Jakarta (ANTARA) - Dokter dan Ahli Gizi Masyarakat Dr. dr. Tan Shot Yen, M.hum menyebutkan bahwa pendidikan gizi membangun kebiasaan makan pola bergizi seimbang selain melalui pengenalan teori di kelas bisa didapatkan oleh anak di sekolah dengan menikmati Makan Bergizi Gratis (MBG) disertai dengan penjelasan yang tepat.

"Dengan anak bisa menikmati Makan Bergizi Gratis (MBG) yang benar dan disertai dengan penjelasan yang baik, akhirnya ini menjadi kebiasaan," kata dokter Tan saat dihubungi ANTARA, Senin.

Dokter yang merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mengatakan pendidikan gizi kepada anak-anak di sekolah perlu dilakukan oleh pengajar yang kompeten dan harus diselaraskan dengan kampanye nasional "Isi Piringku" yang dikenalkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Kampanye "Isi Piringku" dari Kementerian Kesehatan sudah diinisiasi secara nasional sejak 2017, pedoman ini disusun sebagai panduan konsumsi makanan dengan gizi seimbang.

Mengacu pada penjelasan Kemenkes, secara umum dalam satu piring setiap kali makan setengah piring harus diisi dengan sayur dan buah sedangkan setengah lainnya diisi dengan makanan pokok dan lauk pauk.

Selain itu, kampanye ini juga mengajak masyarakat Indonesia agar menjaga tubuh tetap terhidrasi dengan konsumsi delapan gelas air setiap hari dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti rajin mencuci tangan dengan air serta sabun sebelum dan setelah makan.

Membahas kembali pendidikan gizi di sekolah melalui MBG ataupun teori di kelas, dokter Tan juga menyebutkan kondisi di lingkungan sekolah yang mendukung pola hidup sehat termasuk makan bergizi seimbang juga perlu diciptakan.

Menurutnya guru harus mendapatkan literasi gizi yang tepat sehingga nantinya sebagai pengajar guru bisa langsung mengenalkan berbagai pangan sehat yang memang harus dikonsumsi untuk menunjang kebutuhan gizi tubuh sesuai pola makan bergizi seimbang.

Lewat literasi gizi itu, guru juga harus mengenalkan kepada anak-anak bahaya makanan ultraproses sehingga anak tidak bergantung pada makanan yang telah diberi bahan pengawet, tinggi kandungan gula, dan tinggi kandungan garam.

Ia memberikan contoh, cara edukasi langsung pada murid ini bisa dilakukan dengan menampilkan langsung berbagai jenis bahan-bahan pangan ini dan mengajak mereka untuk melakukan kategorisasi mana yang sehat hingga yang berbahaya jika dikonsumsi berlebihan.

Dalam memastikan pendidikan gizi yang optimal di lingkungan sekolah, guru juga perlu memastikan kantin di sekolah bisa ikut terlibat. Setidaknya dengan tidak menjual maupun mempromosikan makanan kemasan dan berpengawet.

Dokter Tan juga mengusulkan kepada pemerintah untuk mendukung pendidikan gizi yang optimal ada baiknya otoritas terkait bisa melakukan pembatasan iklan terhadap produk yang menargetkan anak dan remaja aktif mengonsumsi produk ultraproses.

Menurutnya iklan-iklan tersebut kerap menimbulkan pemahaman keliru yang akhirnya menjauhkan upaya pangan sehat terbentuk dari keluarga.

"Sudah waktunya memberi batasan-batasan iklan yang mendorong anak dan remaja menjadi konsumen aktif produk ultraproses yang berisiko menggeser pangan sehat. Semakin banyak iklan produk makanan dan minuman tinggi gula garam lemak bersliweran bukan hanya di media cetak dan elektronik tapi juga media sosial," katanya.

Sebelumnya, diberitakan Badan Gizi Nasional (BGN) mengusulkan kepada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk menjadikan pendidikan gizi sebagai bagian dari kurikulum sekolah.

"Hal ini sudah disampaikan kepada Kemendikdasmen. Tujuan utama dari langkah ini adalah menciptakan generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berdaya saing," kata Dewan Pakar Bidang Gizi BGN, Ikeu Tanziha di Jakarta, Sabtu (19/7).

Ia menyatakan bahwa edukasi gizi yang terstruktur dan terintegrasi di lingkungan sekolah sangat penting dalam membentuk pemahaman komprehensif tentang nutrisi sejak usia dini.