkait putusan MK soal UU Pemilu bersama Pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri dan wakilnya, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Hukum, dan Lembaga juga Badan Negara terkait lainnya. Foto: Instagram/ @sufmi_dasco
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memimpin rapat konsultasi terkait putusan MK soal UU Pemilu bersama Pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri dan wakilnya, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Hukum, dan Lembaga juga Badan Negara terkait lainnya. Foto: Instagram/ @sufmi_dasco
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memimpin rapat tertutup yang dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Mensesneg Prasetyo Hadi, hingga Menteri Hukum Supratman di DPR RI, Senin (30/6).
Rapat tertutup ini digelar di ruang rapat Pimpinan Gedung Nusantara, Gedung DPR RI Senayan, Jakarta.
“Bersama pimpinan DPR RI Adies Kadir, Saan Mustopa dan Cucun Ahmad Syamsurijal serta Pimpinan Baleg, Pimpinan Komisi II, Pimpinan Komisi III DPR RI menggelar rapat konsultasi terkait putusan MK soal UU Pemilu bersama Pemerintah,” kata Dasco dalam unggahannya di Instagram pribadinya @sufmi_dasco, dikutip Senin (30/6).
Rapat tampak dipimpin oleh Dasco yang duduk di posisi tengah, diapit oleh Wakil Ketua DPR RI yang lain, Adies Kadir dan Cucun Ahmad Syamsurijal.
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda pun juga turut hadir dalam rapat tertutup itu. Rifqi mengatakan dalam rapat tersebut dibahas berbagai skema yang harus dikakukan untuk menyesuaikan putusan MK.
“Ya tadi kami baru saja diundang oleh pimpinan DPR, Bapak Sufmi Dasco Ahmad dan pimpinan yang lain, membicarakan terkait dengan respons DPR soal putusan Mahkamah Konstitusi terbaru yang memberikan gambaran kepada kita bahwa pemilu ke depan harus dilakukan dengan dua model pemilu,” ujar Rifqinizamy saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (30/6).
DPR RI menggelar rapat konsultasi terkait putusan MK soal UU Pemilu bersama Pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri dan wakilnya, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Hukum, dan Lembaga juga Badan Negara terkait lainnya. Foto: Instagram/ @sufmi_dasco
zoom-in-whitePerbesar
DPR RI menggelar rapat konsultasi terkait putusan MK soal UU Pemilu bersama Pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri dan wakilnya, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Hukum, dan Lembaga juga Badan Negara terkait lainnya. Foto: Instagram/ @sufmi_dasco
Dasco pun membeberkan hasil rapat konsultasi dengan pemerintah tersebut.
"Tadi itu masih brainstorming," kata Dasco kepada wartawan.
Ketua Harian DPP Gerindra ini menyebut, dalam rapat konsultasi tidak hanya dihadiri menteri terkait. Tetapi juga ada dari Perludem selaku pihak yang menggugat pemisahan Pemilu ke MK.
"Kita juga dengan beberapa perkumpulan sipil, untuk demokrasi, Pemilu, seperti Perludem kita undang juga," ucap Dasco.

NasDem Desak DPR Minta Penjelasan

Pengurus DPP NasDem saat menyampaikan tanggapan terkait putusan MK soal Pemilu di NasDem Tower pada Senin (30/6/2025). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengurus DPP NasDem saat menyampaikan tanggapan terkait putusan MK soal Pemilu di NasDem Tower pada Senin (30/6/2025). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
NasDem mendesak DPR RI segera meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memberi penjelasan terkait dikeluarkannya putusan memisahkan Pemilu nasional dan lokal.
"Partai NasDem mendesak DPR RI untuk meminta penjelasan MK dan menertibkan cara MK memahami norma Konstitusi dalam mengekspresikan sikap kenegarawanannya yang melekat pada diri para hakimnya," kata Anggota Majelis Tinggi NasDem, Lestari Moerdijat, di NasDem Tower pada Senin (30/6).
Lestari menyebut perubahan sistem Pemilu mestinya dirunut sejak putusan MK yang memerintahkan Pilpres dan Pilkada digelar serentak, bukan malah didasarkan atas tafsir konstitusional MK sendiri.
"Oleh karena itu, krisis konstitusional ini harus dicarikan jalan keluarnya agar semua kembali kepada ketaatan konstitusi di mana konstitusi memerintahkan Pemilu (Pileg dan Pilpres) dilaksanakan setiap 5 tahun sekali," ucap dia.
"Dengan keputusan ini MK sedang melakukan pencurian kedaulatan rakyat," lanjut dia.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.