TRIBUNNEWS.COM - Kepolisian Resor (Polres) Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), menyatakan telah memeriksa sejumlah pihak untuk dimintai keterangan sebagai saksi, terkait tragedi jatuhnya pendaki Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani beberapa waktu lalu.
Penyelidikan mendalam ini dilakukan polisi untuk memastikan, apakah terdapat unsur pidana dalam insiden tragis yang menewaskan warga negara asal Brasil tersebut.
Adapun, sejumlah pihak yang diperiksa itu di antaranya ada penyedia jasa tracking organizer (TO) berinisial JU dan pemandu Juliana berinisial AM.
Demikian disampaikan oleh Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Lombok Timur, AKP I Made Dharma Yulia Putra.
“Kami telah memeriksa penyedia jasa tracking organizer (TO) berinisial JU, pemandu AM, porter SB, dan petugas Polisi Kehutanan MG."
"Semuanya berasal dari wilayah Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara,” ujarnya, Senin (30/6/2025), dikutip dari tribratanews.ntb.polri.go.id.
Selain itu, polisi menggali keterangan dari beberapa saksi yang tergabung dalam rombongan pendakian Juliana, guna memperoleh informasi yang komprehensif terkait kronologi peristiwa.
Proses penyelidikan ini juga turut melibatkan koordinasi intensif dengan pihak Kedutaan Besar Brasil di Indonesia.
Dharma menyebutkan, tim ahli dari kedutaan telah diterjunkan untuk turut memantau jalannya proses identifikasi dan penyidikan.
Lantas, apakah orang-orang yang telah diperiksa itu berpotensi menjadi tersangka?
Mengenai kemungkinan adanya tersangka setelah adanya pemeriksaan terhadap sejumlah pihak ini, Dharma menegaskan hal tersebut bergantung pada hasil dan proses penyelidikan yang sedang berlangsung.
Namun, untuk saat ini, kata Dharma, pihaknya masih fokus menggali keterangan dari para saksi.
“Kami masih terus berkoordinasi dengan staf Kedubes Brasil. Mereka juga memantau langsung informasi yang berkembang dari kasus ini."
"Belum ada penetapan tersangka. Kami fokus pada pengumpulan data dan analisa keterangan saksi-saksi,” tegasnya.
Sebelumnya, Juliana terjatuh ke arah Danau Segara Anak di Gunung Rinjani pada Sabtu (21/6/2025).
Proses evakuasi Juliana menjadi sorotan karena memakan waktu hingga lima hari lamanya.
Sebab, Juliana baru berhasil dievakuasi pada Rabu (25/6/2025) oleh Tim SAR Gabungan dari jurang sedalam 600 meter.
Proses evakuasi itu memakan waktu karena tim penyelamat terkendala cuaca di Gunung Rinjani yang berkabut, sehingga menyebabkan jarak pandang terbatas.
Awal Juliana ditemukan masih dalam kondisi selamat, tetapi pada Selasa (24/6/2025), pendaki asal Brasil itu ditemukan sudah meninggal dunia.
Helikopter bantuan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) awalnya juga dikerahkan untuk melakukan evakuasi pada Selasa siang.
Akan tetapi, proses evakuasi menggunakan helikopter itu terhambat karena kondisi cuaca dan kabut tebal.
Juliana baru berhasil dievakuasi dari jurang sedalam 600 meter pada Rabu pukul 13.51 WITA, kemudian dibawa menuju Sembalun dengan ditandu dan tiba pada pukul 20.45 WITA.
Setelah itu, jenazah Juliana dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Mataram dan selanjutnya diautopsi di RS Bhayangkara Bali Mandara.
Setelah diautopsi, Juliana diperkirakan sudah meninggal sekitar 20 menit setelah terjatuh.
Dokter Forensik juga menyebutkan, kematian Juliana disebabkan luka karena benturan keras, sehingga menyebabkan pendarahan banyak, terutama di bagian dada.
Badan SAR Nasional (Basarnas) sebelumnya dikritik karena proses evakuasi Juliana itu.
