Banda Aceh (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra meresmikan memorial living park Rumoh Geudong di Desa Bilie, Kecamatan Aron, Kabupaten Pidie, Aceh, Kamis.

"Memorial living park ini dibangun bukan hanya sebagai simbol peringatan, tapi juga sebagai wujud kehadiran negara dalam memberikan ruang aman dan bermartabat kepada penyintas, keluarga korban dan masyarakat luas," kata Yusril Ihza Mahendra, di Pidie, Aceh, Kamis.

Rumoh Geudong merupakan salah satu Pos Sattis atau tempat terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat masa konflik Aceh yang telah diakui pemerintah melalui penyelesaian secara nonyudisial.

Kini, wujud asli dari Rumoh Geudong tersebut telah dibongkar, dan diganti dengan pembangunan memorial living park. Di sana, juga dibangun sebuah masjid sebagai sarana ibadah masyarakat setempat.

Peresmian ini turut dihadiri Wamen HAM Mugiyanto, Wamen Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti, Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, anggota Komisi XIII DPR RI, serta para korban dari tiga peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh.

Yusril menyampaikan bahwa memorial living park bukan sekedar ruang publik atau taman biasa, melainkan ruang ingatan, refleksi, sekaligus ruang pemulihan. Langkah pembangunan ini diambil sebagai upaya konkrit dalam pelaksanaan rekomendasi penyelesaian pelanggaran HAM berat secara nonyudisial.

Yusril menyadari bahwa luka sejarah memang tidak bisa dihapus begitu saja, tetapi yang harus dipercaya adalah pemerintah telah memberikan pengakuan, penghormatan dan pemulihan sebagai jalan menuju rekonsiliasi bermartabat bagi semuanya.

Memorial living park ini, kata dia, juga menjadi tempat untuk mengenang, berdialog dalam membangun masa depan yang lebih damai dan adil.

"Taman ini menjadi wujud kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah serta masyarakat sipil dalam membangun pendekatan yang berkelanjutan," ujarnya.

Yusril menegaskan, pembangunan ini juga bukan untuk mengabaikan keadilan, tetapi bagaimana mengedepankan pemulihan hak korban, dan pengakuan resmi dari negara terhadap peristiwa yang terjadi di masa lalu.

Pemerintah, lanjut dia, akan terus mendorong upaya dalam pemulihan lainnya, baik melalui kesehatan, sosial pemberdayaan ekonomi hingga akses pendidikan bagi keluarga korban.

"Pemulihan ini bukan semata-mata bentuk kasihan, melainkan untuk pemenuhan hak asasi manusia dan tanggung jawab negara yang dijamin oleh UUD 1945," tegas Yusril Ihza Mahendra.