TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Komisi C DPRD Kota Semarang melanjutkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengelolaan Sampah dengan fokus pada kesiapan Kota Semarang dalam menjalankan program Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL).
Dalam rapat terbaru, DPRD menghadirkan tim ahli dari Universitas Diponegoro (Undip) yang memaparkan hasil kajian teknis dan ekonomis mengenai potensi serta tantangan penerapan PSEL di kota ini.
Anggota Komisi C DPRD, Dini Inayati menyebut, PSEL menjadi perhatian utama mengingat statusnya sebagai proyek strategis nasional yang membutuhkan dukungan regulasi kuat di tingkat daerah.
kajian dari tim akademisi ini dinilai penting sebagai dasar ilmiah pembentukan Perda yang kokoh dan implementatif.
Tim ahli Undip menggarisbawahi dua tantangan utama dalam penerapan PSEL berkapasitas 1.000 ton sampah per hari di Semarang, yaitu ketersediaan bahan baku dan biaya operasional.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH), volume sampah yang saat ini masuk ke TPA Jatibarang belum mencapai angka tersebut.
Namun, kekurangan ini dinilai dapat diatasi dengan strategi penambangan sampah lama (landfill mining) yang sudah tertimbun selama bertahun-tahun di TPA tersebut.
Potensi lain juga bisa didapat dengan menghentikan praktik illegal dumping atau pembuangan sampah ke luar kota, sehingga semua sampah dikonsolidasikan ke TPA Jatibarang.
Meski demikian, tim Undip menegaskan pentingnya tetap menjaga kualitas sampah yang masuk ke instalasi PSEL.
Pengelolaan sampah organik di tingkat rumah tangga dan pemilahan sejak dari sumber dinilai sangat berpengaruh pada efisiensi pembakaran dan konversi energi.
Di sisi lain, biaya operasional PSEL diperkirakan mencapai Rp 680.000 per ton, sementara subsidi dari pemerintah pusat melalui Perpres No. 35 Tahun 2018 hanya menanggung maksimal Rp 500.000 per ton.
Artinya, Pemerintah Kota Semarang harus menutupi selisih sekitar Rp 180.000 per ton, yang jika dikalkulasi, bisa mencapai Rp 65 miliar per tahun.
Kajian tersebut juga menyoroti pentingnya faktor Internal Rate Return (IRR) bagi perusahaan pengelola dan stabilitas harga beli listrik oleh PLN.
Menanggapi hasil kajian tersebut, Dini Inayati menekankan beberapa rekomendasi krusial yang perlu diakomodasi dalam Raperda Pengelolaan Sampah.
"Kita harus memastikan bahwa semua sampah yang tidak terkelola di TPS seluruh Kota Semarang harus bermuara ke TPA Jatibarang. Tidak boleh ada lagi illegal dumping atau pengalihan ke tempat lain," kata Dini dalam keterangannya, Jumat (25/7/2025).
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya penguatan pengelolaan sampah organik di tingkat hulu.
"Masyarakat, terutama di lingkungan RT/RW, harus terus didorong untuk aktif mengelola sampah organik mereka. Sampah organik yang dikelola di sumbernya akan mengurangi volume sampah basah yang masuk ke PSEL, sehingga panas yang dihasilkan lebih optimal dan produksi listrik akan sampai pada targetnya" sambungnya. (idy)