Dolar Bisa Rp 1.000? Ini Syarat dan Pro Kontra Soal Hilirisasi Ekspor
Catur waskito Edy July 31, 2025 05:30 PM

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Wacana dolar bisa Rp 1.000 kembali mengemuka usai pernyataan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang menyebut penguatan drastis rupiah dapat terjadi apabila hilirisasi komoditas ekspor digarap serius.

Gagasan ini langsung mengundang perhatian publik, tak terkecuali Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan kalangan ekonom yang menanggapi secara berbeda.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menyambut baik ide tersebut.

Ia menegaskan bahwa hilirisasi memang berpotensi meningkatkan nilai tambah ekspor dan memperkuat ketahanan devisa negara.

"Penguatan nilai tukar rupiah memerlukan sinergi kebijakan yang komprehensif, tidak cukup hanya hilirisasi, tapi juga makroekonomi dan moneter," ujarnya, Kamis (31/7/2025).

Hilirisasi Komoditas: Peluang atau Ilusi?

Pemerintah menaruh harapan besar pada hilirisasi komoditas seperti kelapa, kopi, dan kakao.

Amran bahkan menyebut nilai ekspor kelapa saat ini mencapai Rp 20 triliun, dan bisa melonjak hingga Rp 2.000 triliun bila diolah penuh di dalam negeri.

"Kalau semua komoditas kita hilirisasi, potensi ekspor bisa mencapai Rp 20.000 sampai Rp 50.000 triliun.

Dolar bisa Rp 1.000 kalau ini dikerjakan serius dari sekarang," kata Amran.

Namun, pernyataan ini langsung dibantah oleh sejumlah ekonom yang menilai bahwa wacana tersebut belum realistis, terutama dalam jangka menengah maupun panjang.

Ekonom: Banyak Faktor Tentukan Nilai Tukar

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyebut hilirisasi memang berkontribusi positif terhadap ekspor dan substitusi impor, namun terlalu berlebihan jika dianggap sebagai satu-satunya kunci penguatan rupiah.

“Nilai tukar tidak ditentukan oleh satu sektor. Ada inflasi, suku bunga, kebijakan moneter, investasi, hingga kondisi geopolitik global yang juga berperan,” jelasnya.

Saat ini Indonesia memang menjadi salah satu eksportir utama produk kelapa dunia, dengan kontribusi ekspor minyak kelapa sebesar 27 persen dari produksi global.

Namun, sektor kelapa hanya menyumbang sebagian kecil dari total ekspor nasional yang nilainya mencapai lebih dari 200 miliar dolar AS per tahun.

Tantangan Hilirisasi: Produktivitas Rendah & Akses Terbatas

Selain tantangan makro, hilirisasi juga menghadapi persoalan teknis dan struktural. Produktivitas lahan rendah, keterbatasan teknologi, hambatan pembiayaan, dan akses pasar yang minim masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi sektor industri berbasis komoditas.

Meski ada proyeksi bahwa nilai ekspor produk turunan kelapa bisa mencapai 5,23 miliar dolar AS pada 2045, jumlah ini tetap kecil dibandingkan total kebutuhan devisa nasional untuk menopang nilai tukar.

Josua menambahkan bahwa dolar bisa Rp 1.000 hanya bisa dicapai jika hilirisasi menjadi bagian dari strategi ekonomi yang lebih luas dan terintegrasi.

“Kita butuh industrialisasi menyeluruh, peningkatan daya saing, stabilitas fiskal dan moneter, serta reformasi struktural agar nilai tukar rupiah bisa menguat secara berkelanjutan,” tuturnya.

Wacana dolar bisa Rp 1.000 karena hilirisasi komoditas ekspor telah memicu pro dan kontra. Pemerintah melihat potensi besar dari hilirisasi sebagai pendorong penguatan rupiah, terutama melalui peningkatan nilai tambah dan ekspor produk olahan.

Namun, para ekonom mengingatkan bahwa penguatan rupiah membutuhkan pendekatan yang lebih holistik dan realistis.

Tanpa perbaikan sistemik di banyak sektor pendukung, target itu masih akan menjadi angan-angan. Meski demikian, hilirisasi tetap menjadi langkah penting menuju ekonomi yang lebih kuat dan berdaulat. (kompas.com)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.