Ini sudah diputus, sudahlah kembalikan saja ke Iran, Indonesia tidak berhak atas (kapal) itu kok sudah dikembalikan saja, apa sih ruginya, malah Indonesia dianggap merampok (putusan pidana)

Batam (ANTARA) - Pengamat kemaritiman Soleman B Ponto menyarankan Kejaksaan untuk mengikuti putusan Pengadilan Negeri Batam dalam perkara perdata kapal super tanker MT Arman 114 yang memutuskan kapal tersebut dikembalikan kepada pemiliknya, yakni pemerintah Iran.

“Putusan perdata itu sudah benar, mengembalikan kapal MT Arman kepada pemiliknya. Tidak ada ruginya bagi pemerintah Indonesia untuk mengembalikannya sesuai putusan,” kata Ponto kepada ANTARA dikonfirmasi di Batam, Jumat.

Purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Laut itu menjelaskan, pengembalian kapal MT Arman 114 kepada pemiliknya justru memberikan dampak positif di bidang diplomasi antara Indonesia dan Iran.

Justru dengan mempertahankan kapal untuk disita tidak membawa keuntungan bagi negara. Mengingat kondisi kapal MT Arman 114 yang sudah dua tahun dibiarkan mengapung di laut menjadi ancaman perairan Indonesia dan Singapura.

“Juli 2024 saja, kondisi kapal sudah banyak berkarat. Apalagi sudah dua tahun dibiarkan tanpa dirawat sudah bahaya betul. Rantai kapal bisa putus sewaktu-waktu, bisa terbakar sewaktu-waktu. Pompa sudah tidak jalan, pipa sudah keropos, bisa bocor sewaktu-waktu, bisa pencemaran hebat kalau kapal bocor,” ujarnya.

Baca juga: TNI AL kerahkan dua kapal perang di Manokwari dalam Operasi Trisila

Kondisi ini, kata Ponto, tidak menguntungkan bagi Indonesia. Apabila jika sensor panas kapal bermuatan light crude oil kurang lebih 166,975.36 metrik ton (MT) sudah rusak, kapal sewaktu-waktu dapat terbakar.

“Ini bisa jadi bom waktu, sewaktu-waktu bisa meledak, dan Singapura bisa-bisa marah karena pencemaran,” ujarnya.

Selain itu, jika kapal tersebut disita dan dijual, pihak Iran tetap akan mengejar keberadaan kapal tersebut untuk bisa kembali ke negaranya. Iran juga bisa sewaktu-waktu menutup terusan (selat) Hormuz bagi kapal Indonesia, yang dapat merugikan negara jika hal itu terjadi.

"Ini sudah diputus, sudahlah kembalikan saja ke Iran, Indonesia tidak berhak atas (kapal) itu kok sudah dikembalikan saja, apa sih ruginya, malah Indonesia dianggap merampok (putusan pidana)," kata Ponto.

Kasus hukum MT Arman bermula pada Oktober 2023 ketika kapal patroli Bakamla RI KN Pulau Marore 322 menangkap kapal berbendera Iran tersebut di Laut Natuna Utara karena diduga mencemari lautan karena membuang minyak tumpah.

Baca juga: TNI AL siapkan kapal KRI Mata Bongsang untuk upacara bawah laut HUT RI

Tindak tersebut termasuk tindakan pidana lingkungan hidup sesuai Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

Pada Juli 2024, Pengadilan Negeri Batam memutus nakhoda kapal Mohammed Abdelaziz Mohamed Hatiba bersalah, serta kapal beserta kargo dan muatannya dirampas untuk negara.

Namun, pada persidangan perdata, hakim Pengadilan Negeri Batam pada Senin (2/6) memutuskan mengabulkan gugatan Ocean Mark Shipping Inc (OMS) sebagai pemilik sah kapal dan menyatakan penggugat sebagai penggugat yang beriktikad baik.

Hakim juga menyatakan putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor 941/Pid.Sus/2023/PN Btm yang menyatakan kapal MT Arman 114 beserta muatan kapal beserta dokumennya yang dirampas untuk negara dinyatakan tidak mempunyai hukum mengikat.

Atas putusan tersebut, Kejaksaan Tinggi Kepri mengajukan banding pada tanggal 4 Juni 2025. Hingga saat ini masih menunggu putusan.

“Memori banding sudah diajukan, saat ini masih menunggu putusan,” kata Kasi Intel Kejaksaan Negeri Batam Priandi.