TRIBUNNEWS.COM, RIO DE JANEIRO – Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva membuka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-17.
Dalam paparannya, ia mengkritik tatanan global yang dinilai lebih mudah mendanai perang ketimbang perdamaian.
Lula menyebut struktur global saat ini sedang mengalami keruntuhan multilateralisme dan menyoroti ketimpangan alokasi anggaran internasional.
“Lebih mudah mengalokasikan 5 persen dari PDB untuk belanja militer daripada memenuhi janji 0,7% untuk bantuan pembangunan resmi,” kata Lula di hadapan para pemimpin negara anggota BRICS di Museum Seni Modern Rio de Janeiro, Minggu (6/7/2025).
Menurutnya, hal itu menunjukkan bahwa sumber daya untuk mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 sebenarnya ada.
Namun, tidak digunakan karena kurangnya prioritas politik.
“Selalu lebih mudah berinvestasi dalam perang daripada dalam perdamaian,” lanjut Lula.
Lula juga menyoroti ketidakefektifan Dewan Keamanan PBB dalam mencegah konflik global.
Dirinya mengusulkan agar BRICS mengambil peran lebih besar dalam mendorong reformasi tata kelola global.
“Jika tata kelola internasional tidak mencerminkan realitas multipolar abad ke-21, maka BRICS harus mengambil peran dalam memperbaruinya,” ujarnya.
Ia menilai dunia kini mengalami krisis kepercayaan dan membutuhkan transformasi mendalam terhadap struktur Dewan Keamanan PBB agar menjadi lebih demokratis dan representatif.
Lula juga menyinggung konflik di berbagai belahan dunia, termasuk Palestina, Ukraina, hingga Haiti. Ia menyampaikan dunia harus tegas terhadap krisis kemanusiaan apa pun.
“Tidak ada yang dapat membenarkan tindakan terorisme yang dilakukan oleh Hamas. Namun, kita juga tidak bisa bersikap acuh terhadap genosida yang dilakukan Israel di Gaza,” tegasnya.