TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan organisasi Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) kini harus mengambil sikap usai Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan pimpinan advokat dilarang untuk rangkap jabatan.
Rangkap jabatan adalah kondisi di mana seseorang memegang dua atau lebih jabatan dalam suatu organisasi, pemerintahan, atau perusahaan pada waktu yang bersamaan.
Putusan itu dibacakan oleh hakim di ruang sidang MK, Jakarta untuk perkara Nomor 183/PUU-XXII/2024.
Diketahui, Ketua Umum PERADI Otto Hasibuan hingga saat ini juga menduduki jabatan sebagai Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan.
Itu jadi salah satu sorotan pemohon, advokat Andri Darmawan, dalam isi permohonannya.
Setelah permohonannya dikabulkan MK, Andri pun mendorong baik pemerintah dan PERADI segera menunjukkan langkah tegas.
"Artinya norma yang (baru) sudah diputuskan. Jadi ya kami serahkan ini mekanisme ke organisasi PERADI bahwa Otto Hasibuan ini kan sejak putusan hari ini sudah dinyatakan bahwa dia harus non-aktif gitu," kata Andri saat dihubungi, Rabu (30/7/2025).
"Karena dia statusnya sekarang sebagai pejabat negara. Atau kalau dia tidak mau non-aktif ya dia harus mundur sebagai wakil menteri. Pilihannya ada dua seperti itu," sambungnya.
Andri yang merupakan bagian dari organisasi Kongres Advokat Indonesia (KAI) mengaku tidak mau ikut campur ihwal langkah-langkah seperti apa yang akan diambil PERADI.
Ia hanya mengingatkan ihwal Putusan MK Nomor 183 kini sudah menerapkan norma baru.
"Ini tentunya yang akan kita sampaikan juga ke pemerintah, supaya putusan MK ini dilaksanakan. Artinya dalam arti kalau Pak Otto tidak mundur, tidak non-aktif sebagai ketua PERADI, ya pemerintah harus mengambil sikap. Karena ini bertentangan dengan putusan MK," pungkasnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pimpinan organisasi advokat tidak boleh rangkap jabatan ketika mereka ditunjuk sebagai pejabat negara, termasuk menteri atau wakil menteri.
Selain itu, MK melarang pimpinan organisasi advokat merangkap jabatan sebagai pimpinan partai politik.
MK juga mengatur agar pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali alias dibatasi hanya menjabat 2 periode dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyampaikan bahwa putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 telah menegaskan bahwa status jabatan wakil menteri ditempatkan sama dengan status yang diberikan kepada menteri.
Sehingga, larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana norma Pasal 23 UU 39/2008 juga berlaku untuk wakil menteri.
"Dengan status demikian, seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri seperti yang diatur dalam norma Pasal 23 UU 39/2008 berlaku pula bagi wakil menteri," kata Hakim Konstitusi Arsul Sani saat membaca pertimbangan hukum putusan uji materil UU Advokat di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (30/7/2025).
MK kemudian menjelaskan jika pertimbangan hukum dalam kedua putusan tersebut dikaitkan dengan larangan bagi advokat sebagaimana UU 18/2003, dan larangan rangkap jabatan bagi menteri/wakil menteri dalam UU 39/2008, serta putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019, hal ini sesuai larangan yang termaktub di Pasal 20 Ayat (3) UU 18/2003.
Dalam ketentuan pasal itu, advokat yang menjadi pejabat negara tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan tersebut.
Artinya, advokat yang menjalankan tugas sebagai pejabat negara dengan sendirinya kehilangan pijakan hukum untuk menjadi pimpinan organisasi advokat.
Mahkamah memiliki dasar kuat untuk menyatakan pimpinan organisasi advokat harus non-aktif jika ditunjuk sebagai pejabat negara, termasuk menteri atau wakil menteri.
MK menegaskan larangan tersebut dimaksudkan agar pimpinan organisasi advokat yang menjadi pejabat negara termasuk menteri atau wakil menteri, dapat terhindar dari potensi benturan kepentingan.
"Hal demikian diperlukan agar pimpinan organisasi advokat sebagai pejabat negara dimaksudkan untuk menghindari potensi benturan kepentingan (conflict of interest) apabila diangkat/ditunjuk sebagai pejabat negara, termasuk jika diangkat/ditunjuk sebagai menteri atau wakil menteri," katanya.
Berkenaan dengan itu dalam putusannya, MK mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian.
MK menyatakan norma Pasal 28 Ayat (3) UU 18/2003 tentang Advokat sebagaimana telah dimaknai dalam putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 bertantangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai:
"Pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama baik secara berturut atau tidak, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik baik tingkat pusat maupun daerah, dan non-aktif sebagai pimpinan organisasi advokat apabila diangkat/ditunjuk sebagai pejabat negara," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.