SURYA.co.id - Inilah sosok dan rekam jejak dua bos Sugar Group yang dicekal Kejagung, terkait kasus dugaan pencucian uang Zarof Ricar.
Dua bos perusahaan gula PT Sugar Group Companies (SGC), Purwanti Lee Cauhoul dan Gunawan Yusuf dicekal atau dilarang berpergian ke luar negeri.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Anang Supriatna membenarkan hal tersebut, saat dikondirmasi wartawan pada Sabtu (26/7/2025).
“Benar menurut info penyidik yang bersangkutan sudah dicekal,” kata Anang, Sabtu (26/7/2025), melansir dari Kompas.com.
Sebelumnya, Kejagung telah memeriksa Purwanti dan Gunawan sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Zarof Ricar, pada Rabu (23/7/2025).
“Keduanya juga sudah diperiksa sebagai saksi beberapa hari lalu dalam kasus TPPU atas nama Zarof Ricar,” lanjut Anang.
Namun demikian, Anang tidak memastikan kapan tanggal tepatnya pencekalan ke luar negari dilakukan kepada Purwanti Lee Cauhoul dan Gunawan Yusuf.
“Pastinya tanggal penyidik lupa,” lanjut Anang singkat.
Sementara itu, pelaksana tugas (Plt) Dirjen Imigrasi Kementeria Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) Yuldi Yusman menegaskan, Purwanti Lee Cauhoul dan Gunawan Yusuf telah dilarang bepergian ke luar negeri sejak 23 April hingga 23 Oktober 2025.
“Mulai 23 april 2025 hingga 23 oktober 2025,” tegas Yuldi.
.Rekam Jejak Purwanti Lee dan Gunawan Yusuf
Purwanti Lee Cauhoul, atau lebih dikenal sebagai Ny. Lee, adalah sosok perempuan berpengaruh di balik roda bisnis salah satu raksasa industri gula di Indonesia, Sugar Group Companies (SGC).
Bersama saudara laki-lakinya, Gunawan Yusuf, ia membangun dan mengelola perusahaan ini hingga menjadi pemilik merek terkenal seperti Gulaku, dengan cakupan bisnis yang sangat luas, dari perkebunan tebu, penggilingan, hingga produksi etanol.
Sebagai Wakil Presiden Sugar Group Companies, Purwanti Lee memainkan peran strategis dalam pengembangan dan ekspansi perusahaan.
Di bawah kepemimpinannya, SGC menguasai lahan tebu seluas lebih dari 75.000 hektare di Lampung, menjadikannya salah satu konglomerasi agribisnis terbesar di Asia Tenggara.
Beberapa anak perusahaan besar di bawah naungan SGC antara lain PT Gula Putih Mataram, PT Sweet Indolampung, PT Indolampung Perkasa, dan PT Indolampung Distillery.
Namun kontribusi Ny. Lee tidak hanya terbatas pada sektor bisnis. Ia juga dikenal karena dedikasinya yang besar terhadap pendidikan dan pemberdayaan sosial.
Menyadari pentingnya akses pendidikan berkualitas bagi anak-anak pekerja perkebunan, ia mendirikan sekolah-sekolah modern di kawasan SGC, mulai dari jenjang SD hingga SMA, bahkan mendirikan politeknik dan SMK berbasis teknologi.
Program beasiswa pun diberikan secara rutin, mengantarkan ratusan lulusan ke perguruan tinggi negeri ternama seperti UI, ITB, UGM, dan IPB.
Tidak sedikit dari mereka yang kemudian kembali bekerja di SGC, menempati posisi penting, bahkan lebih tinggi dari posisi orang tua mereka.
Di mata masyarakat Lampung, Purwanti Lee juga dikenal sebagai tokoh dengan jejaring politik yang kuat. Ia menjadi pendukung aktif dalam Pemilihan Gubernur Lampung 2018, yang dimenangkan oleh pasangan Arinal Djunaidi dan Chusnunia Chalim.
