Pengurus Koperasi Desa Merah Putih di Purworejo Pilih Pasif: Modal Belum Ada, Bingung Mau Ngapain
deni setiawan July 26, 2025 12:30 AM

TRIBUNJATENG.COM, PURWOREJO – Belum juga genap sepekan sejak peluncuran Koperasi Desa Merah Putih secara serentak oleh Presiden Prabowo Subianto di Kabupaten Klaten, beberapa pengurus mulai mengeluh.

Tak sekadar itu, mereka juga masih bingung apa yang hendak dikerjakan sedangkan modal belum ada.

Bahkan tak sedikit pula di antara mereka yang curhat jika untuk mengurus segala sesuatunya harus merogok kantong pribadi.

Program nasional Koperasi Desa Merah Putih yang digadang-gadang mampu menjadi penggerak ekonomi desa, belum berjalan optimal di Kabupaten Purworejo.

Dari 454 koperasi desa/kelurahan yang telah terbentuk dan diresmikan secara nasional oleh Presiden Prabowo Subianto, sebagian besar masih mandek.

Di Koperasi Merah Putih Desa Ngentak, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo ini contohnya.

Ketua Koperasi Desa Ngentak, Marnie, mengungkapkan, hingga saat ini koperasi di tingkat desa belum memiliki modal usaha maupun arahan teknis dari pemerintah.

“Bagaimana bisa jalan, modal saja belum ada."

"Juknis pun belum turun,” ujarnya seperti dilansir dari Kompas.com, Jumat (25/7/2025).

Marnie menambahkan, sampai saat ini para pengurus belum mendapatkan pelatihan teknis maupun bimbingan manajemen koperasi.

Rencana pertemuan pada akhir Juli 2025 disebutnya hanya berisi temu bisnis dengan BUMN seperti Pertamina dan Pupuk Indonesia, bukan pelatihan substantif.

“Untuk bintek sama sekali belum direncanakan,” tegasnya.

Akibat ketiadaan dukungan operasional, banyak pengurus di desa terpaksa menggunakan uang pribadi untuk kebutuhan administrasi koperasi --termasuk membuka rekening, membeli materai, dan ongkos transportasi.

“Banyak pengurus yang nombok sendiri, termasuk saya."

"Bahkan bensin buat wara-wiri saja dari kantong pribadi."

"Ini berat kalau terus-menerus tanpa dukungan konkret,” keluhnya.

Lebih jauh, Marnie mengkritik cara pemerintah membentuk koperasi desa yang dinilai terlalu tergesa-gesa dan hanya mengejar kuantitas.

“Saya merasa program ini dilakukan terburu-buru."

"Terkesan hanya mengejar target jumlah koperasi untuk keperluan launching."

"Padahal kami di lapangan belum siap, baik dari sisi sumber daya maupun teknis,” katanya.

Dia berharap Pemerintah Pusat dan daerah serius membina koperasi yang sudah terbentuk, bukan sekadar memamerkan jumlah.

“Jangan cuma bangga sudah terbentuk 80 ribu koperasi, tapi tidak dipikirkan outcomenya."

"Bagaimana agar koperasi benar-benar bisa menyejahterakan warga desa."

"Itu yang harusnya menjadi fokus,” tegasnya.

Keluhan serupa juga disampaikan salah satu pengurus Kopdes di Kecamatan Bener yang enggan disebutkan namanya.

Dia menyebut koperasinya belum berjalan sama sekali meskipun legalitasnya telah selesai.

"Belum ada kegiatan, kalau legalitas sudah tinggal modalnya belum ada."

"Masih bingung mau bagaimana nantinya," ujarnya. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.