Frustasi Istri dan Anak Meninggal, Hafid Dokter THT Menyendiri di Kolong Jembatan 9 Tahun
Arie Noer Rachmawati July 29, 2025 09:30 AM

TRIBUNJATIM.COM - Seorang dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) memilih tinggal di kolong jembatan setelah istri dan anak meninggal.

Dokter tersebut bernama Hafid, lulusan Universitas Indonesia dan Singapura.

Hafid tinggal di bawah kolong jembatan di kawasan Kadilangu, Demak, Jawa Tengah.

Kehidupan Hafid yang dulunya penuh prestasi dan keberhasilan di dunia medis berubah dratis semenjak kepergian istri dan anak tunggalnya.

Dalam tayangan YouTube Sinau Hurip yang dipandu oleh Sukaryo Adiputro atau Adi, Hafid telah menjalani kehidupan di kolong jembatan selama sembilan tahun.

Hafid merupakan lulusan Kedokteran Universitas Indonesia yang kemudian melanjutkan pendidikan spesialis THT di Singapura. 

Tak berhenti di situ, ia juga sempat menempuh pendidikan lanjutan di Italia selama empat tahun. 

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Hafid membuka sebuah apotek di Jember dan menjalani kehidupan rumah tangga bersama sang istri, yang juga seorang dokter asal Cianjur.

Namun, kehidupan bahagia itu berubah ketika sang istri meninggal dunia akibat kecelakaan. 

Kesedihan Hafid semakin mendalam saat anak semata wayangnya, yang sedang menempuh pendidikan di Jerman dan hendak wisuda, juga meninggal dunia dalam kecelakaan ketika hendak pulang ke rumah.

“Setelah itu saya benar-benar frustasi. Saya tinggalkan semua, termasuk apotek dan rumah,” ujar Hafid dalam wawancara tersebut, dikutip dari Tribun Jateng pada Selasa (29/7/2025).

Kini, rutinitas Hafid dimulai dari tempat tinggalnya di bawah kolong jembatan. 

HIDUP DI KOLONG JEMBATAN - Sebuah kisah pilu sekaligus menyentuh hati datang dari seorang pria bernama Hafid, dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) lulusan Universitas Indonesia dan Singapura.
HIDUP DI KOLONG JEMBATAN - Sebuah kisah pilu sekaligus menyentuh hati datang dari seorang pria bernama Hafid, dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) lulusan Universitas Indonesia dan Singapura. (YouTube Sinau Hurip)

Setiap hari, ia berjalan kaki ke Masjid Kadilangu untuk beribadah, kemudian berziarah ke makam Sunan Kalijaga, dan kembali ke tempat tinggalnya untuk menyendiri.

Meski memiliki pondok pesantren (ponpes) di Jember yang dikelola oleh keluarganya, Hafid mengaku tak betah lama di kampung halamannya. 

Ia sesekali pulang ke Jember hanya untuk akhir pekan, lalu kembali lagi ke Demak.

“Saya merasa lebih tenang di sini,” katanya lirih.

Dalam wawancara itu, Hafid juga mengungkapkan ia adalah anak tunggal. 

Meski demikian, ia memiliki tiga saudara angkat yang semuanya menempuh pendidikan di bidang kesehatan. 

Hidup dalam kesederhanaan bukanlah hal yang membuatnya menyesal. 

Bagi Hafid, ketenangan jiwa jauh lebih penting daripada kenyamanan materi.

“Saya pernah ke Cianjur, ke rumah istri, lalu ke Singapura ketemu teman-teman. Tapi saya seperti mendapat bisikan untuk kembali. Akhirnya saya kembali dan memilih hidup di sini,” ungkapnya.

Kisah lainnya juga dialami Dokter Wayan yang menangani pasien meski pasien tidak memiliki uang.

Banyak pasien yang manjur mendapatkan obat darinya.

Namun mirisnya, Dokter Wayan ternyata tinggal sebatangkara dengan kondisi rumahnya yang tidak terawat dan banyak sampah.

Dokter Wayan merupakan warga di Kampung Pasirwaru, Desa Karanganyar, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang.

Seluruh rumah Dokter Wayan tidak terawat padahal sebenarnya bangunan rumahnya megah dan luas.

Dokter Wayan sebenarnya merupakan orang Bali, ia lahir pada April 1965.

Dokter Wayan tinggal seorang diri di rumah itu sejak 10 tahun terakhir setelah bercerai dengan istrinya.

Hingga beberapa tahun terakhir rumah mewah itu berantakan dan tidak terawat.

Dokter Wayan sebenarnya tidak membuka praktik di rumah tersebut.

Namun, warga setempat kerap meminta bantuan berobat karena tidak ada dokter di sekitar tempat tinggalnya.

Pasien yang berobat kepada Doter Wayan merasa cocok dengan obat dan pengobatannya.

Tak hanya warga Desa Karanganyar saja, pasiennya pun banyak yang datang dari luar daerah.

Tak peduli dengan lokasinya yang kotor, para pasien sudah merasa cocok dengan pengobatan dokter Wayan.

Setelah viral dokter Wayan akhirnya muncul ke publik.

Ia sudah bertemu dengan beberapa konten kreator yang kini sedang membersihkan rumahnya.

Pria asli Bali itu pun mengungkap alasan kenapa ia tetap mengobati pasien meski sang pasien tidak membawa uang.

Rupanya alasan dr Wayan itu pun langsung membuat siapapun yang mendengarnya menangis.

Tetangga dan orang-orang yang mengenal dokter Wayan pun langsung menceritakan kebaikannya.

Bukan cuma obatnya yang manjur, dr Wayan pun dikenal baik hati dan ramah kepada pasiennya.

Bahkan ia tetap mengobati sang pasien meski tak membawa uang.

"Aku dulu seminggu nebus obat flek Rp60.000, sama dia (dr Wayan) itu enggak kontan Pak. Dikasih obat, nanti kalau punya duit bayar," kata pasien dokter Wayan, Warsih, dilansir dari YouTube Bang Brew TV.

Pulang dengan membawa obat, Warsih pun membayarnya dengan cara dicicil.

"Ngutang, bayarnya dicicil dan enggak pernah ditagih," tambahnya.

Warsih pun mengaku sudah berobat ke dokter Wayan sejak tahun 1997, dan saat itu ia menderita penyakit flek paru-paru.

Warga sekitar Desa Karanganyar, Kabupaten Karawang rata-rata memang berobat ke dr Wayan.

"Orang sekitar ini kalau berobat ke dokter Wayan, kalau malam jam 1 jam 2 dibangunin, pasti bangun," tuturnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.