Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menegaskan tidak terpengaruh oleh tekanan politik dari pihak mana pun dalam menjatuhkan vonis kasus Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

Hakim anggota Sunoto menekankan seluruh pertimbangan dan putusan Majelis Hakim dalam perkara tersebut didasarkan semata-mata pada fakta yang terungkap di persidangan, alat bukti yang sah menurut hukum, keterangan saksi di bawah sumpah, barang bukti yang diajukan, keterangan terdakwa, dan ketentuan hukum yang berlaku.

"Begitu pula tidak terpengaruh opini publik atau pemberitaan media, kepentingan politik atau golongan tertentu, spekulasi kekuatan besar, maupun isu-isu di luar fakta persidangan," ujar Sunoto dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat.

Hakim Sunoto menyebutkan hal tersebut juga merupakan respons terhadap pleidoi (nota pembelaan) dan duplik (tanggapan terhadap replik) Hasto yang mendalilkan bahwa dirinya mengalami berbagai politik sejak Agustus 2023, termasuk pelaporan terhadap wawancara Hasto, undangan klarifikasi, dan ancaman akan dijerat hukum jika tetap bersikap kritis.

Bahkan, dikatakan bahwa Hasto turut mendalilkan pada 13 Desember 2024 didatangi beberapa orang yang meminta mundur dari jabatan sekjen dengan ancaman akan ditetapkan sebagai tersangka jika tidak mundur.

Kemudian setelah pemecatan tiga orang pada tanggal 16 Desember 2024, Hakim menyampaikan Hasto menyebut dirinya ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Desember 2024.

"Menimbang bahwa terhadap dalil tersebut, Majelis Hakim perlu menegaskan prinsip fundamental dalam sistem peradilan Indonesia bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," ucap dia.

Hasto terjerat sebagai terdakwa dalam kasus dugaan perintangan penyidikan dan pemberian suap. Dalam kasus itu, ia divonis pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan serta denda Rp250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Hasto terbukti menyediakan dana suap sebesar Rp400 juta yang akan diberikan kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022 Wahyu Setiawan untuk pengurusan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Namun demikian, Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan kasus korupsi dengan tersangka Harun Masiku dalam rentang waktu 2019–2024, seperti dakwaan pertama penuntut umum.

Dengan begitu, Hasto dinyatakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dalam dakwaan kedua alternatif pertama.

Adapun putusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada Hasto lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya, yakni pidana 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan.