Prabowo ke BRICS, Pemerintah Minta Publik Jaga Hubungan Indonesia-Brasil Usai Insiden di Rinjani
Wahyu Aji July 04, 2025 05:32 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah buka suara terkait polemik insiden kematian Warga Negara Brasil Juliana Marins di Gunung Rinjani, NTB, 26 Juni yang lalu.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra menyerukan semua pihak agar menjaga hubungan baik Indonesia-Brasil.

Apalagi, kata Yusril, saat ini Presiden Prabowo Subianto sedang menghadiri pertemuan negara-negara anggota BRICS di Brasil.

"Pemerintah Indonesia sangat concern dan berduka atas kematian warga Brasil, Juliana Marins akibat terjatuh ke dalam jurang sedalam 600 meter di tebing Gunung Rinjani. Pemerintah menganggap insiden tersebut adalah insiden kecelakaan yang dapat terjadi pada setiap pendaki gunung. Apalagi medan Rinjani yang berat dan cuaca ekstrem sedang terjadi saat itu," kata Menko Yusril dalam keterangan tertulis kepada media di Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Pemerintah, lanjut Yusril, telah menjelaskan kepada publik mengenai insiden tersebut, termasuk mengenai upaya evakuasi dan otopsi yang dilakukan di sebuah Rumah Sakit di Denpasar.

Upaya evakuasi memang tidak secepat seperti yang diharapkan. Penggunaan helikopter tidak dapat dilakukan di medan bertebing di tengah cuaca ekstrem, sebagaimana diharapkan oleh keluarga korban. Tebing-tebing dan hutan tropis di Rinjani berbeda dengan tebing-tebing salju di Himalaya. Satu-satunya cara adalah evakuasi vertikal secara manual yang dilakukan oleh SAR dan Tim Relawan, sehingga proses evakuasi berjalan tidak secepat yang diharapkan.

Menurut Yusril, hasil otopsi telah dengan jelas menunjukkan bahwa Juliana Marins meninggal antara 15-30 menit setelah badannya terhempas di bebatuan gunung akibat kerusakan organ dan patah tulang yang parah karena terjatuh dari ketinggian 600 meter itu.

"Pihak keluarga memang mempertanyakan jarak waktu antara saat terjatuh dan kematian, karena mereka berpikir ada keterlambatan datangnya pertolongan, sementara korban diduga masih hidup. Secara medis, secepat apapun pertolongan datang, upaya untuk menyelamatkan nyawa korban dalam insiden jatuh seperti itu hampir mustahil dapat dilakukan," kata Yusril.

Bahwa kemudian keluarga korban minta dilakukan otopsi ulang di Brasil untuk memastikan waktu kematian, Yusril mengatakan, Pemerintah RI mempersilakan dan menghormati keinginan tersebut.

"Secara teoritis, jika metodologi otopsi dilakukan mengikuti standar forensik yang sama, hasilnya tidak akan jauh berbeda," jelas Yusril.

Meninggalnya Juliana menimbulkan pro kontra di media sosial. Kematian Juliana berimbas terhadap perang rating yang dilakukan netizen Brasil dan Indonesia.

Usai banyak warganet Brasil yang memberi rating jelek Gunung Rinjani di Google Maps.
Netizen Indonesia turut memberi rating buruk di Hutan Amazon.

Sebelumnya jenazah Juliana, pendaki asal Brasilyang ditemukan tewas usai jatuh di Gunung Rinjani, Lombok, Indonesia, akhirnya tiba di São Paulo, Brasil, pada Selasa (1/10/2025).

Namun kedatangan jenazah bukan akhir dari cerita tragis ini. Justru menjadi awal dari upaya keluarga untuk mencari kebenaran

Keluarga Juliana, melalui Defensoria Pública da União (DPU), mengajukan permintaan resmi ke Advocacia-Geral da União (AGU) untuk dilakukan otopsi ulang sesaat setelah jenazah tiba di Brasil.

AGU menyetujui permintaan itu dan langsung mengajukannya ke Pengadilan Federal di Niterói.

Autopsi ulang akan dilakukan maksimal enam jam setelah jenazah mendarat. Proses ini dinilai penting guna memastikan penyebab kematian dan waktu pasti meninggalnya Juliana.

Hal ini karena terdapat dugaan bahwa korban masih hidup selama beberapa hari setelah kecelakaan, namun gagal mendapatkan pertolongan dengan segera.

“Kami ingin tahu benar apa yang terjadi pada Juliana. Ada banyak hal yang belum jelas, dan sejak awal kami merasa diabaikan,” ujar Mariana Marins, saudari korban, dalam pernyataannya kepada media Brasil.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.