Jakarta (ANTARA) - Penasihat hukum Menteri Perdagangan Periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengatakan penyampaian memori banding kliennya secara resmi ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Rabu, merupakan bentuk perlawanan konstitusional terhadap putusan yang tidak adil dan melukai rasa keadilan publik.

Menurutnya, putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat kepada Tom Lembong dalam perkara dugaan korupsi importasi gula, tanpa adanya kesalahan yang dapat dibuktikan, bukan sekadar kekeliruan hukum, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip dasar keadilan.

"Kasus Tom Lembong ini bukan hanya semata-mata pribadinya Tom Lembong, tetapi ini cerminan dari proses penegakan hukum kita," ucap Ari dalam konferensi pers usai mengajukan memori banding.

Sesuai dengan semangat Presiden Prabowo Subianto, kata dia, bangsa Indonesia kini menginginkan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang semakin baik sehingga, diharapkan penegakan hukum bisa berjalan dengan baik dan benar.

Untuk itu, dirinya masih menyimpan harapan di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta akan mengembalikan muruah keadilan serta menegakkan hukum dengan jujur, objektif, dan berani.

"Kami percaya masih ada ruang bagi akal sehat dan integritas untuk menemukan jalan kebenaran. Bahwa di balik segala tekanan dan kekeliruan, hukum masih bisa ditegakkan dengan hati nurani," tuturnya.

Adapun dalam memori banding yang diajukan, kuasa hukum Tom Lembong antara lain menyoroti tidak adanya mens rea (niat jahat) kliennya dalam kasus tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, penasihat hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi menyebutkan berdasarkan semua fakta persidangan, tidak ada satu pun saksi yang menyatakan bahwa kliennya pernah melakukan pertemuan, mengenal, atau mengetahui perwakilan perusahaan swasta dan menerima atau mendapatkan hadiah, janji, atau keuntungan dari pihak mana pun.

Dengan demikian, sambung dia, tidak ada atau tidak dapat dibuktikan adanya niat jahat atau kesepakatan jahat dan kesamaan tindakan (actus reus) untuk menguntungkan diri sendiri maupun korporasi dalam rangkaian kegiatan importasi gula perkara tersebut.

Untuk itu dalam petitum bandingnya, tim penasihat hukum Tom Lembong meminta memori banding diterima dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat dibatalkan.

Dengan demikian, tim kuasa hukum Tom Lembong berharap kliennya dibebaskan dari seluruh dakwaan atau setidaknya dilepaskan dari segala tuntutan, dipulihkan kedudukan, kemampuan, harkat, dan martabatnya seperti semula, serta seluruh barang bukti yang telah disita bisa dikembalikan.

Dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016, Tom Lembong divonis pidana selama 4 tahun dan 6 bulan penjara setelah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp194,72 miliar.

Tindak pidana korupsi yang dilakukan Tom Lembong, antara lain dengan menerbitkan surat pengajuan atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Atas perbuatannya, Tom Lembong juga dijatuhkan pidana denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Dengan demikian, perbuatan Tom Lembong telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni pidana penjara selama 7 tahun. Namun pidana denda yang dijatuhkan tetap sama dengan tuntutan, yaitu Rp750 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan.