TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto agar dihukum tujuh tahun penjara dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait penggantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, Harun Masiku.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan pidana denda sebesar Rp600 juta subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan," kata jaksa dalam sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Dalam tuntutannya, jaksa turut menyampaikan hal yang memberatkan dan meringankan.
Adapun hal yang memberatkan adalah Hasto dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
"(Hal memberatkan lainnya) terdakwa tidak mengakui perbuatannya," kata jaksa.
Sementara, hal yang meringankan adalah terdakwa bertindak sopan selama persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
Dengan tuntutan ini, jaksa menganggap berdasarkan fakta persidangan, Hasto telah memenuhi unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, jaksa mengatakan bahwa dijeratnya Hasto dalam kasus ini bukanlah wujud dendam terhadapnya.
Dia mengibaratkan proses hukum terhadap politikus asal Yogyakarta itu sebagai wujud pembayaran "utang kebenaran".
"Tuntutan pidana ini bukanlah merupakan sarana balas dendam, melainkan suatu pembelajaran agar kesalahan-kesalahan serupa tidak terulang di kemudian hari," ujarnya.
Sebelum sidang, Hasto meyakini bahwa dirinya tidak bersalah dalam kasus Harun Masiku tersebut.
Dia menganggap selama persidangan digelar, banyak kejanggalan dalam proses hukum terhadapnya.
“Karena itulah hari ini saya juga dengan penuh keyakinan untuk mengikuti persidangan dengan agenda mendengarkan tuntutan dari jaksa penuntut umum,” kata dia.
Hasto lantas menjelaskan salah satu kejanggalan adalah dibukanya kembali putusan persidangan sebelumnya yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
“Karena di dalam fakta-fakta persidangan ini telah terungkap bahwa proses dari ulang yang dilakukan terhadap putusan yang sudah inkrah pada tahun 2020 ternyata begitu banyak rekayasa hukum. Tidak ada suatu fakta-fakta hukum yang mengarahkan kepada dakwaan dari JPU,” ucap dia.
Di sisi lain, Hasto mengaku pleidoi telah selesai dibuatnya meski pembacaan tuntutan oleh jaksa baru dimulai hari ini.
Dia menegaskan siap membacakan pleidoinya tersebut dalam sidang selanjutnya.
"Yang penting good news-nya, pleidoi sudah saya selesaikan, tinggal nanti menyesuaikan dengan tuntutan dari JPU dan minggu depan saya siap bacakan dengan berbagai referensi-referensi yang menunjukkan pentingnya the morality of law, pentingnya due process of law. Terima kasih,” kata Hasto yang lalu melanjutkan ke ruang persidangan.
(Yohanes Liestyo Poerwoto)