Hukum Tunangan Sebelum Pernikahan dalam Islam, Boleh Atau Haram?
Mia Della Vita July 14, 2025 08:34 AM

Grid.IDDalam tradisi masyarakat, tunangan sebelum pernikahan kerap menjadi salah satu rangkaian acara yang dijalani pasangan sebelum melangkah ke jenjang pelaminan. Nah, sebelum Anda mengikuti tradisi masyarakat, penting untuk mengetahui hukumtunangan sebelum pernikahan dalam Islam terlebih dulu.

Jika dalam Islam, sebelum menikah, biasanya ada acara lamaran terlebih dulu. Proses lamaran tersebut dikenal dengan istilah khitbah. Lalu, dalam tradisi masyarakat, kita juga mengenal dengan pertunangan.

Sekarang yang jadi pertanyaannya adalah apakah tunangan sejalan dengan syariat, atau justru memerlukan rambu-rambu khusus agar tidak terjerumus dalam larangan agama? Simak penjelasan selengkapnya mengenaihukumtunangan sebelum pernikahan dalam Islam di bawah ini.

Hukum Tunangan Sebelum Pernikahan

Kebanyakan ulama dalam Islam menyepakati bahwa menikah hukumnya sunah. Meskipun dikatakan sunah atau tidak wajib, beberapa ulama masih memiliki perbedaan pendapat mengenai hal ini.

Terlepas dari perdebatan tersebut, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Menikah adalah sunnahku. Barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat)." (HR. Ibnu Majah). Ini menunjukkan betapa pentingnya pernikahan dalam ajaran Islam.

Dalam ajaran Islam, tunangan dikategorikan sebagai pendahuluan sebelum menikah atau melakukan khitbah. Hal ini disampaikan oleh pendakwah asal Blitar, Jawa Timur, Buya Yahya, melalui kanal YouTube Al-Bahjah TV.

"Definisi tunangan dalam ajaran Islam itu berjanji kepada keluarga calon pengantin untuk menikahinya," kata Buya dikutip dari Tribun Palu, Minggu (13/7/2025). Ia mengatakan, tunangan ini bisa berlanjut ke tahap lamaran (khitbah) atau bahkan juga bisa batal dalam berbagai kesempatan. "Jadi tunangan ini bisa dibatalkan dalam kesempatan lain, tapi bisa juga berlanjut ke khitbah," sambungnya.

Hal yang Perlu Diwaspadai dalam Pertunangan

Menikah merupakan suatu hal yang harus dilakukan sungguh-sungguh oleh seseorang. Buya Yahya mengibaratkan, apabila seseorang membeli baju secara online, namun ternyata ditemukan ketidakcocokan, maka baju itu bisa dihadiahkan ke orang lain.

Tetapi jika meminang secara online, hal itu akan menyakiti hati salah satu pihak. "Menikah itu harus menikah beneran," ungkap Buya. "Kalau Anda beli baju online, bajunya nggak cocok bisa dihadiahkan ke orang lain. Tapi kalau istri, itu beneran apa nggak?"

Buya mengimbau untuk tidak bertunangan hanya dengan informasi-informasi yang didapat melalui media sosial. Jika ingin bertunangan, sebaiknya mengirim orang terdekat kepada keluarga wanita untuk mengetahui hakikatnya.

Orang terdekat ini juga harus sesama perempuan, bisa adik, kakak, ibu, bibi, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hakikat seseorang yang sesungguhnya. Ini penting dilakukan sebelum bersedia menikahi atau dinikahi orang lain.

"Lebih baik kirim orang ke tempat keluarga wanita untuk tahu hakikat yang sesungguhnya," sambung Buya. "Kalau Anda laki-laki, kirim orang perempuan ke keluarga wanita itu untuk duduk beberapa waktu dan menceritakan sifat-sifatnya."

Buya mewanti-wanti bagi orang yang masih cepat menentukan pilihan hanya melalui media sosial. Hal ini dikarenakan banyak kebohongan yang tercipta di media sosial.

"Sekarang banyak foto edit-editan di Facebook," ujar Buya saat mencontohkan. "Jadi harus lebih berhati-hati. Bisa saja yang di Facebook fotonya hanya pinjam mobil tetangga, biar kelihatan orang berada."

