Jakarta (ANTARA) - Penyanyi Lestiani alias Lesti Kejora berbicara tentang kekaburan norma dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan uji materi di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa.

Lesti mengatakan kekaburan norma dalam UU Hak Cipta menyebabkan para pelaku pertunjukan, termasuk dirinya sendiri, rentan dikriminalisasi.

Lesti mengaku pernah disomasi oleh pencipta lagu "Bagai Ranting yang Kering", Yoni Dores.

"Somasi yang saya terima disertakan laporan pidana yang dibuat oleh pencipta lagu merupakan bentuk nyata dari kekaburan norma dan ketidakseimbangan posisi hukum antara pencipta lagu dan pelaku pertunjukan," kata Lesti.

Di hadapan sembilan hakim konstitusi, Lesti bercerita bahwa sekitar tahun 2016 hingga 2018, dirinya pernah membawakan lagu "Bagai Ranting yang Kering" dalam suatu acara pernikahan di Subang, Jawa Barat.

"Lagu tersebut saya bawakan atas permintaan pihak penyelenggara sebagai bagian dari daftar lagu yang telah disepakati," katanya.

Namun, video ketika dia menyanyikan lagu itu diunggah oleh pihak lain ke platform YouTube. Selain itu, Lesti menyebut foto dirinya dijadikan keluku (thumbnail) dari video lagu-lagu ciptaan Yoni Dores.

"Saya dan pihak manajemen tidak mengetahui atau menyetujui proses unggahan tersebut maupun elemen visual yang digunakan oleh pihak lain," tuturnya.

Delapan tahun kemudian, tepatnya tanggal 1 Maret 2025, Lesti menerima surat somasi dari kuasa hukum Yoni Dores. Somasi itu dilayangkan karena Lesti dianggap telah mempertunjukkan karya cipta Yoni Dores tanpa izin langsung penciptanya.

Dalam surat somasi tersebut, sambung Lesti, dirinya dituding melanggar ketentuan pidana dalam UU Hak Cipta. Pada tanggal 18 Mei 2025, Yoni Dores juga melaporkan Lesti ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan melanggar hak cipta.

"Hal ini menimbulkan perspektif negatif terhadap diri saya karena dengan adanya laporan tersebut, saya seakan-akan telah melakukan pelanggaran terhadap UU Hak Cipta, sekaligus menunjukkan kegamangan norma hukum terhadap pelaku pertunjukan seperti saya," katanya.

Sebagai penyanyi profesional, Lesti mengatakan dirinya hanya menjalankan tugas menampilkan jasa pertunjukan.

Dia tidak pernah mengurus langsung perizinan atau pembayaran royalti atas lagu-lagu yang dibawakan karena tidak memiliki akses maupun kapasitas untuk mengetahui variabel-variabel komersial yang menjadi dasar perhitungan royalti.

Bahkan, imbuh Lesti, dalam kondisi lagu dibawakan secara sah tanpa eksploitasi ekonomi pribadi atas lagu tersebut, ancaman pidana tetap dapat digunakan secara sepihak oleh pencipta.

"Jika penyanyi yang hanya menjalankan tugasnya sebagai pelaku pertunjukan dapat dituduh melanggar hukum pidana hanya karena membawakan lagu populer maka praktik ini menciptakan kebiasaan buruk bagi dunia pertunjukan dan industri hiburan nasional," tuturnya.

Lesti dihadirkan sebagai oleh para pemohon Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025. Perkara ini diajukan oleh musisi Tubagus Arman Maulana (Armand Maulana), Nazril Irham (Ariel NOAH), serta 27 musisi kenamaan lainnya.

Armand Maulana dkk. mendalilkan sejumlah pasal dalam UU Hak Cipta tidak memberikan kepastian hukum.

Untuk itu, dalam permohonannya, para pemohon meminta agar MK mencabut keberlakuan Pasal 113 ayat (2) huruf f UU Hak Cipta, serta memberikan pemaknaan baru untuk Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, dan Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta.