Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, meminta semua pihak untuk menjalankan putusan MK yang memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah mulai 2029.
"Ya sudah, kalau sudah diputus oleh MK ya kita ikut aja, walaupun kita enggak suka," kata Jimly saat melayat ke Rumah Duka Sentosa, RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (29/7/2025), tempat Kwik Kian Gie disemayamkan.
Jimly mengatakan, putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga semua pihak wajib untuk melaksanakannya.
Dia memahami bahwa semua anggota DPR dan partai politik (parpol) tak setuju dengan putusan MK karena merasa kewenangannya diambil.
"Dan putusan yang kemarin itu harus dihormati. Sembilan orang enggak ada perbedaan, tidak ada dissenting opinion. Artinya utuh dia," ujar Jimly.
Jimly menegaskan meskipun putusan tersebut dianggap melanggar konstitusi, namun harus tetap dilaksanakan.
"Oh ada yang bilang, ini melanggar konstitusi. Ya, biarin saja, enggak apaapa. Tetapi kan sudah diputus," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia meminta DPR untuk segera membuat aturan teknis mengenai pemisahan Pemilu sebagaimana putusan MK.
"Diatur saja di undangundang, implementasinya bagaimana. Enggak usah diperdebatkan. Kan sudah diperdebatkan di persidangan," tuturnya.
Adapun dalam putusan Nomor 135/PUUXXII/2024, MK memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah mulai 2029.
Nantinya, pemilu nasional hanya meliputi pemilihan presidenwakil presiden, anggota DPR, dan DPD.
Sementara pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah mulai tahun 2029, melalui perkara nomor 135/PUUXXII/20242.
Putusan ini menjadi tonggak penting dalam reformasi sistem pemilu Indonesia.
Pemilu Nasional (Presiden, DPR, DPD) akan digelar terlebih dahulu. Pemilu Daerah (Gubernur, Bupati/Wali Kota, DPRD) dilaksanakan 2 hingga 2,5 tahun setelahnya. MK menyatakan sejumlah pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945, jika tidak dimaknai sesuai dengan pemisahan waktu tersebut. Mengurangi beban kerja penyelenggara pemilu yang sangat berat saat pemilu serentak lima kotak. Memberi ruang bagi pemilih untuk fokus dan cermat dalam menentukan pilihan. Memperkuat otonomi daerah dan meningkatkan keterlibatan publik dalam pemilu lokal.