Jika hal itu terjadi, maka salah satu di antara mereka akan merasa dirugikan dan sakit hati. "Nanti kalau sudah setuju, mengatakan iya kepadanya tetapi tiba-tiba membatalkan, itu akan menyakiti hati orang tersebut," ungkapnya.

Pernikahan merupakan suatu hal yang sungguh-sungguh. Hakikat pernikahan yang benar bukan bertunangan melalui media sosial, melainkan mengetahuinya langsung dari keluarganya.

"Pernikahan itu sungguh-sungguh, karena untuk urusan dunia akhirat," pungkas Buya dalam penjelasannya. "Jadi harus benar-benar tahu hakikat keluarganya bukan spekulasi aja."

Ketentuan Tunangan dalam Islam

Setelah mengetahuihukum tunangan, penting juga untuk memahami rambu-rambu atau ketentuan-ketentuan pertunangan tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Apa sajakah?

Dikutip dari laman Muhammadiyah, ketentuan pertama adalah laki-laki dan wanita yang menjalin ikatan pertunangan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum agama Islam. Contohnya, bersentuhan, berduaan (khalwat), atau tinggal serumah layaknya pasangan suami-istri.

Serta, berbagai tindakan yang dilarang oleh agama lainnya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadis Nabi SAW: “Dari Ibnu Abbas [diriwayatkan] dari Nabi SAW, beliau bersabda: Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya” [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Kedua, hendaknya kedua belah pihak saling menjaga nama baik diri dan keluarga besar masing-masing. Ini dilakukan dengan tidak menceritakan aib atau kekurangan pihak lain. Serta, tidak melakukan berbagai tindakan dan pernyataan yang dapat merusak nama baik diri maupun keluarga besarnya.

Hal ini sesuai dengan hadis Nabi SAW, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak boleh menzaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Barangsiapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya."

"Barangsiapa yang menghilangkan suatu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat” [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Ketiga, penting untuk menjaga dan menepati janji yang telah diikrarkan di hadapan keluarga besar. Melanggar janji merupakan perbuatan tercela dan termasuk ciri-ciri orang munafik. Nabi SAW bersabda, “Tanda-tanda munafiq ada tiga; jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari dan jika diberi amanat dia khianat” [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Keempat, pada prinsipnya, seseorang tidak boleh mengambil kembali barang yang telah diberikan kepada pihak lain, kecuali jika terjadi pengkhianatan terhadap kesepakatan yang telah diikrarkan sejak awal. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi SAW, “Orang yang menarik (mengambil) kembali pemberiannya, seperti seekor anjing yang muntah dan memakan (menjilat) kembali muntahannya” [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Kelima, seseorang yang sudah berniat untuk menikah, sepatutnya segera menikah. Ini tanpa harus menunggu-nunggu atau menunda-nunda. Baik itu dengan cara bertunangan atau sejenisnya.

Tujuannya adalah untuk menghindari sesuatu yang dilarang oleh agama, seperti berkhalwat, berpegangan tangan, dan tindakan lain yang dilarang. Nabi SAW bersabda, “Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang telah mempunyai kemampuan menanggung beban pernikahan, maka hendaklah ia menikah, dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena hal itu akan lebih bisa meredakan gejolaknya” [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Namun, jika tunangan dilakukan karena pertimbangan tertentu yang sangat vital, maka hendaknya dilaksanakan layaknya silaturahim dua keluarga besar. Ini untuk menjalin sebuah komunikasi dan komitmen tentang masa depan hubungan anaknya sebelum melangkah ke pelaminan (ta’aruf).

Hal tersebut juga harus menghindari hal-hal yang dilarang oleh agama, seperti berduaan (berkhalwat), tinggal serumah, berpegangan, maupun mengadakan kegiatan (seremonial) yang berlebihan (tabzir). Hal ini karena sesuatu yang disyari’atkan dalam konteks pernikahan adalah khitbah untuk mengenal calon pasangan, akad nikah, dan walimah.

Ini bukan dengan cara-cara yang tidak dituntunkan oleh agama. Cara-cara yang tidak dituntunkan juga membuka peluang terjadinya pelanggaran terhadap ajaran agama. Demikian penjelasan mengenai hukum tunangan sebelum pernikahan dalam Islam.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.