Elma Agustina, istri Brigadir Nurhadi, mengaku pernah didatangi polisi dan istri dua atasan korban. Bantah terima 400 juta dari salah satu tersangka.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Elma Agustina, istri Brigadir Nurhadi, akhirnya buka suara. Sejak kematian suaminya pada April 2025 lalu dia mengaku didatangi beberapa polisi, juga istri dua atasan korban yang kini jadi tersangka.
Elma juga membantah bahwa dia menerima uang Rp400 juta dari salah satu tersangka supaya tidak meneruskan atau memperkarakan kasus tersebut.
Sebagaimana dikutip dari Kompas.com, wanita 28 tahun itu masih terpukul atas kepergian suaminya. Rasa duka serupa pun ditunjukkan anggota keluarga lainnya, dan bahkan para tetangga.
Hingga sekarang, Polda NTB belum bisa menunjukkan siapa pelaku utama pembunuhan polisi muda itu -- semua masih sebatas tersangka. Elma membenarkan sejumlah polisi mendatanginya, termasuk dua istri atasan yang menjadi tersangka pembunuh suaminya, istri Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan istri I Gede Haris Chandra.
Sempat ada tuduhan yang menyebut Elma menerima uang dari tersangka Kompol YG sebesar Rp400 juta agar menerima kematian suaminya, dan tidak memperkarakannya lagi. Dan dia menyebut bahwa semua itu adalah fitnah.
"Saya tidak akan menukar nyawa suami saya dengan uang, tidak pernah ada uang Rp400 juta itu demi Allah. Seperti apa uang Rp400 juta saja tidak pernah saya lihat," ungkap Elma pada Kompas.com di kediamannya.
Yang dibutuhkan Elma saat ini hanyalah keadilan bagi suaminya. Dia berharap penyebab kematian suaminya segera terungkap.
Sementara menurut Reni, kakak ipar Brigadir Nurhadi, banyak yang mestinya bisa dicari tahu melalui handphone Nurhadi, sayangnya handphone tersebut sudah disita tim penyidik Polda NTB. Namun sebelumnya Reni sempat membuka WA di HP Nurhadi bersama keluarga, yang di dalamnya ada pesan dari tersangka HC yang memintanya tak ikut campur.
"Di WhatsApp itu terlihat percakapan tersangka HC yang memintanya (Nurhadi) diam saja, itu di screenshot oleh almarhum dikirim ke tersangka YG, sayangnya saya tidak kirim hasil screenshot itu ke handphone saya," katanya. "Ada banyak yang bisa kita lihat di sana, tapi sudah disita."
Reni juga selalu mengecek apa yang sebenarnya terjadi di Gili Trawangan saat Nurhadi dibawa ke Klinik Warga. Reni mendapati informasi yang berbeda antara keterangan polisi dan informasi dari rekan rekannya di Gili Trawangan.
Reni mengatakan, polisi menyebut kepada keluarga, luka pada Nurhadi karena terjatuh dari cidomo (alat transportasi tradisional yang ada di Gili Trawangan). "Kemudian juga kami dikabari Nurhadi saat kritis dibawa ke Klinik Warna diantarkan YG tetapi rekannya di klinik mengatakan tidak ada YG yang ikut mengantar ke klinik," kata dia. "Jadi banyak sekali informasi yang tidak sesuai, sehingga kami keluarga sudah tidak percaya pada siapa pun," sambung dia.
Videocall terakhir
Elma sempat menceritakan videocall terakhirnya dengan sang suami, tepatnya pada Rabu, 16 April 2025, sekira pukul 16.00 WITA. "Begitu dia sampai di Gili Trawangan, di dalam kamar dia videocall. Dia tanyakan anak-anak, tidak ada masalah apa-apa, sama sekali tidak ada," katanya.
Elma menambahkan, ketika videocall itu suaminya masih kelihata segar bugar dan sehat walafiat. Tak lama kemudian, sekitar pukul 17.00 WITA, Nurhadi kembali dihubungi oleh putra keduanya yang berusia 5 tahun.
"Anak saya menelepon sekitar tiga kali, aktif tapi tidak diangkat-angkat. Akhirnya datang kabar buruk itu pada Kamis, 17 Mei 2025, pukul 02.00 Wita," tambahnya.
Elma mengaku tidak percaya dengan kabar duka tersebut, karena sebelum berangkat, suaminya sempat pamitan dan bercanda. Sebelum berangkat, Nurhadi berpamitan untuk menjalankan tugas mengantar Kasubid Paminal, Kompol I Made Yogi Purusa Utama, ke Gili Trawangan.
Dan hingga kini Elma merasa ragu dengan penjelasan kematian Nurhadi. Dia bilang bahwa suaminya tidak pernah memiliki masalah di kantor, dan jika pun ada, bukanlah masalah serius. Elma juga mempertanyakan keterangan polisi yang menyebut suaminya terlibat dalam pesta, menggunakan obat terlarang, dan mengonsumsi minuman keras.
"Merokok saja dia tidak bisa, apalagi memakai obat-obatan dan minum minuman keras. Itu sama sekali tidak benar. Saya merasa dia dicekoki, dipaksa," kata Elma dengan suara bergetar menahan tangis. Elma dan Nurhadi memiliki dua orang anak laki-laki, yang pertama lima tahun, yang kedua empat bulan.
Kematian Nurhadi merupakan pukulan berat bagi keluarganya. Mereka mengenang Nurhadi sebagai anak yatim yang berjuang keras hingga menjadi seorang polisi.
Nurhadi dikenal sebagai sosok pendiam, baik hati, dan rajin beribadah. Warga di kampungnya mengenalnya sebagai penolong dan jujur. "Dia itu adik saya yang sangat baik dan penurut. Dia selalu menuruti apa saja yang saya nasehati. Bagaimana saya bisa menerima kematiannya, karena semua itu tidak wajar, itu tidak adil untuk dia," kata Dewi, kakak kandung Nurhadi.
Bagi Dewi dan Elma, Nurhadi tidak mungkin melakukan perbuatan yang dituduhkan oleh penyidik Polda NTB, seperti menggoda perempuan, mengonsumsi obat terlarang, atau minum minuman keras.