KPK memandang esensi pencekalan terhadap saksi berkaitan dengan proses penegakan hukum. Ketika suatu saat yang bersangkutan dibutuhkan keterangannya melalui pemanggilan saksi oleh penyidik, tentu bisa segera dipenuhi
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tetap perlu mengatur pencekalan untuk saksi.
“Kami berpandangan cegah ke luar negeri sebaiknya bisa dilakukan tidak hanya terhadap tersangka saja, tetapi juga terhadap saksi ataupun pihak-pihak terkait lainnya,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Kamis.
Budi menjelaskan bahwa KPK memandang esensi pencekalan terhadap saksi berkaitan dengan proses penegakan hukum.
“Ketika suatu saat yang bersangkutan dibutuhkan keterangannya melalui pemanggilan saksi oleh penyidik, tentu bisa segera dipenuhi, dan ini menjadi baik tentunya karena proses-proses penyidikan, proses-proses penegakan hukum, artinya kemudian bisa dilakukan secara efektif,” jelasnya.
Oleh sebab itu, kata dia, KPK meminta DPR RI untuk menghapus Pasal 84 huruf h dan mereformulasi Pasal 133 dalam RUU KUHAP.
Pasal 84 huruf h RUU KUHAP berbunyi: “Larangan bagi tersangka untuk keluar wilayah Indonesia.”
Panitia Kerja Komisi III DPR RI pada 9 Juli 2025 menyetujui isi pasal tersebut berbunyi demikian, dan tidak jadi mengubah bunyi pasal sesuai dengan usulan berikut: “Larangan bagi tersangka atau saksi untuk keluar wilayah Indonesia.”
Sementara Pasal 133 yang disetujui Panja pada 9 Juli 2025 berbunyi berikut: “Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau persidangan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang melakukan pencegahan yang dilaksanakan dalam bentuk pelarangan sementara terhadap tersangka atau terdakwa untuk keluar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan yang sesuai dengan hukum.”