Jokowi Mania Pertanyakan Urgensi Pemakzulan Gibran, Ini Kata Refly Harun
Siti Nurjannah Wulandari July 03, 2025 07:32 AM

TRIBUNNEWS.COM - Forum Purnawirawan Prajurit TNI kembali mendesak DPR RI untuk segera memproses impeachment atau pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Menurut Wakil Ketua Umum Jokowi Mania Andi Azwan, apa yang diinginkan oleh Forum Purnawirawan TNI adalah kehendak sepihak.

Andi lantas mempertanyakan urgensi dari pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari kursi wakil presiden.

Ia menyebut bahwa Gibran adalah seorang anak muda yang dipilih oleh 58 persen pemilih.

Pada Pemilu 2024 lalu, pasangan satu paket ialah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sehingga tak bisa dipilah-pilah.

Hal itu disampaikan Andi dalam acara Kompas Petang di Kompas TV, Rabu (2/7/2025).

"Itu bukan dipilah-pilah loh Prabowo-Prabowo, Gibran-Gibran seperti di Filipina. Ini kan berbeda. (Sistem) kita ini presidensial dan juga adalah satu paket," ucap Andi.

Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun lantas menjelaskan bahwa mengaitkan pemakzulan dengan mengatakan presiden dan wakil presiden sebagai satu paket adalah kesalahan besar.

Ia menyebut, pemakzulan bisa dilakukan terhadap presiden saja, wakil presiden saja, maupun keduanya.

"Jadi nothing to do dengan soal pemilihan paket seperti Filipina dan lain sebagainya itu salah ya. Jadi kalau kita kutip (Presiden ke-7 RI Joko Widodo) Jokowi dan diulangi oleh yang Andi (katakan) itu salah. Itu saya katakan salah," tutur Refly.

Refly Harun mengatakan pemakzulan tak ada urgensinya, tetapi ini bukan soal perlu tidaknya pemakzulan, melainkan apakah seorang presiden dan wakil presiden itu memenuhi article of impeachment.

"Nah, article of impeachment itu bukan atas putusan pengadilan negeri, bukan atas putusan Mahkamah Agung, tetapi berlaku yang namanya forum privilegiatum dan impeachment. Dua hal sekaligus," ungkap Refly Harun.

Pertama, ialah proses politik di DPR, kemudian ke Mahkamah Konstitusi (MK), lalu kembali ke DPR dan MPR. 

"Jadi DPR itu memang murni politik. Jadi nanti tergantung konstelasi politik yang ada. Kalau kita pakai hitung-hitungan, memang enggak akan maju. Tapi kan bukan hitung-hitungan yang akan menentukan." 

"Yang menentukan itu dua hal, eskalasi dari bawah dan eskalasi dari atas dari elite. Elite ya Pak Prabowo (Subianto), misalnya, Megawati (Soekarnoputri), Surya Paloh, Bahlil (Lahadalia) dan lain sebagainya," tutur Refly.

Menurutnya, ini tergantung sejauh mana mereka melihat adakah political interest atau insentif politik untuk memakzulkan Gibran.

Sedangkan dari bawah, ialah sejauh mana masyarakat menghendaki pemakzulan tersebut.

"Kalau people power itu terjadi ya saya kira perubahan akan cepat. Cuma saya kan tidak mengatakan apakah people power bakal terjadi atau tidak, tapi intinya adalah bisa dari atas dan bisa dari bawah," ujarnya.

Oleh sebab itu, Refly mengatakan bahwa pemakzulan tak ada kaitannya dengan persentase hasil pemilu.

"Ini adalah sebuah aspirasi masyarakat. Aspirasi itu mau dia cuma satu orang doang, asal dia kemudian didukung oleh elite dan kemudian didukung oleh kekuatan bawah ya jadi (pemakzulan)," terangnya.

Apalagi, sambungnya, yang menyuarakan pemakzulan adalah ratusan jenderal, laksamana, dan marsekal. Menurut Refly, mereka tidak main-main terkait hal tersebut.

"Jadi karena itu menurut saya, kita melihat impeachment ini slow ya santai saja. Kalau seandainya memang kuat alasannya didukung oleh rakyat dan elite, jadi itu barang. Tapi kalau tidak tidak kuat dan tidak didukung elite, maka tidak akan pernah terjadi," ungkap Refly.

Desakan Forum Purnawirawan

Diberitakan sebelumnya, desakan Forum Purnawirawan TNI disampaikan dalam sebuah jumpa pers di kawasan Kemang, Jakarta, pada Rabu hari ini.

Jumpa pers ini dihadiri sejumlah purnawirawan TNI seperti Slamet Soebijanto, Kepala Staf TNI Angkatan Laut; Hanafie Asnan, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara; mantan Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Mayjen (Purn) Soenarko.

Hadir juga sejumlah tokoh di antaranya politikus sekaligus budayawan, Erros Djarot; pakar hukum tata negara, Refly Harun; hingga Said Didu.

Menurut Fachrul, Gibran telah memenuhi sejumlah ketentuan sebagaimana tertuang dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur alasan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden.

"Apakah sudah memenuhi syarat untuk sesuai dengan Undang-Undang Dasar Pasal 7A? Sudah sangat memenuhi syarat," kata Fachrul dalam jumpa pers.

Dia menjelaskan, sedikitnya tiga dari enam kriteria dalam pasal tersebut telah terpenuhi. Pertama, adanya tindakan tercela yang dinilai merusak martabat jabatan wakil presiden. 

Kedua, dugaan keterlibatan dalam praktik korupsi meski belum terbukti secara hukum. Ketiga, Gibran tidak lagi memenuhi syarat sebagai wakil presiden sebagaimana disebutkan secara eksplisit dalam UUD 1945.

"Jadi kalau dari aspek itu saya kira sudah terpenuhi, tinggal sebetulnya DPR mengambil langkah-langkah mengusut apa betul sesuai itu, dan kalau sudah saya kira enggak usah tunggu lama-lama lah," tegas Fachrul.

Fachrul juga menyinggung kekhawatiran atas citra bangsa di mata dunia internasional apabila tidak ada langkah tegas dari lembaga legislatif.

"Kasian bangsa ini, apa jadinya bangsa ini. Nanti jadi bahan ketawaan negara lain kita ini. Dipimpin oleh tamatan SMP, yang enggak jelas juga ilmunya, yang mengaku bahwa dia enggak pernah baca-baca pak, enggak ada budaya baca di rumah kami, kata beliau kan ya. Mungkin budayanya budaya main game," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, Forum Purnawirawan TNI sudah mengirimkan surat kepada DPR dan MPR agar segera memproses pemakzulan Gibran.

Namun, hingga kini DPR dan MPR tak kunjung memulai proses pemakzulan Gibran.

(Deni/Fersianus)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.