Laporan khusus Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK — Program Rintisan Sekolah Swasta Gratis (RSSG) di Kota Depok telah berjalan lebih awal dibanding pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperkuat kewajiban negara dalam menjamin pendidikan gratis 9 tahun sekolah negeri dan swasta.
Namun, di balik semangat positif program RSSG ini, para kepala sekolah justru mengaku kebingungan.
"Baru dipesan (pelaksanaan sekolah gratis) untuk SMP aja. Landasan mungkin sejalan dengan putusan MK (soal sekolah SD-SMP gratis) yang tempo hari kan, yang menggratiskan," ujar Nasir, Kepala SMP Islam Hidayatul Athfal, Cinere, Depok, Selasa (1/7/2025).
Masalah terbesar bukan pada niat baik program, melainkan pada pembiayaan teknis: dari seragam hingga gaji guru.
"Saya masih bingung. Bagaimana ini untuk seragam. Terkait hal itu, belum ada jawaban yang pasti," ujar Nasir, Kepala SMP Islam Hidayatul Athfal, Cinere, Depok, Selasa (1/7/2025).
Menurut Nasir, sekolahnya telah menandatangani MoU dengan Pemkot Depok untuk menjalankan program RSSG dengan pembiayaan Rp250 ribu per siswa per bulan, atau Rp3 juta per tahun.
Dana itu hanya cukup menutup biaya SPP yang dipatok sekolah sebesar Rp150 ribu. Sisanya digunakan untuk kegiatan seperti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dan Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS).
Namun kebutuhan peserta didik baru, seperti seragam, formulir pendaftaran, dan buku ajar, belum sepenuhnya terakomodasi.
"Dari Disdik menyarankan agar peserta didik kelas 7 menggunakan seragam SD terlebih dahulu," jelas Nasir.
Di sisi lain, ia juga khawatir tentang keberlangsungan operasional sekolah karena dana BOS dari Januari 2025 belum cair, dan belum ada kejelasan waktu pencairan dana RSSG.
"Kalau enggak cair tepat waktu, sekolah harus nalangin dana operasional. Itu berat," imbuhnya.
Senada, Udin Saepullah, Kepala SMP Gelora Depok, menuturkan bahwa SPP di sekolahnya rata-rata Rp200 ribu, tergantung gelombang masuk.
Ia memastikan pihak sekolah akan mematuhi larangan pungutan lain dari Pemkot. Namun, tetap menyatakan belum tahu mekanisme pencairan dan apakah dana Rp250 ribu cukup untuk menutup semua kebutuhan operasional.
Nurhaidah, Kepala SMP Cakra Nusantara, menilai dana RSSG cukup jika sekolah menyesuaikan kegiatan.
"SPP di sini Rp100 ribu. Sisanya dari dana RSSG untuk ujian dan operasional ringan. Enggak ada MPLS, jadi biaya ditekan," katanya.
Buku pelajaran juga dipinjam dari perpustakaan dan tidak lagi beli LKS.
Program RSSG Depok ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XXI/2023 yang ditegaskan pada 27 Mei 2025. MK menyatakan bahwa negara wajib menjamin pendidikan gratis selama sembilan tahun, baik di sekolah negeri maupun swasta. Segala bentuk pungutan pada pendidikan dasar dan menengah, khususnya bagi keluarga tidak mampu, bertentangan dengan UUD 1945.
Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti, menyebut bahwa peraturan teknis pelaksanaan putusan MK sedang disiapkan lintas kementerian. Termasuk revisi skema dana BOS agar sekolah swasta bisa menghapus pungutan, bukan sekadar menggantikan biaya sebagian.
Meski regulasi pusat sedang dibenahi, pelaksanaan di lapangan tetap menghadapi tantangan. Ketidakjelasan alokasi dan pencairan dana menjadi hambatan utama bagi sekolah peserta program RSSG untuk menjalankan operasional harian tanpa memberatkan orang tua.
Antusiasme masyarakat terhadap program ini cukup tinggi. Hingga 1 Juli 2025, tercatat ada 50 sekolah swasta yang telah bergabung dalam program RSSG. Daftarnya mencakup sekolah Islam, pesantren, dan umum. Beberapa sekolah bahkan sudah menutup pendaftaran karena kuota peserta didik baru telah terpenuhi.
Wali Kota Depok Supian Suri sebelumnya juga telah menandatangani MoU dengan Kemenag Depok untuk 11 Madrasah Tsanawiyah (MTs) swasta yang tergabung dalam RSSG. Total daya tampung seluruh MTs tersebut mencapai 640 siswa kelas VII.