Mitos Eyang Lawu, Penunggu Gunung Lawu yang Melegenda hingga Kini
Moh. Habib Asyhad July 15, 2025 05:34 PM

Viral rombongan berjubah putih berkumpul di sekitar puncak Gunung Lawu. Disebut sedang berziarah dan menghormati Sunan Lawu.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Belum lama ini viral, rombongan orang berjubah putih berkumpul di puncak Gunung Lawu, di puncak Hargodumilah. Mereka terlihat mengelilingi tugu puncak, jumlahnya puluhan orang.

Momen itu terekam oleh seorang pendaki asal Kebuman, Jawa Tengah. Dandang Adi Pratama namanya. 17 tahun usianya. Kejadian itu dia jumpai pada Jumat siang tanggal 11 Juli 2025 lalu.

Diberitakan Kompas.com, Dandang mulai mendaki Gunung Lawu pada pukul 06.30 WIB dan sampai di puncak sekitar pukul 09.30 WIB. Dia sempat beristirahat sejenak di Pos 2. Di puncak, dia melihat kerumunan orang, sekitar 50-an jumlahnya, melingkar di area puncak.

Rombongan itu terdiri atas berbagai golongan. Ada orang dewasa, ada anak-anak, ada perempuan, ada laki-laki. Kabarnya, kegiatan di puncak Lawu itu berlangsung dari sekitar pukul 10.30 WIB hingga sekitar pukul 12.30 WIB.

Dandang mengaku sempat merinding melihat kejadian tersebut. Dan karena itulah dia menunggu kegiatan itu sampai selesai baru kemudian menuju ke puncak.

Menurut Dandang, para peserta ritual tidak naik melalui Cemoro Sewu laiknya Dandang. Anggota kelompok ritual juga berinteraksi dengan pendaki lain, bahkan ada seorang bapak-bapak yang menyarankan pendaki untuk mencari jalan lain di belakang jemaah jika ingin berkeliling.

Terkait hal itu, Perhutani BKPH Lawu Selatan akhirnya buka suara. Asisten Perhutani BKPH Lawu Selatan, Mulyadi, menerangkan, berdasarkan keterangan dari ketua kelompok, total sekitar 100 orang yang mengikuti ritual di Gunung Lawu masuk via Cemoro Sewu pada Jumat (11/7/2025).

"Mereka berasal dari Sumber Banggi, Kabupaten Purwodadi," kata Mulyadi, Senin (14/7). Pihaknya menegaskan, kelompok tersebut bukan berasal dari aliran sesat. Hal itu diperkuat dengan penuturan perwakilan kelompok yang mengaku melaksanakan kegiatan tersebut menjelang salat Jumat.

"Mereka dari kelompok Nahdlatul Ulama. Mereka melakukan kegiatan ini setiap tahun di puncak Gunung Lawu dengan maksud ziarah, untuk menghormati Sunan Gunung Lawu (Eyang Lawu)," kata Mulyadi lagi. "Kemudian bacaan-bacaan yang diucapkan pun itu juga tawasul, tidak keluar dari ajaran Islam menurut pengakuan dari perwakilan kelompok."

Bahkan ritual tersebut, lanjut Mulyadi, sudah dilakukan selama 14 kali di Gunung Lawu, setelah tanggal 11 Suro. Para peserta memakai pakaian layaknya mau salat. Di antaranya jubah putih, sorban dan mukena bagi peserta perempuan. "Mereka naik hari Kamis pagi, kemudian berkemah di atas. Hari Jumat, menjelang salat Jumat, mereka melakukan acara itu. Artinya peserta berganti pakaian di puncak Lawu itu. Pakaian putih tidak dikenakan dari bawah," tutup Mulyadi.

Dikatakan sebelumnya, tujuan mereka ke puncak Gunung Lawu adalah berziarah dan menghormati Sunan Gunung Lawu. Siapa sosok tersebut?

Sejak lama, Gunung Lawu memang dikenal sebagai gunung yang keramat. Gunung ini juga sangat identik dengan legenda Brawijaya V, raja Majapahit.

Ada beberapa jalur untuk mencapai puncak Gunung Lawu, salah satunya adalah Jalur Singolangu yang berada di wilayah Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Katanya, ini adalah jalur tertua di antara semua jalur yang ada di Lawu.

Dan mengutip Sarangan.magetan.go.id, jalur ini diyakini sebagai rute napak tilas Prabu Brawijaya V saat pergi ke Gunung Lawu untuk menghindari kejaran pasukan Raden Fatah. Karena itulah di sepanjang jalur pendakian para pendaki akan menemukan beberapa situs yang diyakini sebagai petilasan Prabu Brawijaya V.

Lawu juga diliputi berbagai mitos dan legenda. Salah satunya adalah legenda Eyang Lawu yang dipercaya sebagai penunggu Gunung Lawu -- ada juga legenda Kiai Jalak Lawu yang dipercaya kerap menuntut para pendaki yang sedang tersesat.

Sunan Gunung Lawu ini punya beberapa versi. Ada yang bilang bahwa dia adalah putra Brawijaya V, ada juga yang bilang bahwa dia adalah tokoh setempat yang menemani Sang Raja naik ke Gunung Lawu untuk bertapa dan kemudian moksa. Bahkan ada juga yang bilang, Sunan Gunung Lawu adalah Raja Brawijaya V sendiri.

Ada yang bilang bahwa Sunan Gunung Lawu adalah putra Brawijaya V yang nama aslinya adalah Raden Gugur. Dia disebut ikut berperang saat Demak menyerang Majapahit. Dalam kondisi terdesak, dia pun melarikan diri ke arah barat dan berdiam diri di Duku Lawu di lereng gunung.

Di tempat pelarian itu Raden Gugur tekun bersemedi dan mencapai derajat moksa. Setelah moksa, dia menjadi penguasa wilayah tersebut dan digelari Sunan Gunung Lawu.

Sementara versi lain menyebut bahwa Sunan Lawu adalah penduduk lokal yang membantu Raja Brawijaya naik ke Gunung Lawu. Tentu saja ceritanya diawali dari penyerbuan Demak terhadap Majapahit di mana Demak yang memang.

Konon, ketika itu Raja Demak Raden Patah, yang disebut sebagai anak sang raja sendiri, mengajak Raja Brawijaya masuk Islam. Ajaka itu sempat membuatnya gundah dan karena itulah dia memilih untuk bersemedi meminta petunjuk dari Sang Maha Kuasa.

Dia bersemedi ke Gunung Lawu bersama abdinya, Ki Sabdo Palon. Di sana dia bertemu dengan dua kepala dusun setempat, Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Dua orang ini setia menemani sang raja ke puncak Lawu.

Brawijaya V kemudian bertapa di lokasi yang sekarang dikenal sebagai Hargodalem, sementara Ki Sabdo Palon di puncak lainnya yang dikenal sebagai Hargodumilang. Di sanalah keduanya kemudian moksa.

Tapi sebelum moksa, Prabu Brawijaya V mengangkat Dipa Menggala sebagai penguasa Gunung Lawu yang membawahi seluruh makhluk gaib yang ada di barat hingga Gunung Merbabu, di timur hingga Gunung Wilis, di selatan hingga Pantai Selatan, dan di utara hingga Pantai Utara. Dia kemudian diberi gelar Sunan Gunung Lawu atau akrab disebut Eyang Lawu.

Sementara itu, Wangsa Menggala diangkat sebagai patih bergelar Kiai Jalak. Wujudnya adalah burung jalak yang dipercaya mengantarkan atau memberi arah bagi para pendaki yang tersesat jalan selama pendaki itu niatnya baik.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.