Suara bambu menggema di jantung San Francisco AS, saat maestro angklung Sam Udjo, pewaris warisan Saung Angklung Udjo Bandung, membawa angklung ke Community Music Center (CMC).
Acara ini mempertemukan publik Bay Area dan pelaku seni lokal dalam pengalaman budaya yang otentik dan menggugah - mulai dari pelatihan langsung, workshop interaktif, hingga pertunjukan live angklung yang mempesona.
Untuk pertama kalinya, Sam Udjo hadir langsung di Bay Area, mempersembahkan keajaiban budaya Indonesia dalam format yang tak hanya bisa ditonton, tapi juga dirasakan dan dimainkan bersama.
Workshop interaktif ini berhasil menyatukan ratusan peserta lintas latar belakang. Mulai dari musisi profesional, pelajar musik, diaspora Indonesia, hingga komunitas pencinta budaya Asia dalam sebuah harmoni bambu yang hidup dan penuh makna.
"Saya kagum dengan bagaimana alat musik sederhana dari bambu ini bisa menghasilkan harmoni yang begitu kompleks dan menggugah. Lebih dari sekadar musik, bagi saya ini adalah momen spiritual dan kultural," ujar Jonathan Paul Gordon, Ketua Saung Angklung of San Francisco yang juga musisi senior Bay Area.
"Perjumpaan antarbudaya seperti ini bukan sekadar kegiatan berkesenian biasa, tetapi bagian dari strategi diplomasi budaya kita. Lewat angklung, kita mengusung cara baru dalam memperkenalkan keindahan dan nilai-nilai kearifan lokal Indonesia kepada masyarakat dunia, khususnya Amerika Serikat," ujar Acting Konsul Jenderal Indonesia di San Francisco Ali M. Sungkar.
Kehadiran Sam Udjo tak hanya memperkenalkan alat musik tradisional Indonesia, tetapi juga membuka ruang kolaborasi lintas negara dan generasi. Sejak 2010, angklung telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya takbenda dunia-dan hari itu, pengakuan itu terasa hidup di San Francisco.
"Angklung bukan hanya suara, tapi energi yang menyatukan. Saya merasa seperti bagian dari sesuatu yang lebih besar," tutur seorang peserta workshop, seorang pelajar musik asal Oakland.
Konsul Penerangan Sosial Budaya KJRI San Francisco, Mahmudin Nur Al-Gozaly, menambahkan kegiatan semacam ini berdampak strategis jangka panjang.
"Diplomasi budaya memiliki kekuatan membentuk persepsi global terhadap Indonesia dan hal itu berpotensi meningkatkan ketertarikan wisatawan mancanegara untuk berkunjung serta memperluas jejaring budaya Indonesia di Amerika," ujarnya.