TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap Indonesia membutuhkan investasi baru minimal Rp7.500 triliun di 2026 untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen di 2026.
Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2026, pertumbuhan ekonomi tahun 2026 diasumsikan pada kisaran 5,2 persen hingga 5,8 persen.
Karena itu, pertumbuhan investasi harus dijaga atau ditingkatkan pada tingkat 5,9 persen year on year.
"Ini berarti Indonesia membutuhkan investasi baru pada tahun 2026 untuk mencapai target pertumbuhan yang tinggi dengan investasi senilai minimal Rp 7.500 triliun," ujar Sri Mulyani saat Rapat Paripurna DPR RI ke 21 Masa Persidangan IV 2024-2025, Selasa (1/7/2025).
Sri Mulyani menambahkan, komponen investasi berkontribusi 30 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam negeri. Untuk meraup investasi domestik maupun luar negeri, Pemerintah mengandalkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Investasi dari Danantara yang difokuskan pada sektor strategis dan bernilai tambah tinggi diharapkan mampu berkontribusi signifikan terhadap target investasi pemerintah.
Di sisi lain, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan.
Misalnya, dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga harus didorong lebih tinggi lagi mencapai 5,5 persen, sehingga berarti pemerintah wajib menciptakan lingkungan kesempatan kerja agar pendapatan masyarakat dapat meningkat.
Mengingat konsumsi rumah tanggap berkontribusi 55 persen terhadap PDB, maka daya beli masyarakat perlu dijaga, tingkat inflasi rendah, kesempatan kerja tinggi, dan adanya berbagai intervensi pemerintah di bidang pangan dan energi.
Program untuk mendorong konsumsi masyarakat juga terus ditingkatkan, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikembangkan secara ekspansif agar dapat menciptakan efek ganda (multiplier effect) tinggi, menciptakan rantai pasok di seluruh penjuru tanah air, serta menyerap secara langsung 1,7 juta tenaga kerja.
Program strategis lainnya ialah pembangunan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih dengan target 80 ribu koperasi, lalu penyaluran kredit usaha rakyat bagi 2,3 juta debitur.
Kemudian juga program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, bantuan subsidi upah, hingga program lainnya yang akan dilaksanakan untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan.
“Apabila digabungkan dengan (investasi), maka konsumsi rumah tangga dan investasi keduanya berkontribusi 85 persen terhadap perekonomian (PDB),” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani berujar, membutuhkan upaya lebih keras bagi pemerintah untuk mendorong sektor swasta sebagai motor pertumbuhan ekonomi. Pemerintah terus mendukung dengan menciptakan regulasi yang kondusif demi menjaga stabilitas makro.
Sri Mulyani berharap kolaborasi pemerintah dan swasta mampu memperkuat rantai pasok domestik, memperluas ekspor, dan mengakselerasi transformasi ekonomi berbasis nilai tambah tinggi.
"Peranan swasta penting di dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur, teknologi hijau, hingga digitalisasi menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan," katanya.
Pada sisi ekspor, hilirisasi yang dilakukan menopang kinerja surplus neraca perdagangan sejak pertama kali digulirkan. Ke depan, upaya penguatan hilirisasi dilakukan untuk menciptakan efek ganda lebih besar dengan ekspor tumbuh hingga 6,8 persen guna mencapai pertumbuhan lebih tinggi.
"Ini merupakan target yang tidak mudah pada saat semua negara cenderung melakukan proteksi dan melihat ke dalam," terangnya.
Pertumbuhan ekonomi global sejalan dengan proyeksi International Monetary Fund (IMF) dan World Bank, yaitu yang hanya 2,4 persen untuk tahun 2026 atau 3 persen menurut IMF.
"Ini mengindikasikan tahun 2026 masih diproyeksikan perekonomian global tumbuh cukup lemah,” kata Sri Mulyani.
Melihat dari sisi produksi, katanya lagi, pilihan sektor sangat penting terutama bagi Danantara untuk menggunakan leverage ekuitas dan aset.
Output industri pengolahan yang berkontribusi 19 persen terhadap PDB perlu terus didorong melalui investasi inovasi dan produktivitas.
Sektor industri pengolahan ditargetkan tumbuh 5,3 persen dan harus dijaga pada tingkat yang cukup tinggi di dalam rangka menciptakan kesempatan kerja.
Sektor perdagangan besar dan eceran yang memiliki kontribusi 13,2 persen dari PDB juga diasumsikan tumbuh 5,7 persen. Program-program nasional seperti MBG, subsidi kompensasi, hingga perlindungan sosial diharapkan semakin menopang kinerja sektor perdagangan dan eceran.
Sektor informasi dan komunikasi yang berkontribusi 4,4 persen dari PDB ditargetkan tetap terjaga tumbuh tinggi di angka 8,3 persen, termasuk peningkatan kegiatan data center sebagai tulang punggung pengembangan ekonomi digital.