Tak hanya netizen Brasil, bahkan dari pihak keluarga Juliana juga mengkritiknya karena menilai nyawa Juliana bisa diselamatkan jika proses pencarian berlangsung lebih cepat.
Mengenai hal ini, ke depannya, Basarnas akan melakukan evakuasi terhadap strategi penyelamatan di Gunung Rinjani.
Kepala Basarnas, Mohammad Syafii, mengaku telah menerima sejumlah catatan yang perlu diperbaiki agar lebih efektif saat melakukan evakuasi di kawasan pegunungan.
"Dari kejadian ini kami bisa memberikan pelatihan-pelatihan dan juga mungkin di titik perlu ditambahkan fasilitas untuk mempercepat proses," kata Syafii saat berada di Pokso Gabungan SAR Lombok Timur di Resort Sembalun, Rabu (25/6/2025) malam, dikutip dari TribunLombok.com.
Kendati demikian, Syafii juga mengatakan upaya evakuasi di pegunungan tidak mudah, terlebih korban berada di pada kedalaman ratusan meter.
Apalagi, pendakian normal dari pintu masuk menuju titik jatuhnya korban memakan waktu sampai 8 jam.
Namun, pada saat itu, tim evakuasi mampu menempuh hanya dalam waktu 6 jam
"Saya lihat proses hampir semuanya melebihi dari target," ujarnya.
Syafii pun menegaskan, tim penyelamat sudah bertugas sesuai SOP yang berlaku.
Salah satunya, tidak boleh meninggalkan korban setelah ditemukan dalam kondisi apapun.
"Itu bentuk tanggung jawab, kita tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sekecil apapun,” tegasnya.
Syafii kemudian meminta agar para pendaki mengikuti seluruh SOP, sebab hal tersebut sudah melalui kajian.
"Saya rasa di semua kegiatan memiliki standar SOP tersendiri. Jadi saya rasa di setiap tempat lokasi baik di laut atau tempat wisata seperti di gunung memiliki karakteristik tersendiri dan ancaman berbeda-beda,” pungkasnya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan evaluasi atau peninjauan kembali sistem pendakian di Gunung Rinjani.
Hal tersebut dilakukan setelah Juliana terjatuh di Rinjani, lalu ditemukan tewas.
Untuk itu, guna mencegah kejadian serupa, Pemprov NTB menekankan pelayanan yang aman dan nyaman bagi wisatawan.
Wakil Gubernur NTB, Indah Dhamayanti Putri, mengatakan Pemprov NTB akan memperbaiki regulasi terkait proses pendakian, baik bagi turis maupun domestik.
"Kami akan mencoba memperbaiki dari sisi regulasi terkait dengan proses pendakian dari turis luar maupun domestik, agar Rinjani tentunya menjadi destinasi dunia," kata Dinda sapaan karibnya, Kamis (26/6/2025), dikutip dari TribunLombok.com.
Nantinya evaluasi itu akan dilakukan bersama seluruh stakeholder terkait dengan wisata pendakian Gunung Rinjani.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata (Menpar) RI, Widiyanti Putri Wardhana, juga meminta agar standar operasional prosedur (SOP) di destinasi wisata diperketat lagi.
Selain itu, pengawasan yang ada juga perlu ditingkatkan, apalagi pada kegiatan wisata yang berisiko tinggi, seperti di Gunung Rinjani.
"Kami telah meminta seluruh instansi terkait untuk memperkuat standar operasional prosedur, serta meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan wisata berisiko tinggi, khususnya di destinasi ekstrem seperti di Gunung Rinjani," ungkap Widiyanti, dikutip dari YouTube Kompas TV, Rabu (25/6/2025).
Widiyanti pun berharap peristiwa jatuhnya Juliana ini menjadi yang terakhir terjadi di kawasan wisata Indonesia.
Untuk ke depannya, Widiyanti menargetkan zero accident atau nihil kecelakaan pada seluruh destinasi wisata di Indonesia.
"Kami berharap, ini menjadi yang terakhir, kami menargetkan zero accident di seluruh destinasi wisata Indonesia," katanya.
(Rifqah) (TribunLombok.com/Toni/Robby)