Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON- Siang itu, di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Cirebon di Jalan Sudarsono, Kota Cirebon suasana tampak biasa saja.
Tapi ada yang berbeda. Seorang perempuan berseragam satpam tersenyum lebar sambil mengangkat kedua tangannya, menyapa seorang peserta disabilitas rungu dengan bahasa isyarat.
Tak perlu suara. Yang hadir adalah bahasa yang penuh empati: bahasa inklusi.
Namanya Nur Linda (30), seorang petugas keamanan di kantor tersebut.
Sudah tiga tahun ia bertugas dan satu tahun terakhir, ia memilih jalan baru: belajar bahasa isyarat.
“Awalnya sih banyak teman tuli datang, terus dibelajarin juga dari kantor. Sekarang sih lumayan bisa.”
“Misal sapaan seperti ‘selamat pagi’, ‘halo’, saya pakai bahasa isyarat. Ya meski masih belajar, saya senang bisa bantu,” ujar Nur Linda saat diwawancarai, Jumat (25/7/2025).
Linda adalah salah satu wajah dari Teman Dengar JKN, sebuah inovasi layanan dari BPJS Kesehatan Cirebon sejak tahun 2024 yang mengedepankan kesetaraan akses bagi penyandang tunarungu.
Bagi mereka yang hidup dalam sunyi, program ini bak cahaya harapan.
*Tak Lagi Takut Datang ke BPJS*
Program ini muncul dari sebuah pengamatan mendalam.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Cirebon, Adi Darmawan menjelaskan, bahwa ada kekosongan layanan yang sebelumnya belum terpenuhi.
“Kami melihat ada kebutuhan pelayanan yang belum kami cover, khususnya bagi penyandang difabel tunarungu.”
“Dulu mereka khawatir, kalau datang ke BPJS takut tidak dilayani karena tidak ada yang bisa komunikasi,” ucap Adi.
Kekhawatiran itu akhirnya dijawab melalui pelatihan intensif, pengembangan tools bahasa isyarat dan sinergi dengan komunitas seperti Gerkatin (Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) dan Yayasan Pancaran Kasih.
Frontliner BPJS kini dibekali kemampuan bahasa isyarat dasar, termasuk latihan rutin bersama 58 fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL).
*Membangun Kepercayaan, Meruntuhkan Stigma*
Damon Alam Ferdiansyah (37), guru bahasa isyarat di SLB Pancaran Kasih, masih ingat betul alasan di balik lahirnya program ini.
Ia mendengar langsung stigma mengerikan yang diyakini banyak teman tuli soal dokter.
“Mereka bilang, kalau sakit lalu ke dokter, pasti mati. Karena komunikasinya nggak nyambung.”
“Mereka lebih memilih beli obat di warung. Itu menyedihkan,” jelas Damon.
Kisah itu membuka mata semua pihak.
Damon, lewat yayasan dan Gerkatin, kemudian menjembatani BPJS dengan komunitas tuli. Sosialisasi berjalan. Pelatihan rutin dimulai.
Hasilnya nyata: kini penyandang tuli tak lagi takut datang.
“Sudah ada sekitar 10 penyandang tuli yang daftar jadi peserta JKN setelah program ini diluncurkan.”
“Kalau dihitung keluarga yang ikut mendaftarkan, sudah lebih dari 20 orang. Antusiasnya besar,” kata Adi.
*Bahasa Isyarat yang Menyatukan*
Gerkatin Kota dan Kabupaten Cirebon pun bergerak aktif.
Felicia Tendi, atau akrab disapa Caca (24) yang menjabat Ketua Gerkatin Kota Cirebon sejak Desember 2023, turut menjadi instruktur pelatihan bahasa isyarat bagi frontliner BPJS.
“Senang rasanya waktu pertama kali datang ke BPJS, satpamnya bisa bahasa isyarat. Jadi teman-teman tuli sekarang lebih percaya diri.”
“Harapannya, ke depan, fasilitas kesehatan juga bisa berbahasa isyarat,” ujar Caca, melalui bantuan juru bicara.
Sementara itu, Daffa Naufal Novriansyah (20), Ketua Gerkatin Kabupaten Cirebon, menekankan pentingnya keberlanjutan program ini.
“Saya sudah mengajarkan satu tahun ke teman-teman frontliner. Awalnya mereka belum bisa, tapi sekarang sedikit-sedikit bisa.”
“Harapan saya, mereka bisa komunikasikan kalimat sederhana seperti ‘KTP-nya mana?’ atau ‘Silakan duduk dulu’,” ucap Daffa, melalui bantuan juru bicara juga.
*Tak Lagi Hanya Angka*
Jumlah peserta JKN di Cirebon pun membuktikan semangat inklusivitas.
Per 1 Juli 2025, peserta JKN di Kota Cirebon sudah 100 persen, yaitu 356.755 orang.
Di Kabupaten Cirebon, mencapai 2.427.103 orang atau 97,5 persen dari total penduduk.
“Ini membuktikan bahwa JKN benar-benar untuk semua. Tidak ada diskriminasi, bahkan teman tuli pun kini bisa menikmati pelayanan kesehatan dengan mudah dan percaya diri,” jelas Adi.
Tak hanya layanan umum, peserta tunarungu juga bisa mendapat manfaat seperti alat bantu dengar, sesuai prosedur yang berlaku.
“Bantuan alat dengar ini sangat bermanfaat, khususnya untuk anak-anak.”
“Dengan bisa mendengar, mereka bisa menyerap pelajaran lebih baik,” kata Adi.
*Visi Inklusif: Dari Cirebon untuk Indonesia*
Deputi Direksi Wilayah V BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi menyebut, Teman Dengar JKN sebagai bagian dari transformasi mutu layanan BPJS yang menyeluruh dan berkeadilan.
“Teman Dengar JKN adalah bentuk nyata pelayanan mudah, cepat dan setara.”
“Ini adalah wajah inklusi dari sistem JKN yang kita bangun bersama,” ujar Irfan.
Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, pun memberikan dukungan penuh.
“Terima kasih BPJS Kesehatan Cirebon atas inovasinya. Program Teman Dengar ini sangat membantu warga kami, khususnya penyandang tunarungu.”
“Semoga kolaborasi dengan pemerintah bisa terus berlanjut, bahkan dari tingkat puskesmas sudah mulai kita siapkan petugas yang paham bahasa isyarat,” ucap Edo.
*Akhir dari Sunyi*
Hingga hari ini, di kantor BPJS Cirebon, suara harapan tak selalu datang lewat kata.
Kadang cukup dengan lambaian tangan, gerakan jari dan senyuman.
Karena bagi mereka yang hidup dalam sunyi, kehadiran layanan yang mengerti adalah bentuk paling tulus dari perhatian.
“Kalau frontliner bisa bahasa isyarat, stigma itu bisa hilang. Teman tuli bisa datang ke rumah sakit tanpa takut. Kami ingin mereka percaya diri, merasa setara,” jelas Caca.
Dari Cirebon, program Teman Dengar JKN mengajarkan kita satu hal, bahwa kesehatan adalah hak semua orang yang bisa diwujudkan bukan hanya dengan suara, tapi juga dengan empati dan kesetaraan.