Jakarta (ANTARA) - Ketua Komnas HAM RI Anis Hidayah mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP/ Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) harus modern dan berperspektif HAM.

“Revisi KUHAP ini juga harus memberikan jaminan bahwa RUU tentang KUHAP yang baru ini harus modern, kemudian juga berperspektif HAM,” kata dia dalam diskusi bertajuk Revisi KUHAP dan Jaminan HAM di Jakarta, Jumat.

Revisi KUHAP diharapkan menjadi momentum untuk penyesuaian hukum acara pidana yang lebih selaras prinsip-prinsip hak asasi, sebab Komnas HAM memandang beberapa muatan dalam KUHAP yang berlaku saat ini belum mengakomodasi hal itu.

Anis menyebut berdasarkan data aduan yang masuk ke lembaganya, dugaan penyiksaan dalam proses penyelidikan dan penyidikan masih banyak diadukan. Aspek ketidakprofesionalan aparat penegak hukum menjadi catatan Komnas HAM.

“Cukup banyak kasus yang terkait dengan pemenuhan hak atas keadilan bagi masyarakat, terutama terkait ketidakprofesionalan aparat sehingga kami mendorong dalam revisi KUHAP itu ada perubahan paradigmatis yang lebih berperspektif pada pemenuhan perlindungan dan penghormatan HAM,” tuturnya.

Dalam penyusunan RUU KUHAP ini, Komnas HAM mengusulkan 11 pokok atau klaster pengaturan peradilan pidana yang perlu diperhatikan. Komnas HAM juga telah menyampaikan 10 poin rekomendasi kepada Kementerian Hukum.

Dari pokok pengaturan dan rekomendasi yang diusulkan tersebut, Komnas HAM belum melihat sepenuhnya diakomodasi dalam dokumen RUU KUHAP yang saat ini dibahas di Komisi III DPR RI.

“Rekomendasi yang disampaikan oleh Komnas HAM memang sebagian sudah ada (diakomodasi dalam RUU KUHAP), tetapi sebagian besar belum,” ucap Anis menjawab pertanyaan ANTARA.

Sejumlah substansi yang dinilai Komnas HAM belum ada perubahan, yaitu mengenai pra-peradilan. Anis menyebut di dalam RUU KUHAP, aspek pra-peradilan masih sebatas aspek formil saja, belum menyentuh tentang aspek materil.

“Mestinya revisi KUHAP ini menjadi momentum untuk melakukan reformulasi terkait dengan konsep pra-peradilan karena ini selama ini juga selalu menjadi tantangan, ya, dalam proses penegakan hukum,” katanya.

Substansi lainnya yang belum diubah, yakni terkait pembatasan hak tersangka maupun saksi dalam memperoleh bantuan hukum. Komnas HAM mendorong agar pembatas tersebut sepenuhnya dihilangkan.

“Karena itu bisa nanti menimbulkan atau berpotensi dan berisiko melahirkan pelanggaran HAM bagi tersangka maupun saksi karena tidak mendapatkan hak atas bantuan hukum,” kata Anis.

Lebih lanjut Anis mengatakan Komnas HAM terus berkomunikasi dengan Komisi III untuk menjadwalkan pertemuan tatap muka guna membahas substansi RUU KUHAP yang belum selaras dengan HAM. “Kami sudah mengajukan permohonan untuk bertemu,” ucapnya.