Mengatasi Krisis Ekonomi Keluarga melalui Strategi Coping
GH News July 12, 2025 10:03 PM

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Bayangkan, seseorang dalam kondisi mapan. Karier yang diperjuangkan dari zero membuahkan hasil. Dia berada pada posisi baik di perusahaan yang berguna menopang ekonomi keluarga menjadi kuat. Buktinya, pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan dan papan, tak ada kekurangan, malah lebih dari cukup. 

Pembiayaan pendidikan anak-anak, juga bisa ditunaikan dengan baik. Di luar dari pengeluaran tersebut, ternyata  masih ada dana tersedia membahagiakan keluarga dengan mengajak liburan.

Namun keadaan kemapanan itu tak langgeng. Berlatar belakang rapuhnya kekuatan ekonomi makro, tak sedikit perusahaan berguguran. Perusahaan-perusahaan ini tak mampu melanjutkan usaha, termasuk perusahaan tempat dia bekerja. Akibatnya perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja massal. 

Gelombang pemutusan hubungan kerja secara masif ini, mengacu data  Badan Pusat Statistik, menjadikan kelas menengah turun kelas rentan miskin, bahkan kelas menengah sudah ada yang jatuh miskin sebanyak 9,84 juta jiwa. 

Tentu bagi individu sebagai kepala keluarga, menghadapi situasi pemutusan hubungan kerja yang tak diharapkan itu, akan mengalami kepanikan. Barangkali masih ada tabungan sebagai persiapan, saat ada pengeluaran untuk mencukupi keperluan rumah tangga. 

Namun dengan tak ada penghasilan setiap bulannya. Menguras tabungan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, bisa bertahan berapa lama? Ketika uang tabungan itu digerus oleh kebutuhan yang mengalir, dalam jangka waktu tertentu akan habis.

Saat seseorang tak siap diterpa badai pemutusan hubungan kerja,  berefek negatif pada melemahnya ketahankan ekonomi keluarga, bisa dipahami, kalau dirinya dapat mengalami gangguan kesehatan mental. 

Keseimbangan kesehatan mental yang terganggu ini disebabkan oleh faktor kecemasan, merupakan reaksi emosional menghadapi ketidakpastian pendapatan keluarga, sebagai akibat kehilangan pekerjaan. 

Kecemasan akan berdampak buruk bagi individu itu dengan ditandai oleh perasaan cemas berlebihan dan mengalami penderitaan batin tak kunjung bisa diatasinya. 

Dampak negatif lebih lanjut adalah menghambat aktifivitas sehari-hari, seperti menurunnya peran sebagai kepala rumah tangga, membatasi relasi dengan orang lain, dan tak nyaman menjalani beragam kegiatan.

Keadaan semakin memburuk, bila individu itu tak mampu mengatasi kecemasan adalah mengarah ke depresi, merupakan gangguan suasana hati dilihat dari indikator perasaan sedih berlarut-larut, kehampaan diri berkepanjangan, kehilangan minat, dan menghambat peran untuk melakukan aktivitas sehari-hari. 

Resiko yang menimpa individu yang di dalam dirinya telah berkembang depresi adalah menurunkan produktivitas, berpengharuh terhadap fisik dan berpotensi melakukan bunuh diri.

Maka ada beberapa peristiwa, seperti kepala keluarga yang mengalami depresi berat, karena tidak kuat menanggung beban hidup, salah satunya berkenaan problem ekonomi pasca pemutusan hubungan kerja. 

Kepala keluarga tersebut melakukan tindakan kekerasan pada anggota keluarga, berujung meninggal dunia. Setelah anggota keluarga tak bernyawa, berakhir tragis dirinya memilih mengakhiri hidup.

Bersyukur, Umar sebagai kepala keluarga tak mengalami nasib sama. Pria paruh bayah ini, mampu mengatasi krisis ekonomi keluarga, setelah memperoleh surat keputusan pemutusan hubungan kerja. 

Sesudah diminta berhenti dari perusahaan yang selama ini menyangga perekonomian keluarga, bahkan dirinya telah meraih jabatan tinggi, tak berdampak buruk bagi kondisi psikologisnya. Ternyata dia mampu bangkit dari keterpurukan. 

Resep mujarab Umar tetap memiliki kesehatan mental terawatt dengan baik, meski mengalami pemutusam hubungan kerja, karena kemampuannya melakukan coping. Kemampuan coping ini merupakan proses kognitif, emosi dan perilaku menyesuaikan dengan tuntutan eksternal yang dirasa berat oleh dirinya. 

Tanda-tanda dirinya terampil menjalankan coping adalah tidak larut dalam masalah yang menerpanya, sehingga mampu mengatasi masalah tersebut dengan tuntas. 

Menggunakan coping tersebut, Umar berhasil mengatasi kecemasan akibat dari pemutusan hubungan kerja yang menjerumuskan krisis ekonomi di keluarga. Realisasinya mengelola kecemasan melalui bertindak aktif menemukan solusi. Seperti Umar tak diam. Meski problem terasa berat, dia tetap melangkah untuk menyelesaikan masalah. 

Strategi Umar menyelesaikan masalah melalui problem focus coping, yaitu tak meratapi  masalah yang terjadi. Sebaliknya Umar cepat ambil jalan keluar, berwujud merencanakan aktifitas wirausaha, setelah perusahaan tak memperkerjakannnya lagi. 

Berpondasi keahlihannya dalam bidang otomotif, dia memiliki konsep mendirikan bisnis home car service. Dia mengkreasi aplikasi on line untuk menawarkan jasa pelayanan service di rumah pemilik mobil. 

Rencana itu ditindaklanjuti olehnya. Ternyata mengawali usaha tak mudah. Berbisnis membutuhkan proses. Saat merintis usaha, belum ada pemasukan, sehingga Umar terpaksa mengambil uang tabungan untuk memenuhi kebutuhan hidup. 

Seiring berjalannya waktu, usahanya menampakkan hasil. Ordernya semakin banyak, sehingga sebelum uang tabungan terkuras habis, telah ada pemasukan dari usaha layanan jasa service mobil di rumah pelanggan. 

Keberhasilannya berusaha itu, juga tak terlepas dari kesadaran membangun emotional focus coping, yaitu secara ikhlas menerima keadaan sudah tak lagi bekerja di perusahaan. Dia mampu meredam gengsi, pada saat bekerja di perusahaan telah memiliki jabatan mentereng. Namun dia bersedia kembali dari nol yang dimulai dari mendirikan usaha secara mandiri.

Setelah berhasil mengatasi krisis keluarga melalui kemampuannya melakukan coping, ada hikmah yang bisa dipetik oleh Umar. Hikmahnya adalah ada kepuasaan batin, saat menjalani usaha sendiri. Kecil atau besar, penghasilan yang dia terima, berkah atas jerih payahnya, tidak tergantung pada orang lain. 

Yang lebih bersyukur lagi adalah punya waktu bersama keluarga. Kenyataan ini menjadikan Umar bahagia, sehingga kesehatan mental dirinya tetap terpelihara baik.

Semoga individu-individu mengalami musibah pemutusan hubungan kerja atau problem lain, mengakibatkan  krisis ekonomi keluarga dapat mengikuti jejak Umar. Mereka yang mempunyai jalan hidup serupa seperti Umar, juga memiliki strategi coping yang baik, saat menghadapi masalah kehilangan pekerjaan secara mendadak. 

Strategi coping ini memberi manfaat keluar dari jerat krisis ekonomi yang membuat kesehatan mental tetap terjaga di keluarga.(*)

***

*) Oleh : Hadi Suyono, Direktur Center For Community Empowerment Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.