Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Prabowo Subianto memerintahkan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk menindak tegas praktik pengoplosan beras yang merugikan negara dan masyarakat.
"Beras biasa dibungkus dikasih stempel beras premium dijual Rp5.000, di atas harga eceran tertinggi. Saudara-saudara ini kan penipuan, ini adalah pidana. Saya minta Jaksa Agung dan Kapolri usut dan tindak, ini pidana," kata Prabowo dalam peluncuran 80 ribu unit Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, Senin.
Presiden yakin Jaksa Agung dan Kapolri memiliki loyalitas terhadap bangsa dan rakyat Indonesia serta terhadap kedaulatan negara.
Menurut Presiden, selama masih memiliki kesempatan, pejabat negara harus berada di barisan yang membela kebenaran, keadilan, dan kepentingan rakyat.
"Jaksa Agung dan Kapolri, saya yakin saudara setia kepada bangsa dan rakyat Indonesia, saya yakin kau setia kepada kedaulatan bangsa Indonesia. Usut, tindak. Kita tidak tahu berapa lama kita masih di bumi ini, bisa sewaktu-waktu kita dipanggil Yang Maha kuasa. Lebih baik sebelum dipanggil, kita membela kebenaran dan keadilan, kita bela rakyat kita," tegas Presiden.
Prabowo mengatakan berdasarkan laporan yang diterima, potensi kerugian akibat pengoplosan beras ini diperkirakan mencapai Rp100 triliun per tahun dan dinikmati segelintir kelompok usaha.
Kerugian tersebut dinilai berdampak langsung terhadap kemampuan negara dalam membiayai sektor-sektor vital, seperti pendidikan.
Kepala Negara menyampaikan anggaran untuk perbaikan sekolah saat ini hanya cukup untuk memperbaiki sekitar 11.000 sekolah dengan dana sebesar Rp19 triliun.
Sementara jika kebocoran sebesar Rp100 triliun per tahun dapat dihentikan maka perbaikan terhadap lebih dari 100.000 sekolah setiap tahun bisa dilakukan.
"Kita punya 330.000 sekolah, dalam tiga setengah tahun kita akan perbaiki semua sekolah di seluruh Indonesia, bayangkan. Saudara-saudara, ini yang kita anggap sabotase ekonomi Indonesia, menikam rakyat dari belakang dan ini kita harus hentikan," ujar Presiden.
Presiden juga menerima laporan bahwa praktik pengoplosan beras bukan hal baru dan telah beberapa kali ditindak. Namun, praktik tersebut kembali muncul dan terjadi secara berulang, mirip dengan pola yang pernah terjadi dalam distribusi minyak goreng.
"Sama dengan apa itu minyak goreng ya, botol dikurangi 10 persen, 20 persen. Besar loh 20 persen. Dari sekian juta ton, ini dari sekian juta ton juga beras diambil seperti ini," kata Presiden.
Sebelumnya, Satgas Pangan Polri telah menyatakan menindaklanjuti laporan Kementerian Pertanian terkait laporan dugaan adanya 212 produsen beras nakal. Tindak lanjut itu dilakukan dengan memeriksa empat produsen beras pada Kamis (10/7) sebagai langkah penyelidikan.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan 10 dari 212 produsen beras nakal telah diperiksa Satgas Pangan Polri bersama Bareskrim Polri sebagai langkah membongkar praktik curang dan melindungi konsumen.
Langkah itu merupakan tindak lanjut dari laporan 212 merek beras yang dianggap tidak sesuai standar mutu, baik dari sisi volume, kualitas maupun kejelasan label, yang dikirim langsung ke Kapolri dan Kejaksaan Agung.
Amran menekankan momen penindakan itu tepat karena stok beras nasional sedang dalam kondisi melimpah sehingga intervensi tidak menimbulkan risiko kekurangan pasokan di pasaran. Stok saat ini mencapai 4,2 juta ton.