TRIBUNNEWS.COM - Dongeng indah Fluminense di Piala Dunia Antarklub 2025, akhirnya terhenti di tangan Chelsea pada babak semifinal, Rabu (9/7/2025) dinihari tadi.

Harapan Fluminense untuk melangkah ke final Piala Dunia Antarklub 2025 dibuyarkan Chelsea di Metlife Stadium.

Ialah Joao Pedro selaku mantan pemainnya sendiri yang menjadi dalang kegagalan Fluminense ke partai puncak.

Pemain yang baru saja direkrut Chelsea dengan mahar 60 juta poundsterling dari Brighton pada pekan lalu itu menjadi pembeda berkat brace gol yang ia cetak ke gawang mantan timnya sendiri.

Dua gol yang dicetak Joao Pedro masing-masing pada menit 18 dan 56 akhirnya menghentikan laju Fluminense.

Fluminense pun dipaksa angkat koper dari ajang ini, sekaligus gagal ke final setelah tumbang 0-2 melawan Chelsea.

Kekalahan dari Chelsea tentu terasa pilu, karena finalis Piala Dunia Antarklub edisi sebelumnya itu, hanya tinggal berjarak beberapa langkah lagi dengan final sekaligus gelar juara.

Kini, Fluminense harus mengubur impiannya untuk meraih gelar pertamanya di ajang Piala Dunia Antarklub.

Harapan besar Fluminense untuk menciptakan kisah "Happy Ending" pun buyar setelah tersingkir di semifinal.

Meskipun gagal ke final, capaian yang ditorehkan Fluminense di ajang Piala Dunia Antarklub 2025 yang kebetulan mengusung format berbeda ini layak diacungi jempol.

Apalagi sebelumnya tak ada bursa prediksi satupun yang memperkirakan Fluminense bisa melaju sejauh ini.

Mayoritas bursa prediksi diketahui hanya menjagokan tim-tim asal Eropa saja yang tembus ke babak akhir.

Hanya saja, Fluminense nyatanya mampu membalikkan bursa prediksi tersebut, dengan status satu-satunya wakil non-Eropa di semifinal.

Tak salah, jika menyebut apa yang diukir Fluminense di Piala Dunia Antarklub 2025 selayaknya dongeng indah.

Sebagai salah satu wakil tim dari zona Conmebol alias Amerika Selatan, capaian Fluminense juga mengesankan.

Coba kita bandingkan dengan River Plate dan Boca Juniors yang menjadi dua wakil Conmebol dari Argentina.

Dua klub bersejarah asal Negeri Tango itu sama-sama bernasib tragis karena tersingkir di babak penyisihan grup.

Berbeda dengan semua wakil Brasil yang berjumlah empat yang justru bisa melewati ujian di fase grup.

Sebut saja Botafogo, Flamengo, Palmeiras dan Fluminense yang menciptakan kejutan kompak lolos ke 16 besar.

Meskipun pada akhirnya tidak ada wakil Brasil yang berkesempatan menjadi juara atau sekedar lolos ke final.

Derajat sepak bola Brasil seakan kembali terangkat lantaran para wakilnya tampil positif di turnamen ini.

Di tengah merosotnya performa dan prestasi Timnas Brasil di level internasional, yang kalah bersinar dengan Argentina dalam beberapa tahun terakhir.

Nyatanya, Brasil yang dikenal sebagai salah satu kiblat lahirnya talenta-talenta terbaik sepak bola yang menyebar ke seluruh dunia, masih layak untuk dihormati keberadaannya.

Fakta bahwa semua wakil Brasil mampu lolos dari jeratan babak penyisihan grup, hingga ada satu perwakilannya bisa tembus semifinal, menjadi alasan sepak bola Brasil tetap layak untuk dihormati.

Pelatih Chelsea, Enzo Maresca pun tak segan untuk memuji kiprah tim-tim dari Amerika Selatan di ajang ini.

Terkhusus Fluminense yang hampir memainkan banyak sekali pertandingan (kurang lebih 70 laga kompetitif) dalam satu musim penuh.

"Saya rasa tim-tim dari Amerika Selatan telah menunjukkan diri sebagai tim yang kompetitif," puji Enzo Maresca dilansir Football London.

"Kemarin saya memberi tahu rekan anda soal berapa banyak laga yang telah tim dan lawan kami (red: Fluminense) mainkan, saya masih berpikir hampir sama,"

"Saya rasa levelnya hampir sama dengan lebih banyak energi," tambahnya.

(Dwi Setiawan)