Grid.ID - Lama bungkam, Luna Maya kini klarifikasi soal riasan paes ageng di pernikahannya yang dinilai tak sesuai pakem. Istri Maxime Bouttier ini merasa bersalah karena ada sosok lain yang ikut dihujat netizen.
Pernikahan Luna Maya dan Maxime Bouttier yang digelar pada 7 Mei 2025 lalu memang cukup menghebohkan dunia hiburan. Seluruh perhatian publik seolah mengarah pada hajatan mewah yang diadakan selama 3 hari itu.
Prosesi pernikahan Luna dan Maxime kala itu berlangsung dengan nuansa adat Jawa. Venue pernikahan pun dihias sedemikian rupa hingga terkesan berseni dan magis.
Selain suasana yang sakral, penampilan Luna maya juga tak kalah menyita perhatian. Artis berusia 41 tahun tersebut tampil memukau dalam balutan kebaya putih yang dipadukan dengan jarik batik. Aura pengantinnya semakin terpancar dengan riasan Paes Ageng Yogyakarta yang dimodifikasi serta dipadukan dengan veil putih menjuntai.
Sayangnya, riasan paes ageng Luna Maya di hari pernikahannya itu justru menuai pro kontra. Kritikan datang dari publik lantaran paes ageng yang dikenakan sang artis dinilai tak sesuai pakem Jawa.
Pasalnya, tatanan paes ageng Luna Maya itu dinilai terlalu banyak dimodifikasi dan tak. Tak hanya itu, tatanan paes ageng itu juga tidak dilengkapi prada emas, sritaman dan alis menjangan ranggah hingga sempyok seperti yang seharusnya.
Menanggapi hal ini, Luna Maya akhirnya angkat bicara saat hadir sebagai bintang tamu di kanal YouTube Comic 8 Revolution yang dipandu Ivan Gunawan, Rabu (23/7/2025). Di kesempatan tersebut, Luna mengaku bahwa impiannya adalah menikah dengan memakai riasan paes.
"Ini mungkin pertama kali gue speak up soal ini ya. Pertama-tama gue memang cita-cita gue tuh selalu pengin nikah pakai paes ya. That was my dream wedding, akhirnya kesampaian," ujar Luna, dikutip Grid.ID dari BanjarmasinPost.
Luna menyadari betul kalau riasan paesnya saat akad nikah itu jadi sorotan publik. Istri Maxime Bouttier ini minta maaf secara personal ke periasnya, Mamie Hardo, yang ikut diserang netizen gegara riasan paes ageng tersebut. Luna pun menegaskan bahwa ini bukan salah sang perias karena dirinyalah yang meminta dibuat riasan yang tidak sesuai pakem.
"Terus gue datang ke tante Mamie. Jujur ini juga gue personally chat tante Mamie gitu. Gue minta maaf karena banyak yang menyerang beliau. Banyak yang kayak mempertanyakan beliau padahal sebenarnya nggak salah beliau," ungkap Luna Maya.
"Beliau sudah bilang, 'enggak mau pakem aja?'. 'Tante Mamie, aku boleh enggak pakem?' Padahal sebenarnya aku juga mohon maaf enggak paham bahwa banyak orang yang benar-benar sedemikian rupa dengan masalah pakeman ini," lanjutnya.
Pemeran Suzzanna ini pun mengungkapkan alasannya memilih riasan yang lebih sederhana dari pakem seharusnya. Dia merasa ingin tampil berbeda karena selama menjadi artis dirinya sudah terbiasa memakai riasan yang glamor.
"Aku bilang antara paes Putri Jogja sama Paes Ageng itu, aku akan ambil tengah-tengahnya. Aku suka the cleanness of sanggulnya, tapi aku mau paesnya tuh sebenarnya kayak paes Putri Jogja yang simpel polos enggak pakai prada," tuturnya.
Dengan rendah hati, Luna Maya pun meminta maaf kepada seluruh pihak atas kegaduhan soal paes ageng yang dikenakannya.
"Gue minta maaf juga kalau ternyata ini jadi perbincangan dan membuat orang jadi ada yang mengkritik gue, keputusan gue, atau mengkritik tante Mamie bahkan sampai menghujat gitu," tandasnya.
Filosofi di Balik Paes Ageng Luna Maya
Paes ageng merupakan satu dari enam jenis tata rias pengantin yang berasal dari Yogyakarta. Dibandingkan yang lain, riasan paes ageng Yogyakarta tergolong istimewa karena dulunya hanya boleh dipakai oleh keluarga kerajaan di lingkungan kraton.
Kini gaya makeup tersebut sudah bebas dipakai oleh berbagai kalangan di lokasi yang juga bervariasi. Bukan cuma itu, karena riasan ini dianggap sakral, sang juru rias juga perlu menjalani persiapan khusus.
Mengutip Kompas.com, para juru rias diwajibkan memiliki kekuatan batin serta kebersihan diri. Mereka harus menjalani puasa untuk menghasilkan hasil riasan yang cantik, bersinar dan manglingi.
Unsur yang cukup mencolok dalam penggunaan paes ageng Yogyakarta adalah alis tanduk rusa yang bercabang atau alis menjangan. Bentuk alis ini melambangkan kecerdikan, kecerdasan, dan keanggunan hewan tersebut sebagai inspirasi karakter untuk pengantin perempuan.
Ciri khas lain dari paes ageng Yogyakarta ini adalah paes prada. Ini adalah pola riasan yang berupa lengkungan hitam dengan garis emas di dahi pengantin perempuan.
Setiap bentuk lengkungan itu memiliki ukuran yang bebeda pula sehingga melambahkan simbol yang juga berlainan. Lengkungan kecil yang disebut pengapit melambangkan keseimbangan.
Sedangkan lengkungan yang lebih besar melambangkan kebesaran Tuhan. Riasan ini memiliki filosofi agar perempuan dapat menjadi penyeimbang rumah tangga dan keluarga yang dijalankan di bawah kebesaran Yang Kuasa.
Ada pula pola riasan yang disebut cithak yang merupakan tanda kecil di dahi dan terletak di antara alis. Riasan ini mirip dengan milik perempuan India namun berbeda bentuk.
Cithak memiliki filosofi soal pola pikir perempuan. Diharapkan, pengantin perempuan akan menjadi sosok yang berpikir ke depan, fokus dan menjaga kesetiaan sebagai seorang istri.
Hal lain yang tak kalah unik adalah centhung, aksesori yang disematkan di kanan dan kiri kepala pengantin perempuan. Berjumlah dua buah, ini sebagai lambang soal gerbang kehidupan baru yang baru saja dilalui oleh pengantin perempuan bersama pasangannya.
Selain centhung, ada juga cunduk mentul, hiasan kepala yang disematkan di sanggul. Mengutip Tribun Solo, cunduk mentul merupakan gambaran sinar matahari yang berpijar memberi kehidupan. Cunduk Mentul berjumlah ganjil, biasanya 5 buah, dengan melambangkan sesuatu yang serba lebih atau sarwo linuwi.