TRIBUNNEWS.COM - Kabar dugaan malapraktik yang dialami Ratih Raynada (30) saat operasi caesar di RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid atau RSUD Kota Bekasi dibantah Wali Kota Bekasi Tri Adhianto.
Wali Kota Tri Adhianto menyebut dugaan malapraktik itu tidak terbukti karena sesuai dengan alasan medis dan tahapan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
Pernyataan tersebut merujuk dari hasil investigasi penanganan operasi caesar Ratih yang melibatkan pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"Jadi kalau dianggap malapraktik saya kira tidak terbukti kalau berdasarkan alasan medis dan tahapan yang dilakukan RSUD Kota Bekasi," ungkap Tri Adhianto saat dikonfirmasi, Selasa (1/7/2025).
Sementara itu, lembaga independen Majelis Disiplin Profesi (MDP) menyatakan akan membantu memproses dugaan malapraktik tersebut apabila korban melapor.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua MDP Sundoyo saat berada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
"Kalau misalnya ada laporan, pasti akan kita proses," ujarnya, Rabu (2/7/2025) dikutip dari Kompas.com.
Adapun dugaan malapraktik itu membuat korban mengalami kelumpuhan total.
Namun hingga saat ini, MDP belum menerima pengaduan kasus dugaan malapraktik tersebut.
Sundoyo mengatakan, MDP tidak bisa memproses jika belum ada laporan yang masuk.
Hal ini merujuk pada Pasal 305 Undang-Undang (UU) tentang Kesehatan, yang menyatakan pasien atau keluarga yang dirugikan akibat pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis maupun tenaga kesehatan dapat melaporkan ke MDP.
"Artinya apa? MDP pasif kan? Begitu juga di dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan nomor 3 juga kurang lebih normanya seperti itu," ucapnya.
Kronologi
Sebelumnya diberitakan, dugaan malapraktik ini terungkap ketika Ratih menceritakan kelumpuhan yang dialami seusai menjalani operasi caesar pada September 2024.
Warga Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi itu mengungkapkan peristiwa bermula saat dia merasakan kesakitan meski bius sudah disuntikkan pada proses persalinan anak keempatnya.
Saat operasi pembedahan, Ratih mengaku berteriak kesakitan lantaran efek bius yang belum bekerja penuh.
Menurut Ratih, meski masih merasakan sakit, tenaga medis tetap melanjutkan pembedahan.
"Saya pokoknya sampe teriak 'Astaghfirullahaladzim, dokter sakit, dok' lalu saya nangis-nangis dan pikir setelah ngomong seperti itu, distop dulu. Tahunya tidak, justru dibelek lagi. Saya teriak lagi," jelasnya, Rabu (2/7/2025).
Dia menuturkan dokter sempat menghentikan operasi setelah mendengar keluhannya.
Kemudian seorang suster kembali menyuntikkan obat bius ke tubuhnya, yang disusul operasi caesar lanjutan.
Namun, lagi-lagi Ratih kesakitan karena obat bius belum bekerja menyeluruh.
"Belum semuanya (obat bius) merata ya, tapi udah dibelek lagi, alhasil saya pasrah aja, intinya kalau memang sudah harus mati istilahnya yaudah, setelah itu saya dengar suara anak saya nangis, kemudian saya pingsan," tuturnya.
Setelah operasi caesar rampung, Ratih menjalani rawat inap selama tiga hari.
Tetapi kondisi tubuh Ratih belum mampu bergerak dengan normal.
Meski belum sepenuhnya pulih, ia tetap memaksakan diri untuk pulang.
Karena kondisinya yang tak kunjung membaik selama beberapa bulan, dia kembali ke RSUD Kota Bekasi untuk mengecek kesehatannya.
Kala itu, sang dokter mendiagnosis Ratih mengalami tuberkulosis tulang dan diharuskan dioperasi untuk pemasangan pen.
Ratih akhirnya menjalani operasi pemasangan pen.
Setelah operasi pemasangan pen, Ratih meminum sebuah obat pemberian dokter.
"Bukannya membaik, tubuh itu justru jadi lemas setelah mengonsumsi obat tersebut, terus saya benar-benar lumpuh total pada April 2025," ucapnya.
(Isti Prasetya, TribunBekasi.com/Rendy Rutama, Kompas.com/Fika Nurul Ulya)