Grid.ID - Kebijakan baru soal larangan study tour ditolak oleh tiga kepala daerah di Jawa Barat. Dedi Mulyadi peringatkan akan beri sanksi tegas ini.
Dedi Mulyadi baru-baru ini menyinggung soal kebijakan baru yang telah dikeluarkannya. Kebijakan yang dimaksud adalah soal pelarangan kegiatan study tour bagi siswa di Jawa Barat.
Hal itu tentu saja menuai pro dan kontra. Namun Dedi menegaskan bahwa kebijakannya ditujukan untuk kepentingan bersama.
Ia tak ingin menjadikan anak-anak sekolah sebagai objek ekonomi. Pun dengan orangtua atau wali siswa yang harus menanggung biaya di luar untuk kepentingan akademik.
"Ada beberapa bupati dan wali kota yang menjadi tujuan wisata yang dibungkus oleh study tour mengalami kegelisahan sehingga cenderung untuk memberlakukan kembali study tour di sekolah-sekolah dengan berbagai catatan," ujar Dedi, dikutip Tribunnews dari Instagram.
"Saya sampaikan bahwa menjadikan anak sekolah sebagai objek peningkatan kunjungan pariwisata adalah perbuatan yang tidak memiliki landasan berpikir akademis dan moral," tambahnya.
Dedi Mulyadi lantas mengungkap alasannya mengapa anak-anak sekolah tidak boleh dijadikan sebagai objek ekonomi. Selain itu, beberapa sekolah juga tetap meminta iuran untuk lembar kerja siswa (LKS) hingga seragam.
"Kenapa anak sekolah tidak boleh menjadi objek ekonomi? Itulah saya melarang mereka untuk menjadi objek jual beli LKS, objek jual beli buku, objek jual beli pakaian seragam."
"Karena sudah menjadikan mereka sebagai barang material dan menjadi bagian dari eksploitasi untuk mendapat keuntungan," jelasnya.
Diketahui, ada tiga kepala daerah di Jawa Barat yang tetap mengizinkan kegiatan study tour. Mereka adalah Wali Kota Bandung, Bupati Bandung, dan Bupati Cirebon.
Salah satunya, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan tetap mengizinkan study tour di wilayahnya dengan alasan kekhawatiran industri pariwisata akan memburuk. Sebab pariwisata di Kota Bandung sedang mengalami penurunan pendapatan.
Selain itu, Farhan juga mengatakan bahwa pihaknya tidak akan membatasi pelajar melaksanakan study tour ke luar daerah. Ia menyoroti masih banyak pelaku usaha yang menggantungkan nasibnya pada acara study tour.
"Study tour mah study tour we, asal tidak ada hubungan dengan nilai. Jadi yang sanggup bayar, yang enggak sanggup nggak usah bayar (ikut). Tanggung jawab kepala sekolah dan orang tua sudah dewasa," ucap Farhan.
"Tapi begitu ketahuan ada yang melaporkan, misalnya anak saya wajib ikut, kalau enggak nilai tidak bertambah atau kalau tidak ikut harus bikin tugas, maka kepala sekolahnya langsung diberhentikan, clear," tegasnya.
Mengetahui larangan study tour ditolak tiga kepala daerah, Dedi Mulyadi pun mengambil langkah tegas. Ia mengaku akan memberikan sanksi berupa pencopotan jabatan kepada kepala sekolah yang tetap menyelenggarakan study tour.
"Saya sudah tanya kepala daerahnya, Wali Kota Bogor, Cirebon, saya sudah tanya. Jadi begini, di sini, kepala daerah harus paham makna study tour," ujarnya.
Dedi Mulyadi berpendapat bahwa kegiatan study tour dapat dilakukan di daerah masing-masing tanpa harus ke luar kota. Sehingga biaya yang dikeluarkan akan menjadi semakin sedikit.
"Cukup di daerahnya masing-masing. Karena di setiap kabupaten, lab sudah ada, sudah lengkap. Tiap kabupaten ada sawah, setiap kota juga ada area penelitian. Jadi kalau ada yang tetap melakukan, sanksi kepala sekolahnya saya copot," ujarnya, dikutip dari Kompas.com.