BANJARMASINPOST.CO.ID, PELAIHARI - Meski bukan komoditas unggulan pertanian, namun waluh (cucurbita) menjanjikan keuntungan berlimpah jika dibudidayakan secara tepat. Sekali panen bisa meraup hasil hingga puluhan juta.
Hal itulah yang membuat beberapa petani di Kabupaten Tanahlaut (Tala), Kalimantan Selatan (Kalsel), tetap membudidayakannya. Salah satunya Samsiar yang sejak empat tahun lalu menanam waluh di kampungnya di Desa Gunungraja, Kecamatan Tambangulang.
Saat ini dirinya sedang panen raya waluh. Bersama lima orang pekerja, Sabtu kemarin ia memanen waluhnya di lahannya yang berada di wilayah RT 7 Dusun 3. Hamparan lahan usaha tani di lingkungan ini mayoritas merupakan kebun jagung.
Dari luasan satu hektare tanaman waluhnya, Samsiar yang juga menjabat kades Gunungraja ini memperoleh hasil sekitar tujuh ton. Harga waluh di kebun saat ini Rp 3.750 per kilogram. Satu biji ukuran besar bobotnya bisa mencapai 5-6 kilogram.
Ia tak perlu capek-capek mengangkutnya kepada pedagang pengumpul. Cukup dipetik lalu dikumpulkan pada satu titik di kebunnya, pembeli yang akan datang dan mengangkutnya.
"Alhamdulillah kalau Rp 25-an juta, dapat lah pada panen kali ini. Dipotong modal sekitar Rp 8 juta, ya masih lumayan lah hasilnya," ucap Samsiar, Minggu (6/7/2025).
Dikatakannya, apabila fase vegetatif (pertumbuhan) dan generatif (perkembangan) waluh bagus maka bisa dapat hasil panen hingga 9 ton.
Hasil panenan kali ini kurang maksimal karena menanamnya agak dadakan lantaran memanfaatkan lahan jagung yang rusak terserang tikus. Lalu bergegas ia tanami waluh.
Samsiar mengatakan menanam waluh lebih menguntungkan dibanding jagung apabila bisa membaca pasar. Artinya, sebelum menanam lebih dulu harus mencari informasi sentra-sentra waluh di daerah lain agar panennya tidak berbarengan.
Pasalnya apabila serentak panen, sesuai hukum ekonomi maka harga akan jatuh. Hal seperti ini pernah ia alami beberapa tahun lalu, hanya dapat hasil Rp 3,8 juta sedangkan modal habis sekitar Rp 15 juta.
Namun ia juga pernah meraup untung besar yakni pada bulan puasa lalu. "Kemarin itu saya dapat hasil Rp 43 juta dari luas tanam 1 hektare. Harga pas bagus yakni Rp 5.500 per kilogram," paparnya.
Menurutnya, membudidayakan waluh lebih mudah dibanding jagung. Juga tak gampang terserang hama penyakit. Masa panennya pun tak begitu lama yakni 80-90 hari atau sekitar tiga bulan.
Itulah yang membuatnya sejak empat tahun lalu hingga sekarang tetap menanam waluh, selain menanam jagung. Ia menanamnya secara semi tumpang sari.
Ketika jagung mulai masuk waktu pemanenan, ia mulai menanam waluh di sela-sela barisan tanaman jagung. Dalam setahun, rata-rata dua kali Samsiar menanam waluh.
Bertani dikatakannya telah menjadi profesinya sejak dulu, jauh sebelum mendapat amanah sebagai kades. Karena itu, di sela kesibukannya sebagai kades, dirinya tetap bertani.
Pagi sebelum ngantor, kerap ia lebih dulu dirinya mengurusi kebun jagung/waluhnya. Kemudian selepas jam kerja, juga kembali mengurusi kebunnya.
Lumayan banyak buruh tani yang ia serap sebagai pekerja. Terutama pada saat tanam dan saat masa panen. Paling banyak menyerap buruh tani yakni saat memetik (panen) jagung.
(banjarmasinpost.co.id/banyu langit roynalendra nareswara)