Ia juga memiliki hubungan dekat dengan tokoh-tokoh daerah, termasuk mantan Bupati Tulang Bawang Barat, Umar Ahmad.
Dalam upayanya memperkuat pendidikan vokasi, Ny. Lee turut membangun gedung Akademi Teknik Mesin dan Industri di Panaragan Jaya, sebagai simbol nyata sinergi antara dunia usaha dan pembangunan daerah.
2. Gunawan Yusuf
Gunawan Yusuf, yang juga kerap ditulis sebagai Gunawan Jusuf, adalah sosok penting di balik kemajuan bisnis gula di Indonesia.
Ia dikenal luas sebagai Presiden Direktur dan CEO Sugar Group Companies (SGC), perusahaan yang memproduksi salah satu merek gula konsumsi paling populer di Indonesia: Gulaku.
Di bawah kepemimpinannya, SGC berkembang pesat menjadi konglomerasi besar yang tidak hanya mengelola produksi gula, tetapi juga mengintegrasikan rantai bisnis dari perkebunan tebu, penggilingan, hingga distribusi dan ritel.
Gunawan Yusuf memulai kiprahnya di dunia bisnis melalui PT Makindo sejak awal 2000-an.
Namun, namanya melejit setelah mengembangkan perkebunan tebu besar-besaran di Lampung yang luasnya mencapai lebih dari 65.000 hektare, nyaris menyamai luas wilayah negara Singapura.
Sugar Group Companies yang ia pimpin tidak hanya memproduksi gula, tetapi juga merambah ke produk lain seperti kopi premium (JJ Royal Coffee) dan etanol sebagai energi alternatif.
Konsep bisnisnya tidak hanya fokus pada profit, tetapi juga pada inovasi dan ketahanan pangan nasional.
Kepedulian Gunawan terhadap pendidikan dan kesejahteraan pekerja juga tercermin dari pendirian Sugar Group Schools, sebuah inisiatif pendidikan gratis bagi anak-anak karyawan perkebunan.
Sekolah ini dilengkapi fasilitas modern dan bahkan menyediakan beasiswa kuliah bagi siswa berprestasi, sebagai bagian dari komitmen sosial perusahaan terhadap komunitas lokal.
Di luar urusan bisnis, Gunawan Yusuf juga aktif menyuarakan isu lingkungan dan keberlanjutan.
Ia menulis buku berjudul “Blue Gold”, yang membahas pentingnya konservasi dan pengelolaan air bersih sebagai sumber daya strategis.
Ia juga tergabung dalam Terawatt Initiative, sebuah jaringan global yang mendorong penggunaan energi terbarukan dan transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Namun, perjalanan bisnisnya tidak lepas dari kontroversi. Gunawan Yusuf sempat dilaporkan oleh mantan rekan bisnisnya, Toh Keng Siong, atas dugaan penipuan dan pencucian uang terkait investasi besar di PT Makindo pada periode 1999–2001.
Kasus ini telah mengalami beberapa kali penghentian dan pembukaan kembali penyelidikan oleh aparat hukum Indonesia.
Selain itu, pada 2025, Gunawan dan rekannya Purwanti Lee juga disebut dalam kasus dugaan suap kepada mantan hakim Mahkamah Agung, Zarof Ricar. Mereka bahkan dicegah bepergian ke luar negeri oleh Kejaksaan Agung hingga Oktober 2025, dan laporan masyarakat juga telah masuk ke KPK.
Meski menghadapi proses hukum, Gunawan Yusuf tetap menjadi figur penting dalam industri gula nasional.
Dengan kekayaan yang diperkirakan mencapai lebih dari 900 juta dolar AS menurut data Globe Asia 2018, ia masih memegang pengaruh besar dalam kebijakan dan strategi bisnis sektor pangan strategis di Indonesia.
Dalam dirinya, bertemu antara semangat industrialis, kepedulian sosial, dan keberanian menghadapi badai kontroversi yang tak kunjung reda.