Membangkitkan Kebanggaan Industri Penerbangan Nasional melalui Penguatan SDM dan Profesi
Samsul Arifin July 05, 2025 11:30 AM

Oleh : Afen Sena, Doktor Manajemen Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta

TRIBUNJATIM.COM - “Mengapa anak muda Indonesia lebih bangga jadi selebgram daripada teknisi pesawat atau pilot?”

Pertanyaan itu terdengar ringan, tetapi menyimpan gugatan besar terhadap arah pembangunan industri strategis kita, terutama penerbangan.

Dalam era digital yang serbacepat dan penuh disrupsi, kebanggaan terhadap profesi di sektor teknis dan transportasi mulai terkikis. Padahal, penerbangan adalah tulang punggung mobilitas nasional dan wajah kedaulatan udara Indonesia.

Membangkitkan industri penerbangan nasional tidak cukup hanya dengan membeli armada baru atau membangun bandara mewah. 

Yang lebih penting adalah membangun kebanggaan dan kapasitas SDM-nya. Karena manusia adalah mesin sesungguhnya di balik teknologi.

Kebanggaan yang Luntur, Profesi yang Terabaikan

Dalam beberapa tahun terakhir, profesi-profesi penerbangan tidak lagi menjadi aspirasi utama generasi muda. Menjadi pilot atau teknisi bukan lagi cita-cita populer. 

Berbagai survei menunjukkan menurunnya minat anak muda terhadap sektor transportasi udara, sementara industri ini justru memerlukan regenerasi besar-besaran.

Salah satu sebabnya adalah ketidakjelasan jenjang karier, rendahnya apresiasi sosial, serta terbatasnya narasi publik tentang pentingnya profesi ini.

Di sisi lain, profesi berbasis eksistensi digital justru dipersepsikan lebih keren dan cepat menghasilkan.

Padahal, menurut teori self-determination (Deci & Ryan, 1985), kebanggaan terhadap profesi merupakan salah satu faktor intrinsik yang mendorong seseorang bertahan dan berkembang dalam kariernya. Tanpa kebanggaan, SDM terbaik akan cepat lari ke bidang lain.

SDM Penerbangan: Aset Strategis yang Terabaikan

Indonesia memiliki lebih dari 300 bandara dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Namun, kapasitas SDM penerbangan kita belum sebanding dengan kompleksitas tantangan geografis dan ekonomi.

Banyak pilot dan teknisi lulusan dalam negeri yang akhirnya memilih bekerja di luar negeri karena lingkungan kerja di sana lebih menjanjikan.

Lembaga pendidikan seperti Perguruan Tinggi Kedinasan Penerbangan (PTKL) di bawah Kementerian Perhubungan sebenarnya telah menghasilkan ribuan lulusan setiap tahun. Namun, sistem industri di dalam negeri belum sepenuhnya memberi ruang tumbuh dan bangga bagi para profesional muda ini.

Gugatan: Industri Tanpa Spirit Nasionalisme SDM?

Industri penerbangan sering dibahas dari sisi komersial atau infrastruktur. Jarang sekali kita membicarakan “nasionalisme profesional” yang hidup di antara para SDM-nya. Tanpa identitas dan rasa memiliki, profesi teknis hanya akan dianggap sebagai pekerjaan kasar, bukan sebagai pengabdian profesional.

Jika kebijakan nasional tidak membentuk ekosistem yang membanggakan profesi penerbangan, maka tidak heran jika sektor ini kesulitan mencari talenta baru. Lebih parah, mereka yang sudah berpengalaman pun enggan kembali.

Pro-Kontra: Antara Modernisasi dan Nasionalisasi

Sebagian kalangan menilai bahwa profesionalisme lebih penting daripada nasionalisme. Mereka berargumen bahwa talenta harus bersaing di pasar global. Namun, pendapat ini melupakan pentingnya menjaga keberlanjutan nasional. Apa gunanya kita mencetak teknisi andal kalau semua bekerja untuk maskapai asing?

Sebaliknya, terlalu menekankan nasionalisme tanpa memberi insentif dan sistem kerja yang sehat hanya akan menghasilkan kebanggaan kosong. Maka, keseimbangan antara daya saing global dan rasa memiliki lokal adalah kunci.

Jalan Tengah: Membangun Narasi, Menciptakan Ekosistem

Langkah-langkah berikut dapat membangkitkan kembali kebanggaan terhadap profesi penerbangan:

1. Narasi publik: Perlu kampanye kreatif dan edukatif yang mengangkat kisah inspiratif pilot, teknisi, dan awak udara sebagai pahlawan modern.

2. Kemitraan pendidikan-industri: PTKL dan sekolah penerbangan swasta harus terlibat langsung dalam inovasi kurikulum, magang, dan penempatan kerja.

3. Insentif kebanggaan: Penghargaan untuk SDM berprestasi, akses beasiswa, dan promosi media dapat membentuk budaya apresiatif.

4. Platform komunikasi profesional: Forum diskusi, komunitas, dan pameran profesi dapat menjadi ruang berbagi semangat dan pengalaman.

5. Keterlibatan generasi muda: Kegiatan berbasis STEM, lomba aeronautika, dan eksplorasi teknologi dirgantara harus menyasar pelajar sejak dini.
Penutup: Membangun Langit dari Dalam Diri

Penerbangan bukan hanya soal mengudara. Ia adalah tentang keberanian, disiplin, tanggung jawab, dan semangat melayani bangsa. SDM penerbangan kita bukan sekadar operator, mereka adalah penjaga langit. Maka sudah saatnya kebanggaan terhadap profesi ini ditanamkan kembali ke generasi muda.

PTKL Kemenhub dan lembaga sejenis memiliki peran penting sebagai garda depan pendidikan dan penyuluh kebanggaan profesi. Tapi kebanggaan tidak bisa diajarkan; ia harus ditumbuhkan lewat contoh, apresiasi, dan narasi publik yang hidup.

Kita tidak butuh lebih banyak pesawat jika tidak punya manusia yang siap menerbangkannya dengan penuh semangat. Maka, mari bangkitkan industri penerbangan dari dalam: dari hati dan harga diri para SDM-nya.

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.