Bikin Penasaran, Ternyata Ini yang Terjadi pada Otak saat Minum Kopi
GH News July 21, 2025 08:05 AM
Jakarta -

Kopi menjadi salah satu minuman yang dipilih banyak orang untuk mengusir kantuk. Biasanya, seseorang merasa lebih bersemangat saat beraktivitas.

Ternyata hal ini benar adanya. Sebuah penelitian baru menemukan bahwa minum dua cangkir kopi setelah tengah hari bisa cukup untuk membuat otak dalam keadaan lebih bersemangat dan dinamis di malam hari.

Namun, kondisi yang muncul di malam hari itu dapat merusak tingkat energi seseorang. Para peneliti di Kanada mengatakan bahwa kafein dapat mengubah struktur dan kompleksitas aktivitas otak selama berbagai tahap tidur.

"Meluasnya konsumsi kafein di kalangan masyarakat menjadikan topik ini sebagai pertimbangan kesehatan yang penting," jelas penulis utama studi, Profesor Philipp Thölke, dikutip dari

Para peneliti dari Montreal University menganalisis kesehatan tidur 40 orang dewasa sehat dengan konsumsi kafein sedang berusia 20 hingga 58 tahun. Para peserta menghabiskan dua malam di klinik tidur, satu malam setelah mengonsumsi 200 mg kafein atau sekitar dua cangkir kopi, dan satu malam lagi setelah mengonsumsi plasebo.

Para peneliti menggunakan desain double-blind, sehingga mereka juga tidak mengetahui apakah peserta datang ke klinik dalam kondisi berkafein atau tidak.

Hasil Penelitian

Kualitas tidur para peserta dipantau menggunakan elektroensefalogram (EEG) yang merekam aktivitas otak dengan menangkap sinyal listrik yang dihasilkan oleh otak. Dengan menggunakan EEG tidur, para peneliti berfokus pada beberapa penanda kompleksitas otak dengan mengamati:

  • Seberapa acak sinyal otak.
  • Seberapa mudah sinyal tersebut dapat dikompresi.
  • Seberapa konsisten sinyal tersebut dari waktu ke waktu.

Para ahli juga mengamati distribusi aktivitas listrik di berbagai frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kafein paling mempengaruhi aktivitas otak selama tidur non-REM, yaitu siklus yang dianggap sebagai tahap tenang atau istirahat.

Tahap ini terbagi menjadi tiga fase berbeda, yaitu seorang tertidur, lalu beralih dari tidur ringan ke tidur nyenyak.

Pada titik ini, pernapasan, aktivitas otak, dan detak jantung seseorang biasanya melambat, suhu tubuh turun, dan gerakan mata berhenti. Ini adalah fase yang sangat restoratif yang membantu tubuh memperbaiki jaringan dan otot serta memperkuat sistem kekebalan tubuh.

Namun, para ahli menemukan bahwa konsumsi kafein setelah tengah hari berdampak negatif pada tahap krusial ini, sehingga mengakibatkan tidur yang kurang restoratif.

"Kafein menunda, tetapi tidak mencegah tidur. Jadi, meskipun kita dapat tidur di bawah pengaruh kafein, otak, dan karenanya juga tidur, dipengaruhi oleh obat tersebut," kata Prof Thölke.

"Hal ini menyebabkan tidur yang lebih dangkal dengan peningkatan pemrosesan informasi selama tahap tidur, di mana otak biasanya memasuki istirahat restoratif yang dalam," sambungnya.

Peneliti juga mencatat sinyal otak tertentu di datar, yang menunjukkan bahwa di bawah pengaruh kafein, otak lebih menyerupai 'keadaan kritis' saat otak paling responsif dan adaptif.

Efek kopi terhadap rasa kantuk

Mereka juga menganalisis bagaimana usia memengaruhi dampak kafein pada otak dan kesehatan tidur. Umumnya, orang dewasa muda berusia 20 hingga 27 tahun lebih rentan terhadap efek stimulan kafein selama tidur rapid-eye-movement (REM), dibandingkan dengan orang dewasa paruh baya.

Para ahli berteori bahwa hal ini mungkin terjadi karena orang lanjut usia memiliki lebih sedikit reseptor adenosin di otak. Adenosin adalah zat kimia yang menumpuk di otak selama jam-jam terjaga, yang akhirnya membuat kita merasa lelah.

Kafein ini bekerja dengan memblokir reseptor adenosin, dan membuat kita merasa lebih terjaga. Para peneliti berpendapat bahwa karena orang lanjut usia memiliki lebih sedikit reseptor, efek pemblokiran kafein mungkin tidak begitu efektif, terutama pada tidur REM.

Namun, selama tidur non-REM, efek kafein secara umum sama di semua kelompok usia. Maka dari itu, para peneliti menyimpulkan bahwa kafein memiliki kemampuan untuk merestrukturisasi otak dan mempengaruhi kualitas tidur.

Dalam penelitian ini, mereka mengakui bahwa hanya melibatkan individu sehat sehingga menyimpulkan bahwa temuan tersebut tidak dapat diekstrapolasi ke individu dengan kondisi neurologis atau psikiatris, seperti sindrom kaki gelisah atau Parkinson.

Hal ini muncul setelah sebuah studi oleh The Sleep Charity tahun lalu menemukan sembilan dari sepuluh orang mengalami beberapa jenis masalah tidur. Kurang tidur telah dikaitkan dengan sejumlah masalah kesehatan, termasuk kanker, stroke, dan infertilitas.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.