Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengatakan pemberian sanksi kepada 21 perusahaan di Puncak demi melindungi lingkungan hidup dan menekan potensi bencana dialami masyarakat, serta bukan untuk mematikan usaha.
"Kami betul-betul melakukan tindakan tegas ini, tapi kami maksudnya adalah bukan mematikan bisnis, bukan. Tapi kami ingin melindungi lingkungan hidup," kata Sekretaris Utama (Sestama) KLH/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Rosa Vivien Ratnawati dalam taklimat media di Jakarta, Rabu.
Pihaknya ingin kegiatan berusaha pro terhadap lingkungan hidup, tidak menimbulkan banjir dan kerusakan.
Sanksi itu diberikan kepada delapan perusahaan yang memiliki persetujuan lingkungan dari Pemerintah Kabupaten Bogor, yang tumpang tindih dengan yang dimiliki secara sah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2.
KLH/BPLH sudah meminta Pemerintah Kabupaten Bogor mencabut persetujuan lingkungan yang diberikan kepada delapan usaha tersebut.
Selain itu, telah dijatuhkan sanksi kepada 13 perusahaan yang menjalin kerja sama operasi (KSO) dengan PTPN 1 Regional 2, dengan empat di antaranya sudah menjalankan kewajiban untuk membongkar bangunan secara mandiri dan melakukan pemulihan dengan penanaman kembali.
Vivien mengatakan hal itu sesuai dengan arahan Menteri LH/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq yang mengatakan tidak ada toleransi terhadap bangunan liar di kawasan rawan bencana tanpa pertimbangan lingkungan secara memadai.
"Tidak ada kriminalisasi usaha, sama sekali tidak ada. Kami hanya melakukan penegakan hukum lingkungan ini hanya untuk penyelamatan. Sehingga yang dijatuhkan sekarang adalah sanksi administratif terlebih dahulu, supaya perusahaan mematuhi terhadap perizinan lingkungan dan tidak melakukan pengabaian terhadap lingkungan," katanya.
Banjir terjadi dua kali di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Yang pertama pada 2 Maret 2025 dan kemudian 5-9 Juli 2025 yang menewaskan tiga orang dan satu orang hilang.
Verifikasi lapangan yang dilakukan oleh tim pengawasan KLH/BPLH menemukan adanya pendirian bangunan yang berkontribusi terhadap banjir dan longsor. Beberapa usaha tidak memiliki izin lingkungan, lainnya memiliki izin namun pembangunannya berdampak terhadap peningkatan potensi bencana.