KPK soal Khofifah Diperiksa di Polda Jatim: Tak Ada Keistimewaan
kumparanNEWS July 10, 2025 01:20 PM
KPK menegaskan tak ada perlakuan istimewa yang diberikan kepada Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa, dalam pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jawa Timur 2019–2022.
Hal tersebut terkait Khofifah yang diperiksa oleh penyidik KPK di Polda Jatim, hari ini, Kamis (10/7). Pemeriksaan tidak dilakukan di Gedung Merah Putih KPK. Saat ini, prosesnya tengah berlangsung.
"Pada prinsipnya tidak ada pengistimewaan dalam pemeriksaan terhadap saksi. Saat ini saksi sudah menjalani pemeriksaan oleh penyidik," kata juru bicara KPK Budi Prasetyo.
Budi menyebut, tim penyidik juga sebelumnya melakukan rangkaian pemeriksaan saksi lainnya dalam perkara ini di Jawa Timur.
"Dalam rangkaian penyidikan perkara ini, kita ketahui bersama, tim sebelumnya juga melakukan rangkaian kegiatan pemeriksaan saksi lainnya, penyitaan, dan sebagainya di wilayah Jawa Timur. Mari sama-sama kita tunggu prosesnya," ungkap Budi.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa memberikan keterangan pers usai mengikuti upacara pelantikan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/2/2025).  Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa memberikan keterangan pers usai mengikuti upacara pelantikan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/2/2025). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto, mengatakan dalam pemeriksaan tersebut penyidik akan menggali terkait pertanggungjawaban administrasi terhadap Khofifah. Tak dijelaskan lebih jauh pertanggungjawaban yang dimaksud.
“Ya, pasti, secara administrasi lah. Pertanggungjawaban secara administrasinya. Itu aja,” ujar Setyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (10/7).
Setyo pun menjelaskan bahwa pemeriksaan Khofifah digelar di Polda Jatim sebagai langkah efisiensi. Ia menerangkan bahwa pemeriksaan Khofifah berbarengan dengan pemeriksaan kasus lainnya. Khofifah berstatus sebagai saksi.
“Ya, sementara sih, saat ini statusnya [Khofifah] masih saksi, dan kalau soal itu penyidik lah nanti. Tapi, sebenarnya saksi kok,” imbuhnya.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/7/2025).  Foto: Abid Raihan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK, Setyo Budiyanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/7/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Khofifah sempat dipanggil penyidik untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dana hibah tersebut pada Jumat (20/6). Akan tetapi, Khofifah saat itu tak bisa hadir dan meminta pemeriksaannya dijadwalkan ulang.
Dalam perkara ini, KPK sudah memeriksa mantan Ketua DPRD Jatim, Kusnadi. Usai pemeriksaan, Kusnadi menyebut proses pengajuan dana hibah lebih dulu dikoordinasikan dengan kepala daerah. Semua keputusannya tergantung dari kepala daerah tersebut.
"Ya itu kan dibicarakan bersama-sama dengan kepala daerah. Jadi ya kalau dana hibah itu, ya dana hibah itu ya dua-dua dan pelaksanaanya juga sebenarnya semuanya kepala daerah," tutur Kusnadi usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (19/6) lalu.
Kusnadi menyebut, Khofifah sebagai Gubernur Jatim pasti mengetahui proses pencairan dana hibah tersebut.
"Orang dia yang mengeluarkan masa dia enggak tahu," ucapnya.

Kasus Dana Hibah

Kasus dana hibah ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak. Sahat diduga menerima suap terkait dana hibah untuk kelompok masyarakat. Dana hibah ini dinamai hibah pokok pikiran (pokir).
Terkait dana hibah yang bersumber dari APBD Pemprov Jatim. Dalam tahun anggaran 2020 dan 2021, APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat di Jatim.
Praktik suap diduga sudah terjadi untuk dana hibah tahun anggaran 2020 dan 2021. Sahat yang merupakan politikus Golkar dan seorang pihak lain bernama Abdul Hamid diduga kemudian bersepakat untuk praktik tahun anggaran 2022 dan 2023.
Sahat sudah menjalani proses sidang dan divonis 9 tahun penjara. Pengembangan kasusnya saat ini tengah diusut.
Dalam pengembangan itu, KPK menetapkan 21 orang sebagai tersangka, tapi identitasnya belum dibeberkan. Begitu juga konstruksi kasusnya.
Berdasarkan perannya, empat tersangka merupakan penerima suap. Tiga orang di antaranya merupakan penyelenggara negara. Sementara, satu lainnya adalah staf dari penyelenggara negara.
Sementara, 17 tersangka sisanya berperan sebagai pemberi. Sebanyak 15 orang berasal dari pihak swasta dan dua orang lainnya merupakan penyelenggara negara.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.