Dedi Mulyadi Larang Study Tour, Tapi Piknik Boleh, Ini Penjelasannya
TRIBUNJATENG.COM – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menjadi sorotan publik setelah menyampaikan kebijakan tegas soal larangan study tour di lingkungan sekolah.
Namun, ia menegaskan bahwa kegiatan piknik tetap diperbolehkan, asalkan tidak dikaitkan dengan agenda pendidikan sekolah.
Dalam pernyataannya, Dedi menekankan bahwa masyarakat harus bisa membedakan antara study tour dan piknik.
Menurutnya, dua istilah ini memiliki makna dan fungsi yang sangat berbeda.
"Kalau piknik, sok boleh. Bukan pencabutan larangan study tour. Jadi, kalau piknik jangan dikaitkan dengan pelajaran. Ya piknik saja terbuka. Nah, kalau piknik tidak usah sekolah yang menyelenggarakan,” kata Dedi saat berbicara di Kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, Senin (28/7/2025), dikutip dari Kompas.com.
Study Tour Dinilai Melenceng
Larangan study tour secara resmi tertuang dalam Surat Edaran Nomor 45/PK.03.03/KESRA, yang diteken langsung oleh Dedi Mulyadi.
Ia menilai, kegiatan yang semula dirancang sebagai sarana belajar di luar kelas itu kini telah berubah menjadi kegiatan wisata tanpa nilai edukatif.
“Dengan adanya demo pekerja pariwisata, pengelola bus pariwisata, dan pengusaha travel, itu menunjukkan bahwa study tour yang dilaksanakan selama ini bertentangan dengan makna sebenarnya. Itu pembodohan publik,” tegas Dedi.
Dilarang Study Tour, Boleh Belajar di Daerah Masing-Masing
Dedi mendorong agar sekolah tetap bisa melakukan kegiatan pembelajaran berbasis observasi dan penelitian, tetapi cukup dilakukan di kota atau kabupaten masing-masing.
“Setiap kabupaten ada sawah, ada laboratorium. Tiap kota juga ada area penelitian. Jadi, tidak perlu pergi jauh untuk studi analisis,” jelasnya.
Ia juga mengancam akan mencopot kepala sekolah yang nekat tetap menyelenggarakan study tour, karena bertentangan dengan arahan resmi pemerintah provinsi.
“Kalau ada yang tetap melakukan, sanksi kepala sekolahnya saya copot,” ujarnya.
Bedakan Studi dan Rekreasi
Dedi menyebut bahwa piknik merupakan kegiatan rekreasi biasa dan sah dilakukan oleh keluarga atau kelompok masyarakat.
Namun, ia menolak jika kegiatan tersebut dibungkus dengan nama study tour untuk mendapat legitimasi dari institusi pendidikan.
"Itu bukan larangan piknik. Kalau orang mau rekreasi, ya silakan. Tapi jangan dikaitkan dengan sekolah,” tambahnya.
(*)