Tom Lembong: Jika Waktu Bisa Balik, 1.000 Persen Saya Akan Tetap Impor Gula
kumparanNEWS July 02, 2025 02:20 AM
Menteri Perdagangan (Mendag) RI periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menegaskan bahwa jika waktu bisa kembali, ia tidak akan mengubah kebijakannya melakukan importasi gula.
Hal itu disampaikannya saat diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (1/7).
"Pak Tom, dengan semua risiko yang Bapak ambil saat mencegah krisis gula kita saat itu, kalau saja waktu bisa balik, apakah Bapak akan tetap mengambil kebijakan itu demi rakyat?" tanya penasihat hukum Tom Lembong, dalam persidangan, Selasa (1/7).
"1.000 persen akan saya lakukan lagi dan sejauh yang bisa saya lihat tidak akan ada satu pun aspek perumusan pelaksana kebijakan yang akan saya ubah, melihat fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan," jawab Tom Lembong.
Eks Menteri Perdagangan (Mendag) RI Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, saat diwawancarai di sela-sela pemeriksaannya sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (1/7/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks Menteri Perdagangan (Mendag) RI Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, saat diwawancarai di sela-sela pemeriksaannya sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (1/7/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
"Dan bagi kita yang memang ingin mengabdi seperti ini, ya risiko ini sesuatu yang memang harus diambil," jelas Tom.
Bahkan, jika kembali mendapatkan kesempatan kembali mengabdi sebagai pejabat negara, Tom menegaskan akan tetap melaksanakan kebijakan dengan transparan.
"Dan bahkan nanti suatu hari, kalau saya kembali mendapat kesempatan untuk mengabdi dalam jabatan pejabat tinggi negara, saya juga tidak akan ragu-ragu untuk mengambil keputusan dan melakukan semuanya setransparan mungkin," tutur Tom.
"Secara konsultatif dengan sesama menteri, sesama pejabat, dengan atasan dan juga dengan bawahan karena tidak ada cara lain untuk mengelola negara ini secara profesional," imbuh dia.

Kasus Importasi Gula

Dalam perkara ini, Tom Lembong telah didakwa melakukan korupsi importasi gula. Perbuatan itu disebut turut merugikan keuangan negara hingga Rp 578,1 miliar.
Menurut jaksa, Tom Lembong menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) tanpa didasarkan rapat koordinasi dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Persetujuan impor itu diberikan kepada sepuluh perusahaan gula swasta, yakni PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, PT Kebun Tebu Mas, dan PT Dharmapala Usaha Sukses.
Jaksa menyebut total ada 21 surat persetujuan impor GKM yang dikeluarkan oleh Tom Lembong kepada perusahaan-perusahaan tersebut.
Izin itu disebut menyebabkan kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan Gula Kristal Putih (GKP) untuk penugasan stabilisasi harga/operasi pasar. Selain itu, menyebabkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Kedua hal tersebut telah merugikan negara senilai Rp 515 miliar. Angka ini menjadi bagian kerugian negara yang berdasarkan audit nilainya mencapai Rp 578,1 miliar.
Selain itu, Tom juga disebut memberikan izin kepada PT Angels Products untuk mengimpor GKM dan mengolahnya menjadi GKP. Padahal, saat itu stok GKP dalam negeri mencukupi.
Kemudian, Tom Lembong juga disebut tidak mengendalikan distribusi gula tersebut. Di mana, distribusi gula itu seharusnya dilakukan melalui operasi pasar.
Jaksa menyebut kerugian negara dalam kasus ini adalah sebesar Rp 578.105.411.622,47 atau Rp 578,1 miliar. Merujuk pada perhitungan dari BPKP.
Pihak Tom Lembong Bantah Dakwaan
Pihak Tom Lembong membantah dakwaan korupsi yang disusun jaksa. Kuasa Hukum Tom Lembong, Ari Yusuf, menilai kliennya dipaksa bertanggung jawab oleh jaksa.
"Bahkan dalam dakwaan, terdakwa Thomas Trikasih Lembong dipaksa untuk bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain," kata Ari Yusuf saat membacakan nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3) lalu.
"Hal ini menunjukkan jaksa penuntut umum sesungguhnya telah error in persona dalam perkara ini," imbuhnya.
Ari menyebut, kasus korupsi yang menjerat kliennya sebagai tersangka terkesan dipaksakan oleh Kejaksaan Agung.
"Kasus ini jelas-jelas dipaksakan untuk menjerat terdakwa secara sewenang-wenang karena pasal-pasal dalam undang-undang yang dituduhkan untuk menjerat terdakwa tidak ada sama sekali yang terkait dengan Undang-Undang Tipikor, sebagaimana lex specialis," ungkapnya.
"Tetapi, terkait dengan undang-undang yang lain yang bukan menjadi kompetensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk mengadilinya," pungkas dia.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.