Renato Portaluppi, Arsitek Kebangkitan Fluminense di Piala Dunia Antarklub 2025
GH News July 07, 2025 12:04 PM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dalam waktu singkat, sosok karismatik Renato Portaluppi—yang akrab disapa Renato Gaúcho—telah mengubah Fluminense dari tim papan bawah liga domestik Brasil menjadi penantang serius di ajang Piala Dunia Antarklub 2025.

Pelatih berusia 62 tahun ini kini bersiap memimpin anak asuhnya menghadapi Chelsea dalam laga semifinal yang akan digelar Selasa (9/7/2025) di MetLife Stadium, New Jersey.

Fluminense yang awalnya tidak diunggulkan, tampil mengejutkan. Mereka berhasil menyingkirkan finalis Liga Champions, Inter Milan, di babak 16 besar, dan melanjutkannya dengan kemenangan atas Al-Hilal di perempat final.

Semua itu diraih berkat strategi khas Portaluppi dari pinggir lapangan—penuh ekspresi, berani, dan terkadang kontroversial.

Sebelum memimpin Fluminense, Portaluppi sudah dikenal sebagai salah satu tokoh paling populer sekaligus kontroversial di sepak bola Brasil.

Ia sempat memimpin Gremio sebagai pemain muda meraih gelar Copa Libertadores dan Intercontinental Cup di era 1980-an, dan puluhan tahun kemudian kembali mempersembahkan trofi Libertadores sebagai pelatih Gremio pada 2017.

Sebagai mantan striker, ia mencetak hampir 200 gol sepanjang karier profesionalnya. Salah satu momen paling ikonik adalah saat ia mencetak gol menggunakan perutnya untuk membawa Fluminense meraih gelar juara Rio de Janeiro 1995 atas Flamengo.

Keesokan harinya, ia tampil di halaman depan surat kabar nasional mengenakan mahkota, membawa tongkat dan bola, dengan judul besar: King of Rio.

Meski memiliki catatan prestasi gemilang, perjalanan kariernya tak lepas dari pasang surut. Ia sempat dicoret dari skuad Brasil untuk Piala Dunia 1986 karena dugaan indisipliner, dan dikeluarkan dari Botafogo setelah mengadakan pesta BBQ dengan pemain tim lawan usai kekalahan memalukan.

Sebagai pelatih sejak tahun 2000, Renato dikenal sebagai motivator ulung, terutama dalam turnamen sistem gugur. Namun, hingga kini, ia belum pernah memenangkan liga Brasil.

Ia juga kerap dikritik karena kurang konsisten dalam pendekatan taktik, dan disebut lebih mengandalkan improvisasi ketimbang perencanaan matang. Meski begitu, ia tetap menjadi suara vokal yang menentang tren pelatih asing di Brasil, menilai bahwa pelatih lokal tidak diberi cukup kesempatan seperti pelatih luar.

Kini, bersama Fluminense, ia menerapkan formasi menyerang 4-2-3-1 dengan gaya bermain tekanan tinggi yang ia sebut sebagai menciptakan kekacauan. Filosofi ini terbukti efektif dalam membawa timnya menantang dominasi klub-klub besar Eropa di turnamen ini.

Dengan gaya bermain penuh determinasi dan semangat pantang menyerah, Fluminense bersiap menghadapi Chelsea dalam semifinal yang diprediksi berlangsung sengit. Tak hanya menjadi pertandingan besar, laga ini akan menjadi pembuktian bagi Portaluppi—bahwa strategi dan karismanya bisa membawa tim Brasil menembus dominasi raksasa-raksasa Eropa di panggung dunia. (*/reuters)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.