Indonesia dan Filipina memiliki karakter sosial dan budaya yang mirip, sehingga faktor-faktor pemicu terjadinya eksploitasi seksual anak secara daring juga tidak jauh beda
Batam (ANTARA) - Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak dan Pemberantasan Perdagangan Orang (Dittipid PPA dan PPO) Bareskrim Polri memperkuat kolaborasi lintas negara dalam penanganan kejahatan terhadap anak berbasis digital.
Direktur PPA dan PPO Brigjen Pol. Nurul Azizah mengatakan dirinya baru saja menghadiri pertemuan di Filipina dan Thailand terkait penanganan kejahatan terhadap anak berbasis digital.
“Kegiatan ini bukan sekadar kunjungan kerja, tetapi menjadi tonggak penting dalam memperkuat jejaring dan sinergi internasional,” kata Nurul usai menghadiri Rapat Kerja Teknis Direktorat Reserse Kriminal Umum (Rakernis) Ditreskrimum Polda Kepri di Batam, Rabu.
Jenderal polisi bintang satu itu menjelaskan Dittipid PPA/PPO sebagai delegasi Polri menghadiri pertemuan di Philipine Internet Crimes Against Chidren Center (PICACC) di Quenzon City, Filipina pada Selasa (15/7), kemudian melanjutkan pertemuan Thainad Internet Crimes Against Children Centre (TICACC) di markas biru pusat investigasi Kepolisian Thailand, pada Kamis (17/7).
Dalam pertemuan di Filipina, Nurul menegaskan pentingnya kolaborasi internasional untuk menangani bentuk-bentuk kejahatan baru yang menyasar anak di ruang digital.
Dia juga memaparkan program Dittipid PPA/PPO yakni Berani bicara Selamatkan bersama (“Rise dan Speak”) yang bertujuan untuk mendorong keberanian korban, saksi, dan masyarakat dalam melaporkan kekerasan seksual dan eksploitasi anak.
“Indonesia dan Filipina memiliki karakter sosial dan budaya yang mirip, sehingga faktor-faktor pemicu terjadinya eksploitasi seksual anak secara daring juga tidak jauh beda,” katanya.
Menurut dia, kemiskinan, dan lemahnya pengawasan keluarga, hingga akses teknologi tanpa edukasi yang memadai menjadi faktor pemicu terjadinya eksploitasi seksual anak.
“Oleh karena itu, kerja sama regional ini sangat strategis,” ujarnya.
Nurul mengatakan dalam pertemuan itu juga disampaikan bahwa perlindungan terhadap anak merupakan isu kemanusiaan yang melampaui batas negara.
Pesan penting itu, kata dia, disampaikan oleh PBGEN Maria Sheila T. Portento selaku Acting Chief WCPC.
PICACC merupakan gugus tugas yang dibentuk secara resmi pada 27 Februari 2019 sebagai pusat koordinasi lintas lembaga dan lintas negara yang melibatkan Kepolisian Nasional Filipina (PNP), Biro Investigasi Nasional (NBI), Kepolisian Federal Australia (AFP), Badan Kejahatan Nasional Inggris (NCA), serta International Justice Mission.
Pada tahun 2021, Kepolisian Nasional Belanda turut bergabung sebagai mitra.
Sementara itu, dalam pertemuan di Thailand, Nurul mengatakan kegiatan tersebut menjadi momen strategis dalam memperkuat kerja sama lintas negara dalam penanggulangan kejahatan seksual terhadap anak berbasis daring.
“Pengalaman dan keberhasilan TICAC dalam menyelamatkan ratusan anak dari eksploitasi menjadi pembelajaran berharga bagi direktorat kami dalam meningkatkan kapasitas dan strategi penanganan kejahatan serupa di Indonesia,” kata Mantan Kabagpenum Divhumas Polri itu.
Nurul juga menyampaikan pembentukan Dittipid PPA dan PPO sejak Oktober 2024 merupakan langkah progresif untuk fokus menangani kekerasan terhadap perempuan, anak, kelompok rentan dan tindak pidana perdagangan orang, termasuk kekerasan seksual berbasis elektronik.
Dia mengatakan, Polri melalui Satgas Pornografi Anak Online sejak 24 Mei 2024 hingga kini telah memblokir lebih dari 1.934 konten pornografi anak di ruang digital. Langkah ini untuk menciptakan ruang daring yang aman bagi anak-anak.
“Kami berharap kunjungan ini menjadi awal kolaborasi jangka panjang antara Polri dan TICAC serta mitra internasional lainnya. Berkomitmen bersama-sama melindungi anak-anak dari ancaman eksploitasi seksual terutama di ruang digital,” kata Nurul.