TRIBUNNEWS.COM - Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), yang bertugas mendistribusikan makanan dan pasokan bantuan di Jalur Gaza,jadi korban serangan genosida Israel di Gaza, Palestina, Sabtu (5/7/2025).
Setidaknya dua pekerja bantuan AS tersebut terluka.
"Alhamdulillah luka-luka itu tidak mengancam jiwa," kata pihak GHF, yakni Pendeta Johnnie Moore.
Penyataan Pendeta Johnnie Moore tersebut diunggah di akun X-nya, dirinya juga meminta orang-orang untuk berdoa bagi yang terluka dan keluarga mereka.
GHF telah menjadi sumber kritik yang meluas sejak didirikan pada bulan Mei, mengutip Al Jazeera.
Kelompok-kelompok bantuan internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menolak untuk bekerja sama dengan badan yang didukung AS dan Israel itu.
Penolakan tersebut lantaran menganggap GHF melanggar prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dengan mengoordinasikan pengiriman dengan pasukan Israel yang didukung oleh personel keamanan AS yang disewa dan dipersenjatai secara pribadi.
Diketahui lebih dari 600 warga Palestina telah tewas saat menunggu bantuan makanan yang didistribusikan di lokasi-lokasi GHF, kata Kementerian Kesehatan Gaza.
Israel masih masif melakukan serangan ke Gaza, menyebabkan warga sipil jadi korban, termasuk serangan Angkatan Laut Israel menargetkan sebuah kafe tepi
pantai, kota Gaza menewaskan sedikitnya 39 orang, termasuk wanita dan anak-anak.
Pada Rabu (30/6/2025), serangan Israel tersebut membuat kehancuran banyak pecahan kaca berserakan, meja dan kursi hancur.
Kafe tersebut merupakan tempat penting bagi jurnalis, aktivis, dan warga Palestina untuk mencari koneksi internet, listrik, dan sekadar tempat untuk bersantai.
Serangan menewaskan sedikitnya 24 orang menurut sumber medis dari Rumah Sakit Shifa, korban teridentifikasi jurnalis, aktivis, dan warga sipil, termasuk anak-anak.
Serangan dilakukan tanpa peringatan, dengan bom yang jatuh dari jet tempur.
Kafe tidak memiliki afiliasi politik atau militer, mengutip Al Jazeera.
Senjata penyerangan
Para ahli mengatakan penggunaan amunisi berat dalam serangan hari Senin (30/6/2025) yang menewaskan puluhan orang mungkin merupakan kejahatan perang.
Mengutip dari theguardiuan.com Militer Israel menggunakan bom seberat 500 pon atau 230 kg.
Senjata yang kuat dan tidak pandang bulu tersebut menghasilkan gelombang ledakan besar dan menyebarkan pecahan peluru ke area yang luas.
Telah diidentifikasi oleh para ahli persenjataan, bom tersebut sebagai bagian dari bom serbaguna MK-82 seberat 230 kg.
Bom buatan AS tersebut banyak digunakan dalam berbagai operasi pengeboman dalam beberapa dekade terakhir
Trevor Ball seorang peneliti senjata dan mantan teknisi penjinak bahan peledak Angkatan Darat AS, mengidentifikasi bagian ekor Jdam dan baterai termal yang katanya menunjukkan bom MPR500 atau MK-82 dijatuhkan.
Seorang pengungsi Palestina Yahya Sharif mengatakan bahwa, “Israel mengebom tempat ini dengan jet tempur, kami menemukan orang-orang yang
terpecah belah, tempat ini tidak berafiliasi dengan siapapun, tidak ada politik dan tidak ada hubungan dengan militer apapun, tempat itu penuh sesak dengan anak-anak untuk pesta ulang tahun”.
(mg/Ahmad Dhonan Rosyidin)
Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)