Penjelasan Soal Fatwa Haram Sound Horeg dalam Bahtsul Masail Ponpes Jawa-Madura di Pasuruan
Dwi Prastika July 04, 2025 12:30 AM

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Galih Lintartika

TRIBUNJATIM.COM, PASURUAN - Dalam Bahtsul Masail Forum Satu Muharram (FSM) di Pondok Pesantren Besuk, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, para kiai, santri dari lebih 50 pondok pesantren se-Jawa dan Madura sepakat mengeluarkan fatwa bahwa pertunjukan sound horeg haram secara mutlak.

Keputusan mendalam itu lahir dengan pertimbangan syariat Islam dan dampak sosial yang ditimbulkan.

Forum yang digelar rutin setiap 1 Muharram tersebut membahas berbagai persoalan kekinian di masyarakat, salah satunya tren sound horeg yang kian menjamur di berbagai daerah. 

Para ulama sepakat, fenomena ini bukan sekadar masalah kebisingan, tetapi juga membawa dampak moral yang serius bagi generasi muda.

“Setiap tahun kami menggelar Bahtsul Masail untuk membahas isu kekinian. Tahun ini, salah satu isu utama yang kami bahas adalah sound horeg. Setelah ditelaah dari berbagai aspek, kami menyatakan sound horeg hukumnya haram,” ujar Pengasuh Ponpes Besuk, KH Muhibbul Aman Aly, Kamis (3/7/2025).

Rois Syuriah PBNU itu menjelaskan, istilah “sound horeg” merupakan fenomena baru yang muncul sekitar 10 tahun terakhir. 

Menurutnya, ini bukan hanya sekadar menyetel sound system dengan volume keras, tetapi disertai pertunjukan terbuka yang melibatkan joget bebas, pakaian tidak pantas, hingga perilaku menyimpang lainnya yang ada di pertunjukannya.

“Sound horeg bukan cuma soal suara. Tapi paket hiburan yang diusungnya yang justru jadi masalah. Ada jogetan liar, campur baur muda-mudi. Ini bukan hiburan yang mendidik, justru merusak,” tegasnya.

Ia menambahkan, fatwa haram ini tidak hanya berlaku saat sound horeg mengganggu ketertiban umum.

Bahkan dalam kondisi tidak mengganggu sekalipun, pertunjukan tersebut tetap dinilai melanggar syariat, karena kontennya yang dinilai merusak akhlak.

“Jadi ini bukan tentang seberapa keras volumenya, tapi tentang apa yang terjadi di sekitarnya. Tontonan-tontonan vulgar, aurat terbuka, suasana tak kondusif. Maka kami nyatakan haram secara mutlak,” tandasnya.

Fenomena ini juga dinilai telah menggeser nilai-nilai dalam tradisi budaya seperti Agustusan.

Jika dulu anak-anak merayakan dengan pawai kostum pahlawan, pakaian adat hingga lomba rakyat, kini digantikan dengan pawai truk berspeaker besar dan pertunjukan bebas di jalanan.

“Banyak masyarakat yang mengeluhkan kondisi ini. Banyak masyarakat yang resah karena Ini bukan lagi budaya bangsa, tapi hiburan tak berbatas yang menggerus moral generasi penerus bangsa,” ujarnya.

KH Muhib menyerukan agar pemerintah, baik daerah maupun pusat, ikut turun tangan menertibkan tren sound horeg yang meresahkan. 

Ia menegaskan, fatwa dari kalangan pesantren sudah jelas, kini saatnya pemerintah bersikap terkait fenomena ini.

“Kami tidak mengkritik teman-teman yang mencari nafkah lewat sound, atau UMKM yang berjualan saat pertunjukan. Karena yang kami soroti adalah konten dan dampak sosial serta moral generasi penerus bangsa,” paparnya. 

Dia juga mengajak semua pihak duduk bersama, mencari solusi bersama karena tanggung jawab semua pihak.

Semisal sound horeg tanpa ada pertunjukan yang mengiringinya itu tidak lagi menjadi haram. 

Ia menekankan, menjaga akhlak generasi muda adalah kerja kolektif.

“Fatwa sudah kami keluarkan. Tapi kerja besar ini butuh dukungan semua elemen, seperti pemerintah, masyarakat, dan lainnya. Jangan sampai akhlak rusak hanya karena kita diam melihat budaya yang tak mendidik,” urainya.

Terpisah, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pasuruan, KH Imron Mutamakkin, secara tegas menyatakan sepakat dengan keputusan forum Bahtsul Masail itu.

la berharap pemerintah segera merespons hasil tersebut secara konkret.

"Kita sepakat dan mendukung hasil tersebut. Karena mushohhih dalam forum Bahtsul Masail itu juga dari pengurus NU, termasuk dari PBNU. Harapan kami, pemerintah bisa segera merespons ini," tutupnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.