TIMESINDONESIA, MALANG – Kegiatan karnaval yang menghadirkan sound horeg di wilayah Mulyorejo, Kota Malang diwarnai aksi ricuh antara warga dan penampil karnaval. Bahkan, kericuhan ini pun sempat viral di media sosial (medsos).
Dalam video berdurasi pendek tersebut, terdengar ada seorang wanita berteriak karena merasa tak nyaman dengan sound horeg di karnaval tersebut.
Lalu, ada seorang laki-laki keluar dari rumah mengenakan pakaian berwarna merah yang merasa kesal lalu mendorong salah satu penampil karnaval. Di situlah, akhirnya kericuhan terjadi dan saling pukul.
Berdasarkan informasi yang beredar, kericuhan ini memang didasari perihal penggunaan sound horeg yang dinilai meresahkan warga sekitar yang dilintasi rute karnaval.
Warga diduga marah dan minta suara dikecilkan atau dimatikan, karena ada yang sedang sakit. Namun, alih-alih mematikan, malah kericuhan pun terjadi antara warga dan penampil karnaval.
Mengetahui peristiwa itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Malang merasa sangat prihatin. Bahkan, hal yang dinilai sangat menganggu warga dalam hal ini penggunaan sound horeg, sudah ditetapkan dalam fatwa yakni haram.
“Ini dampak mudaratnya besar (seperti yang terjadi di karnaval),” ujar Ketua MUI Kota Malang, KH Isroqunnajah, Senin (14/7/2025).
Bahkan, dalam putusan MUI Jatim, jika sound horeg memiliki intensitas suara melebihi batas wajar, menggangu masyarakat hingga membahayakan kesehatan serta merusak fasilitas umum dan pribadi, dianggap haram.
“Jelas (haram). Banyak kejadian, seperti yang di Kota Malang. Mereka kena dampak,” ungkapnya.
Dengan begitu, sound horeg yang dinilai sebagai kegiatan hobi ini, Gus Is menyarankan agar masyarakat bisa menyalurkan hobinya yang lain, bukan yang mudarat ataupun haram.
“Ini kan penyaluran hobi ya. Artinya, masih bisa diwujudkan dalam bentuk yang lain,” ucapnya. (*)