Kasus Tom Lembong Mirip Thomas More VS Raja Inggris, Pakar Hukum Feri Amsari: Dihukum Raja Jawa
Hefty Suud July 27, 2025 11:30 PM

TRIBUNJATIM.COM - Vonis penjara terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong hingga kini menjadi sorotan. 

Menteri Perdagangan di era kepemimpinan Presiden Ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) tersebut divonis hukuman penjara 4,5 tahun terkait kasus korupsi impor gula.

Selain dijatuhi pidana kurungan, Tom Lembong juga dijatuhi pidana denda Rp750 juta subsider 6 bulan penjara. 

Tom Lembong dinilai jaksa telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kasus korupsi impor gula ini telah merugikan keuangan negara sebesar R194 Miliar dan memperkaya 10 orang akibat menerbitkan perizinan importasi gula periode 2015-2016.

Dalam dakwaannya, jaksa menyebut kerugian negara itu diakibatkan adanya aktivitas impor gula yang dilakukan Tom Lembong dengan menerbitkan izin impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan swasta tanpa adanya persetujuan dari Kementerian Perindustrian.

Kasus Tom Lembong ini disebut pakar hukum mirip kasus Thomas More vs Raja Inggris. 

Pakar hukum tata negara Feri Amsari menuding ada sosok “raja Jawa” di balik vonis pidana 4,5 tahun yang didapatkan Tom Lembong. 

Tom divonis oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada hari Jumat, (18/7/2025), dalam kasus korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015—2016.

Seperti banyak pakar hukum lainnya, Feri menganggap ada kejanggalan dalam kasus Tom.

Menurut Feri, para hakim dan jaksa di Indonesia mengetahui kejanggalan yang terjadi. Mereka memberikan clue atau petunjuk kepada masyarakat Indonesia mengenai “kekonyolan hukum” dalam kasus Tom.

“Jadi, ngasih tahu kami (hakim dan jaksa) sebenarnya kami diperintah orang, maka lahirlah kekonyolan itu, paham kapitalisme dijadikan argumentasi,” ujar Feri dalam podcast yang tayang di kanal YouTube Forum Keadilan, Minggu, (27/7/2025).

Feri menduga para hakim dan jaksa yang menangani kasus Tom sedang ditekan atau dipaksa oleh pihak tertentu.

Kata dia, ada dugaan kuat bahwa peradilan terhadap Tom adalah political trial atau peradilan sesat. Dia menyebut peradilan sesat adalah peradilan yang menargetkan dan membungkam lawan politik.

Feri berujar peradilan seharusnya bersih dari politik.

“Peradilan harus bebas dari kepentingan politik, emosi, nuansa-nuansa yang mengganggu kemurnian,” kata Feri.

Akademisi itu lalu menyinggung banyaknya rakyat kecil yang diadili pada masa Orde Baru karena kepentingan politik kekuasaan.

Adapun saat ini pihak Tom sudah memutuskan mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Feri berharap pihak Tom dalam memori bandingnya bisa membuktikan bahwa putusan terhadap Tom adalah putusan peradilan sesat.

FERI AMSARI - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, saat ditemui awak media di Kawasan Kalibata, Jakarta, Selasa (26/11/2024).
FERI AMSARI - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, saat ditemui awak media di Kawasan Kalibata, Jakarta, Selasa (26/11/2024). ( Rizki Sandi Saputra)

Feri menyebut kasus Tom mirip dengan kasus yang menimpa Sir Thomas More, seorang penasihat Raja Inggris Henry VIII yang bertakhta dari tahun 1491 hingga 1547.

Awalnya More bersahabat baik dengan Henry. Namun, More dihukum oleh Henry setelah keduanya memiliki pandangan berbeda mengenai pernikahan Henry. More didakwa melakukan pengkhianatan dan berujung dieksekusi.

“Ceritanya agak mirip-mirip Tom Lembong. Orang dekat raja yang berkuasa, lalu berbeda pandangan, dan dihukum,” kata Feri.

Feri lalu mengatakan yang menghukum Tom adalah raja Jawa. Namun, dia tidak menjelaskan identitas raja Jawa yang disebutnya.

Istilah raja Jawa pernah pula disebut oleh Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia saat menyampaikan pidato perdananya sebagai ketua umum di JCC, Jakarta, (21/8/2024).

Saat itu di depan kader Golkar, Bahlil meminta agar kader tidak bermain-main dengan raja Jawa karena bisa memunculkan celaka.

Adapun mengenai peradilan politik, Feri mengatakan peradilan seperti itu lumrah dalam peradaban politik ketatanegaraan.

“Selalu dianggap perbuatan yang zalim karena raja atau penguasa tidak nyaman dengan perbedaan cara pandang dan melakukan berbagai cara untuk menghentikan lawan politik,” kata Feri menjelaskan.

Tom Lembong: Aneh Bagi Saya

TOM LEMBONG - Terdakwa korupsi impor gula eks Mendag Tom Lembong di PN Tipikor Jakarta, Senin (14/7/2025). Hakim menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016 tersebut.
TOM LEMBONG - Terdakwa korupsi impor gula eks Mendag Tom Lembong di PN Tipikor Jakarta, Senin (14/7/2025). Hakim menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016 tersebut. ( Rahmat W Nugraha)

Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong  atau Tom Lembong mengungkapkan opininya kepada awak media terkait vonis yang dia terima.

Kata Tom, putusan majelis hakim janggal karena sepenuhnya mengabaikan kewenangan Menteri Perdagangan yang saat itu dia jabat.

“Kedua, yang sedikit, bukan sedikit ya, lebih dari sedikit janggal atau aneh bagi saya, sih ya, majelis mengesampingkan wewenang saya sebagai Menteri Perdagangan,” kata Tom. 

Tom mengatakan, undang-undang, peraturan pemerintah, dan semua peraturan perundang-undangan terkait jelas memberikan mandat kepadanya sebagai Mendag dalam tata niaga bahan pokok.

Namun, setelah dicermati, putusan majelis hakim mengabaikan seorang Mendag. Ia lantas menyimpulkan bahwa majelis hakim mengabaikan hampir semua fakta persidangan.

“Terutama keterangan saksi ahli bahwa yang berwenang adalah menteri teknis bukan Menko, bukan juga rakor (rapat koordinasi) pada menteri sebagai sebuah forum koordinasi, tapi tanggung jawab wewenang untuk mengatur, sektor teknis tetap melekat pada kementerian teknis,” ujarnya. 

Ia mencontohkan produk hukum setingkat menteri koordinator (menko) yang mengatur detail persoalan pertanian.

Masalah pertanian diatur sendiri oleh Menteri Pertanian sebagaimana persoalan perindustrian menjadi kewenangan Menteri Perindustrian.

“Jadi itu kejanggalan yang cukup besar bagi saya ya, majelis mengabaikan mandat, undang-undang, wewenang, yang melekat pada menteri teknis dan kepada forum rakor apalagi kepada Menko, menteri koordinator,” tutur Tom.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.