BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU - Petani di Landasan Uin Utara, Kecamatan Lianganggang, Kota Banjarbaru , Maryono mengaku banyak cabai keritingnya busuk diserang lalat buah sehingga terpaksa dibuang agar tidak menular ke buah yang lain.
Setiap dua hari sekali juga dilakukan penyemprotan dengan obat-obatan.
Meski cabai keriting saat ini tembus Rp 35 per kilo ribu dari kebun, Maryono tetap merasa pusing karena hasil panennya berkurang akibat lalat buah dan busuk batang yang menyerang cabainya. “Lalat buah ini bikin pusing. Panen sekarang cuma dapat 15 kilo, kalau tidak rusak paling tidak bisa 30-35 kiloan,” sebutnya.
Ia mengatakan, cuaca yang tidak menentu menjadi salah satu penyebabnya. “Karena cuaca panas hujan,” sebutnya.
Baik Maryonoberharap ada solusi pemerintah setempat mengenai penyakit lalat buah dan busuk batang yang menyerang cabai mereka
Sementara meski saat ini harga cabai mahal, petani di Landasanuin Utara, Kecamatan Lianganggang, Kota Banjarbaru mengeluhkan tanaman cabainya diserang penyakit. Tanaman cabai di Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan itu diserang penyakit ulat buah dan busuk batang.
Seorang petani di Landasanulin, Ari mengeluhkan banyak tanaman cabainya diserang lalat. “Kendalanya saat ini lalat buah, cabai banyak diserang lalat jadi pada busuk buahnya,” katanya kepada Bpost, Minggu.
Selain diserang lalat, beberapa tanaman cabai miliknya juga ada yang terekan penyakit busuk batang, sehingga perlu perawatan ekstra dan perlu mengekuarkan modal lebih banyak. “Kalau yang kena busuk batang diobati, kalau lalat buah harus dibuang,” sebutnya.
Meskipun saat ini harga jual cabai rawit Rp 35 ribu per kilo, ia mengatakan dengan adanya penyakit yang menyerang cabai ini sangat berpengaruh terhadap hasil panen..
Kalangan pedagang kuliner dan ibu rumah tangga di sejumlah daerah di Kalimatan Selatan tentunya tengah gundah. Ini menyusul melonjaknya harga cabai.
Hamsinah, pedagang di Pasar Ulin Raya Kota Banjarbaru, mengatakan cabai rawit mencapai Rp 130 ribu per kilogram. Sementara miawak dijual Rp 100 ribu per kilogram danjaplak Rp 90 ribu.
Adapun cabai keriting dan cabai merah masing-masing Rp 60 ribu per kilogram, dan paling murah yaitu cabai hijau Rp 40 ribu. “Cabai ini berasal dari Jawa. Sudah mahal dari sananya,” katanya kepada Bpost, Minggu (6/7).
Di tengah harga cabai yang melonjak, Hamsinah mengaku tak bisa mengambil banyak dari distributor karena dibatasi.
Pantauan di pasar Pelaihari, Minggu pagi, masih cukup banyak pedagang sayuran yang menjual cabai. Ketersediaannya juga lumayan banyak.
Namun harganya cukup mahal. Terendah Rp 50 ribu per kilogram yakni jenis tiung japrak hijau, sedangkan japrak campur Rp 70 ribu. Termahal yakni cabai tiung mutiara, tembus Rp 100 ribu.
Cabai keriting Rp 60 ribu, cabai taji Rp 70 ribu, sedangkan cabai Jawa yaitu Rp 80 ribu.
Cabai hijau besar tergolong normal yakni Rp 30 ribu per kilogramnya. Ini karena memang jenis cabai ini bukan untuk sambal.
"Sudah sekitar setengah bulan ini harga cabai mulai naik terus," sebut Diansyah, pedagang Pelaihari.
Warga Desa Galam, Kecamatan Bajuin, ini tiap hari berjualan ke Pelaihari. Ia melapak di teras pasar subuh di depan Bajuin Plaza.
Dikatakannya, sepekan yang lalu harga cabai tiung mutiara masih sekitar Rp 80 ribu. Namun secara bertahap terus naik dan sekarang mencapai Rp 100 ribu. "Untung datang lombok dari Jawa. Kalau tidak, wah pasti tambah mahal lagi lombok lokal," tandas Yani.
Senada diutarakan pedagang sayuran lainnya, Riani dari Desa Damit Kecamatan Batuampar. "Naik harga lombok, lumayan mahal karena panenan lombok banyak yang rusak," sebutnya. (roy/riz)