TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Agung Widyantoro, mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).
Agung menilai, regulasi tersebut perlu diubah untuk mengembalikan kewenangan pengelolaan sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) dari provinsi ke kabupaten/kota.
Menurutnya, desentralisasi pengelolaan pendidikan akan membuat alokasi anggaran lebih tepat sasaran dan mempercepat respons terhadap kebutuhan di lapangan.
"Data Kemendikbud Ristek 2024 menunjukkan bahwa 30 persen sekolah di daerah pinggiran, termasuk di Jawa Tengah, mengalami keterlambatan penyaluran BOS Provinsi. Ini membuktikan bahwa birokrasi yang panjang di tingkat provinsi menghambat pemerataan akses pendidikan," kata Agung dalam siaran persnya, Rabu (2/7/2025).
Agung juga merujuk pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2023 yang mencatat adanya inefisiensi dalam pengelolaan anggaran pendidikan di sejumlah provinsi.
Menurutnya, dana yang tersentralisasi di tingkat provinsi kerap tidak efektif dan rawan penyalahgunaan.
Agung yang pernah menjabat sebagai Bupati Brebes mengaku memahami secara langsung bagaimana pemerintah kabupaten/kota lebih cepat menanggapi kebutuhan sekolah.
"Saat saya memimpin Brebes, kewenangan pengelolaan SMA/SMK masih di kabupaten. Kami bisa merespons cepat kebutuhan sekolah, baik itu perbaikan gedung maupun penambahan guru," ujarnya.
“Sekarang, dengan kewenangan di provinsi, banyak keluhan dari kepala sekolah dan orang tua siswa soal lambatnya penanganan masalah," ucapnya menambahkan.
Agung menyebutkan, di Kabupaten Brebes saja, sekitar 15 persen SMA/SMK mengalami keterlambatan rehabilitasi ruang kelas akibat proses perencanaan di tingkat provinsi yang dinilai rumit.
Selain itu, Agung menyoroti ketimpangan infrastruktur pendidikan antara daerah terluar dan perkotaan.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah tahun 2024, hanya 65 persen sekolah di daerah seperti Cilacap dan Wonosobo yang memiliki fasilitas memadai. Sementara di kota besar seperti Semarang dan Surakarta, angka tersebut mencapai 85 persen.
“Ini bukti bahwa pengelolaan terpusat di provinsi justru memperlebar ketimpangan. Kabupaten/kota lebih paham kondisi di lapangan dan bisa mengalokasikan dana secara adil,” papar Agung.
Agung menambahkan, RUU Sisdiknas yang sedang dibahas di DPR harus memastikan alokasi dana khusus dari pusat ke kabupaten/kota berjalan transparan dan tepat sasaran.
Dia mengaku menerima banyak laporan dari guru, orangtua, dan siswa yang mengeluhkan minimnya perhatian provinsi terhadap sekolah mereka.
“Pendidikan adalah hak dasar warga negara. Jangan biarkan birokrasi yang berbelit dan kebijakan yang tidak merata menghambat masa depan anak-anak kita,” imbuh Agung.